•35•

48.2K 2.4K 50
                                    

Makan malam kali ini Bevan memberikan ayam ke piring Rea membuat Bagus dan Bila menatapnya heran. Pasalnya baru kali ini Bevan baik kepada Rea.

"Tumben baik, kesurupan apa kamu?" Bagus menempelkan punggung tangannya pada kening Bevan.

"Iya, kesurupan apa? Jin atau demit?" Bila kini juga mulai ikut-ikutan.

Bevan menurunkan tangan Bagus. "Aku nggak kesurupan, baik salah ... Jahat makin di salahin."

Renald terbahak. "Itu mah udah derita lo Bang, serbah salah mulu."

"Makan yang banyak ya, biar dede bayinya kenyang." Bevan mengelus rambut Rea dan mencium pipi Rea.

"Kak, malu tahu." Rea menggigit bibir bawahnya.

"Kamu ini main nyium-nyium aja, mana di depan Papa lagi," cibir Bagus.

"Pengen?" Bevan menatap Bagus. "Cium Mama sana."

Bagus mendekati Bila dan memajukan bibirnya, tapi dengan ganas Bila langsung memukul bibir Bagus tanpa perasaan. Suaminya itu memang tidak tahu tempat.

"Nah loh, Mama galak ya Pa." Renald tertawa kencang.

"Iya di sini galak, beda lagi kalau di kamar." Bagus berbicara tanpa di filter.

Bila melotot. "Pa, mau tidur di luar kamu."

"Emang kalau di kamar gimana sih Pa?" pancing Renald.

Bevan terkekeh pelan. "Ren udah Ren, entar kalau Mama ngambek kita nggak di masakin lagi."

"Sabar ya Ma, kaum lelaki emang ngeselin," ucap Rea yang di angguki oleh Bila.

"Kita sebagai kaum lelaki merasa tersindir loh," sahut Renald.

***

Saat ini Bevan dan Rea sedang berjalan ke arah kamar, jarak kamar sudah dekat tapi Renald tiba-tiba menarik tangan Bevan membuat cowok itu berhenti, Rea pun juga ikut berhenti.

"Apa sih Ren?" Bevan menatap Renald.

"Kenapa Ren?" tanya Rea.

"Lo masuk kamar aja Re, ini urusan cowok," balas Renald.

"Ya udah deh, aku ke kamar ya." Rea pamit kemudian melenggang pergi.

"Gue juga mau ke kamar." Bevan melepaskan tangan Renald.

"Enak aja, mau ngapain sih Bang buru-buru amat." Renald tersenyum jahil dan memegangi tangan Bevan.

"Lo mau apa sih Ren?" Bevan tampak menghela nafas.

"Tidur sama gue yok Bang, kita main ps bareng," ajak Renald.

"Ogah! Mending tidur sama Rea lah," balas Bevan.

Renald tertawa kencang, ia memang sengaja mengulur-ulur waktu agar Bevan tidak bisa pergi ke kamarnya. Kemaren-kemaren saja Bevan menyia-nyiakan Rea, sekarang malah dia tidak sabar tidur dengan Rea.

"Ayolah Bang," ujar Renald.

Bevan berdecak pelan. "Cari cewek sana Ren, biar bisa di gebet."

"Kakak ipar juga cewek, boleh gue gebet?" Renald menyengir lebar.

Bevan melotot. "Mau gue selepet lo."

Renald tertawa. "Santai kalik, makannya jagain kakak ipar gue biar nggak ada yang ngambil."

***

Setelah beberapa menit Bevan akhirnya bisa lepas dengan Renald, saat ini Bevan sudah berbaring di samping Rea, kali ini tidak ada guling yang biasanya di gunakan untuk pembatas.

"Kenapa diem?" Bevan memiringkan tubuhnya agar bisa menatap Rea.

"Gapapa kak." Rea sedikit merasa canggung, setelah sekian lama ia kembali ke kamar Bevan.

"Sini deketan," panggil Bevan.

"Emm ... Aku ..." Rea mendadak mengingat kejadian buruk itu.

"Lo masih takut sama gue? Soal yang waktu itu?" Bevan bisa melihat raut wajah Rea yang ketakutan.

"Nggak kak." Rea berusaha untuk menyingkirkan pikiran buruknya.

"Ya udah sini deketan, gue janji nggak bakal aneh-aneh." Bevan berusaha untuk menyakinkan Rea.

Rea akhirnya menggeser tubuhnya membuat jaraknya dan Bevan semakin dekat. Bevan memeluk Rea dan menyandarkan kepala Rea pada dadanya.

"Kak ... hiks ..." Rea terisak pelan.

"Hei kok nangis?" Bevan mengelus rambut belakang Rea.

Rea hanya diam, ia semakin terisak membuat bahunya bergetar.

"Lo inget kejadian itu ya? Maaf ya, harusnya gue nggak ngelakuin itu," sesal Bevan.

"Aku nggak marah soal kejadian itu, aku cuma kecewa sama cara kakak. Kakak ngelakuin itu cuma kakak nggak terima kan putus sama kak Tania?" tanya Rea.

Bevan terdiam sejenak. "Re dengerin gue ... Jujur, gue deg-degan banget pas ngelakuin itu. Gue sendiri bingung, gue nggak sadar kalau sebenernya gue udah cinta sama lo."

Rea sedikit menjauh. "Aku emang gampangan banget ya kak? Aku mau di apain aja."

Bevan kembali memeluk Rea lagi, kali ini lebih erat. "Nggak Re, jangan ngomong kayak gitu. Lo berharga, gue cinta sama lo. Gue nyesel pernah ngomong kayak gitu sama lo."

Rea tersenyum walaupun air matanya terus mengalir, kini tangisnya mulai reda. Bevan mengelus rambut belakang Rea membuat Rea perlahan tertidur.

'Gue cinta lo Re, lo berharga banget bagi gue.' Bevan mencium kening Rea dan merapikan selimut Rea.

Bersambung...

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang