•03•

48.5K 3.1K 115
                                    

Rea sedaritadi hanya duduk di kursi dengan tatapan yang tertuju kepada Bevan. Cowok itu sedang duduk di atas kasur sambil tersenyum menatap ponsel-nya, Rea sudah bisa menduga jika Bevan pasti sedang chatingan dengan Tania.

"Lagi chatingan sama kak Tania ya kak?" Rea menatap Bevan dengan senyumnya.

Bevan menoleh. "Kalau iya kenapa? Nggak suka lo?!"

"Aku cuma nanya kak." Rea berusaha untuk terlihat biasa saja.

Bevan kembali sibuk dengan ponsel-nya. "Iya, gue lagi chatingan sama Tania."

"Kakak kelihatan seneng banget, aku seneng lihat kakak senyum." Nada suara Rea terdengar sangat tulus.

"Tania cantik banget kan?" Bevan bertanya tanpa memikirkan perasaan Rea.

Rea tertawa pelan. "Iya, cantik banget."

Setelah mengucapkan hal tersebut Rea berusaha menyibukkan dirinya. Rea membaca buku yang ada di meja belajar, ia berusaha untuk tidak peduli dengan Bevan. Jujur saja ada rasa iri di hati Rea, dia ingin menjadi seorang Tania.

"Heh lo!" Bevan bahkan enggan menyebut nama Rea.

Rea menatap Bevan. "Iya kak."

"Apa lo cemburu ngelihat gue sama Tania?" Bevan menatap lekat Rea.

Rea terdiam sejenak. "Kalaupun aku cemburu, itu nggak penting. Kakak pasti bakal tetep pacaran kan sama kak Tania?"

"Ya jelas lah, gue sayang sama Tania!" Nada suara Bevan terdengar tidak santai.

"Iya, aku tahu." Rea tersenyum.

Bevan mendengus pelan. "Lo nggak ada niatan buat suka sama cowok lain gitu?"

Rea tampak berpikir. "Aku udah nikah, bukannya nggak pantes kalau aku malah suka sama cowok lain?"

Bevan melotot. "Lo nyindir gue hah?!"

Rea terdiam, tapi faktanya ia sudah memiliki suami. Rasanya tidak pantas jika dirinya menyukai lelaki lain. Rea tetap saja menyukai Bevan walaupun lelaki itu sudah menyakitinya berkali-kali. Entah sampai kapan Rea akan melihat kebersamaan Bevan dengan Tania.

"Kak, sampek kapan kakak pacaran sama kak Tania?" tanya Rea.

Bevan menatap tajam Rea. "Lo berharap gue sama Tania putus?!"

"Nggak gitu kak, tapi cepat atau lambat kak Tania bakal tahu kan," ucap Rea.

"Iya, Tania pasti bakal terluka. Gue nggak tega ngelihat dia terluka," balas Bevan.

"Kakak nggak ada niatan suka sama aku?" Rea bertanya dengan sangat hati-hati.

"Nggak usah banyak mimpi, gue nggak bakal suka sama lo!" sentak Bevan.

Rea tersenyum miris. "Kak aku bingung, aku seneng lihat kakak bahagia sama kak Tania. Tapi jujur, aku terluka kak."

"Itu salah lo sendiri karena suka sama gue!" ketus Bevan.

Rea mengangguk pelan, dirinya memang terlalu bodoh. Ia tidak tahu sampai kapan dirinya akan bertahan dengan luka yang di berikan oleh Bevan, tapi untuk saat ini Rea masih mencintai Bevan.

***

Rea bersiap untuk tidur, gadis itu sudah duduk di lantai. Rea tersenyum miris, lagi-lagi dia harus terbiasa dengan nasibnya. Bevan melempar selimut kepada Rea, ia teringat jika Rea sedang tidak enak badan.

"Pakek, nggak usah bandel. Entar lo sakit!" ketus Bevan.

"Bukannya aku harus terbiasa dengan rasa sakit?" Rea menatap nanar selimut itu.

Bevan berdecak pelan. "Nggak usah banyak drama! Kalau lo sakit lo pasti bakal ngrepotin."

Rea tertawa. "Aku jadi beban banget ya di hidup kakak?"

"Bagus deh kalau lo sadar." Bevan melipat kedua tangannya di depan dada.

Rea menggelar selimut itu di lantai dan menggunakannya sebagai alas tidur. "Mimpi indah kak, semoga mimpiin kak Tania."

"Harusnya lo nggak nerima perjodohan itu," ucap Bevan.

Rea berusaha untuk memejamkan matanya. Ia berusaha untuk menghiraukan ucapan Bevan, lagi-lagi cowok itu menyalahkan dirinya. Andai saja orang yang di jodohkan dengannya bukan Bevan pasti Rea tetap akan menerima perjodohan itu.

'Apa harusnya aku emang nggak nerima perjodohan itu?' batin Rea.

Bevan mengacak rambutnya. 'Kalau lo nggak suka sama gue, gue pasti nggak bakal nyakitin lo. Gue cintanya tuh sama Tania, kenapa lo nggak mau ngerti?'

Bersambung...

Serpihan LukaWhere stories live. Discover now