2. What The...

48 38 11
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



"Mau sampe kapan kek gini? Udah seminggu lo nggak sekolah cuma karena si brengsek itu," ucapan datar Elegi membuat sebulir air mata meluncur begitu saja.

Renjana berusaha menahan isaknya, dia hanya tidak ingin seseorang melihat betapa hancur dan rapuhnya dia saat ini. Terlebih jika sedikit saja isak itu keluar, maka sudah dapat dipastikan semua pekerja yang ada di rumahnya bisa mendengar dan setelahnya semua akan jauh lebih rumit lagi.

"Nangis aja kalo itu buat lo tenang," lagi-lagi Elegi memecahkan keheningan.

Cukup!

Bagaimana pun juga Renjana tetaplah manusia biasa, yang bisa merasakan sesak dan tidak selamanya bahagia. Mungkin saat ini dia akan mengijinkan dirinya bersedih, setidaknya saat ada seseorang yang benar-benar ingin mendengarkan keluh kesahnya.

"Sakit kak," lirihnya hingga membuat Elegi membawanya kedalam dekapan.

Kini hanya ada tangisan pilu yang bergema di ruangan megah, bahkan asisten rumah tangga yang ingin bertanya pun mengurungkan niatnya saat melihat kode dari Elegi.

"Gue masih cinta sama Senja, bahkan dia orang yang paling gue percaya. Tapi kenapa dia ngeduain gue? Apa selama ini gue kurang baik sama dia?" tanya Ana di sela isak tangisnya.

Baru saja jawaban akan terlontar, namun suara langkah kaki mengalihkan atensi mereka.

"ANAAAA!!"

Teriakan yang sangat aduhai itu mampu membuat telinga siapa pun yang mendengarnya akan berdengung, tetapi tidak dengan gadis bermata sembab, seolah sudah terbiasa dengan titisan toa masjid itu.

"Lo kemana aja seminggu ini? Gue chat nggak dibales, nelpon nggak diangkat, bahkan lo nggak ngasih tau alasan kenapa bisa nggak masuk sekolah selama itu. Apa masalah lo seberat ini sampe nggak mau cerita ke gue?" cerca Mala dengan raut wajah sedih, pasalnya baru kali ini dia melihat sahabatnya begitu terpuruk. Belum lagi mata sembab dan hidung yang sudah semerah tomat.

Ana menghela nafas dalam, berusaha menetralisir sebuah rasa kala pandangannya beradu tatap dengan seseorang yang masih setia menggandeng sahabatnya.

"Sorry ya, gue cuma pengen sendiri aja. Soalnya cowok gue udah mati," jawab Ana sengaja menekankan kata terakhir sembari menatap Senja.

"Inalillahi." Mala menutup mulutnya tidak percaya, bahkan tangannya sudah terbuka lebar dan bersiap untuk menyergap tubuh rapuh Ana.

Berakhirlah mereka dengan adegan tangisan bombay. Namun aura kesedihan itu tidak berlaku pada kedua lelaki yang sedang perang dingin dalam diamnya.

Jika saja Ana tidak mewanti-wanti Egi, sudah dapat dipastikan wajah Senja akan babak belur sejak lama. Bahkan Elegi sendiri tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis itu, mengapa masih mau melindungi b*jingan seperti itu.

"Sabar ya Na, gue tau lo kuat kok." Mala menguraikan pelukan dan mengusap air mata Ana, "Emang dia sakit apa?"

"Hati."

"Eh, maksud gue liver," ralat Ana setelah tersadar, "Yaampun sampe lupa, bentar ya gue ambilin minum dulu."

Dengan cepat Ana meninggalkan lingkaran setan itu, karena jujur dia sedang tidak ingin bertemu dengan lelaki itu. Hatinya begitu sakit saat melihat senyuman polos sahabatnya, namun dia tidak bisa mengutarakan semua seperti yang selalu mereka lakukan sejak orok.

"Maaf,"

Renjana mematung di tempatnya, tanpa harus berbalik pun dia tau siapa pemilik suara itu.

"Gue tau gue salah, tapi-"

"Kenapa harus sahabat gue? Kenapa harus dia?" potong Ana datar namun sarat akan emosi.

Senja meneguk salivanya, dia sangat paham bagaimana sifat gadis itu. Karena marah yang paling mengerikan adalah saat dia terlihat biasa saja.

"Andai dia bukan Mala, gue nggak akan mau ketemu sama lo lagi!" ucapan Ana mulai meninggi dengan nafas yang tidak beraturan.

"Gue tau lo masih cinta sama gue, tapi jangan sampe hal ini ngebuat lo-"

Ana bertepuk tangan dan tertawa geli mendengarkan kepercayaan diri lelaki yang ada di hadapannya. Apa tadi dia bilang? Cinta? Huft, emang bener sih -,-

"Tolong nggak usah berlagak seolah lo udah menyakiti gue, karena pada akhirnya cewek lo itu yang bakal tersakiti!" terang Ana menahan rasa sakit yang sudah pak cepak-cepak jeder sedari tadi.

"Nggak usah sok-sokan ngebohong di depan pembohong," ucap Senja pelan hingga membuat Ana mendengus dan berbalik.

Ditatapnya lelaki yang masih dia cintai sampai saat ini, namun sepertinya tidak ada lagi cinta dalam tatapan itu. Seketika rasa sesak menyeruak hingga membuat dirinya jengah akan fakta tentang cinta yang dapat mematikan nalarnya.

"Nama lo ternyata emang seharfiah itu ya, datang cuma bawa kegelapan. Hebatnya untuk dua orang sekaligus, meskipun yang satu masih otw."

Tanpa menunggu lebih lama, Ana segera berlalu dengan sebuah nampan yang ada di genggamannya. Dia hanya tidak ingin terbawa suasana dengan mantan lucknut yang sudah tega menduakan dirinya.

"Gaes mon maap lama yak, tadi cunguk satu itu ngintilin gue mulu. Risih iwh," terang Ana yang hanya dibalas tatapan penuh tanda tanya dari Elegi.

"Gue juga nggak nyangka ayang gue mau repot-repot bantuin lo, soalnya sama gue dia susah banget disuruh. Malah gue keliatan kek babunya," adu Mala yang malah dibalas dengan kekehan.

"Makanya kalo cinta pake otak girls, jan bego gitulah."

PLAK!

"Bisa-bisanya lo ngatain gue disaat lo abis mewek-mewek kek cewek gitu," umpat Mala setelah puas menggeplak kepala mulut lemes itu.

"Gue mewek karena cowok gue meninggoy, tapi pas tau dari Kak Senja kalo dia selingkuh sebelum died jadi rasa iba gue berkurang. Jadi lupakan kalo gue punya mantan biadab ya gengs, anggap aja dia gaib dan gue abis tobat makanya dia kagak bisa deket-deket gue lagi."

Mala hanya bisa geleng-geleng kepala saja saat melihat tingkah ajaib dari sahabatnya yang sudah dia tinggal selama dua tahun, karena ternyata dugaannya tadi salah. Memang dasarnya setelan otaknya sudah konslet dari lahir.

"Btw otw, kok Kak Egi bisa di rumah lo sih? Gue kira kalian nggak sedeket itu loh," tanyanya yang memang sudah kepo sejak dia melihat kedua insan itu seperti sedang ditimpa banyak masalah.

"Diakan bestienya mantan gue, ya walaupun belum ada kata putus tapi anggap aja takdir yang memutuskan kita ygy." Ana menjawab dengan mulut yang masih penuh hingga beberapa remahan makanan keluar begitu saja.

"Gue nyesel jadi sahabat orang yang hobinya berkhianat," ucap Elegi membuat aura kembali suram. Ana pun mengumpat dalam hati. Susah payah dia mencairkan suasana, namun lelaki itu selalu saja back to topik.

"Kenapa? Lagian setau gue lo lebih dulu deket sama dia daripada Ana," kali ini Senja membuka suara dan semakin menambah kesan tegang.

Elegi menatap Ana sesaat sebelum akhirnya menatap Senja tajam, "Karena gue suka sama Ana."

°°°

Holla gaeeess

Sampe sini ada yang udah paham alurnya bakal kek gimana? Jujurly aku masih bingung ini tuuh, soalnya kek gimana gitu yaa sama tokoh-tokoh nyata ini🤣

See u di next part ya gengs💜

Niskala Hatiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن