6. Malam Minggu

38 26 18
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



Mala mengerucutkan bibirnya kala melihat Ana menjadi patung berjalan, pasalnya hal ini jarang terjadi kecuali jika sahabatnya sedang memiliki masalah.

"Tau gitu gue nggak acc lo nginep disini dah, percuma aja kalo kerjaannya cuma diem." Gerutu Mala yang kini disibukan dengan ponselnya.

"HUWAAAAA!"

Teriak Ana membuat Mala refleks menutup kedua telinga, "Emak lo dulu ngidam toa apa gimana?!" seru Mala tidak terima.

"Gue gabut anjir! Masa dari tadi gue cuma duduk doang!"

TAK!

Sebuah jitakan mendarat dengan mulus di jidat Ana hingga membuatnya meringis, berbeda dengan gadis berambut coklat yang sedang mati-matian menahan emosi. Jika saja tidak mengingat status persahabatan yang sudah terjalin, sudah pasti nasib Ana sekarang sudah berada di rawa-rawa.

Baru saja Ana mangap, namun suara bel mengurungkan niatnya. Dengan langkah gontai, Ana menuju pintu dan melihat siapa tamu yang sedang menunggu di luar. Hanya saja hal itu sangat di sesali olehnya saat melihat sesosok manusia jadi-jadian itu.

"MALA ADA SI SENJA!" teriak Ana tanpa mempedulikan nasib telinga setiap umat.

Berbeda dengan Ana, kali ini Mala justru memancarkan binar bahagia. Tangannya sudah terentang untuk masuk ke dalam dekapan sang kekasih, sedangkan Ana hanya dapat mendengus saja.

"Mana ayang beb gue?" tanya Ana berusaha menutupi api cemburu yang mulai berkobar.

"Bentar lagi nyusul," jawab Senja sembari menatap gadis dengan cepol acak yang justru menambah kesan imut, karena setaunya Ana paling tidak suka mengikat rambut.

"Masuk dulu yuk," ucap Mala dan segera menuntun kekasihnya, meninggalkan Ana dengan segala perasaan yang berkecamuk.

"Giliran sama yang bahenol aja malam minggu main ke rumah, lah pas sama gue? Kagak pernah di apelin, sekalinya keluar gue yang bayarin. Dasar laki-laki lucknatullah, gue kutuk lo jadi suami gue!" omelnya sembari menuju kursi teras.

Semilir angin membuat matanya terpejam, dia pun menikmati setiap hembusan nafas semesta. Berusaha merilekskan jiwa dan raga, bersamaan dengan rasa yang harus dipaksa hilang dalam sejenak.

Namun kegiatannya harus terhenti saat dia mendengar suara motor, tampaklah lelaki dengan perawakan atletis tengah membuka helm di bawah sinar rembulan.

Jika saja itu orang lain, pasti mereka akan berteriak histeris. Tapi entah mengapa tidak berlaku untuk seorang Renjana, karena sedari tadi jantungnya masih sangat aman. Tidak ada debaran yang berarti dan tentunya dia sangat menyesali hal ini.

"Kenapa nggak nunggu di dalem?" tanya Egi sembari mengacak poni gadis yang tingginya hanya sebahu.

Ana memberenggut saat mendapati perlakuan seperti itu, karena itu semakin merusak cepolan yang memang sudah rusak sejak pertama di buat.

"Di dalem panas, ada orang nggak tau diri yang bisa mesra-mesraan di depan mantan."

Suara kekehan lepas begitu saja hingga membuat Ana mendelik seketika, "Seneng lo liat gue menderita? Nggak pernah ngerasain sih!"

"Kata siapa?" tanya Egi membuat Ana bingung, "Lo enak udah jadi mantan, lah gue? Status pacar tapi harus rela ngeliat cewek gue cemburu sama orang lain."

Deg!

Ana mematung sesaat, karena dia mencium bau-bau keanehan dari lelaki yang ada di hadapannya. Entah mengapa bulu kuduknya langsung berdiri, dan dengan cepat dia langsung memegang jidat Egi. Menangkupkan wajah lelaki itu dan membolak-balik sesaat sebelum akhirnya dia bisa bernafas lega.

"Gue kira lo kerasukan jin tomang," ucapnya.

Elegi mengangkat sebelah alis, heran saja melihat tingkah gadisnya yang semakin abnormal seiring berjalannya waktu.

"Pertama, lo jadi lebih sering senyum. Padahal you know-lah gimana diri lo, terus ngomong lo jadi lebih panjang. Itukan kek bukan lo banget tau kak. Apa jangan-jangan lo lagi mabok?"

"Iya, mabok gara-gara muka lo. Cantik banget."

Blush!

Eh, apa-apaan ini? Untuk pertama kalinya Renjana merasakan pipinya memanas kembali setelah sekian lama dan juga pelakunya dalah Elegi. Mungkinkah ada benih-benih cinta yang akan segera tumbuh?

"Ekhem, lo berdua di tunggu Mala." Senja membuyarkan keuwuan yang sedang berlangsung.

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Elegi langsung masuk diikuti dengan Ana. Namun Senja langsung mencekal lengan Ana hingga langkah gadis itu terhenti.

"Kenapa lo nerima Egi kalo ternyata hati lo masih punya gue? Terus apa bedanya lo sama gue?"

Serentetan pertanyaan itu membuat tubuh Ana menegang, namun dengan cepat dia berbalik dan menatap mata yang selalu menjadi candunya. Namun apakah mata itu pernah menatap dirinya dengan penuh cinta?

"Gak usah sok tau sama-"

"Gue tau semua, bahkan perjanjian lo di rooftop gue tau." Senja memotong ucapan Ana.

Untuk menghindari sakit yang semakin mendalam, Ana menepis cekalan itu dan menatap Senja dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

"Kalo lo tau, harusnya lo merasa bersalah. Bukan malah nyerca gue sama omongan unfaedah ini. Lagian apa urusannya sama lo? Bukannya lo bahagia sama Mala?"

Senja menggeleng pelan, "Tapi tanpa lo kebahagiaan gue nggak utuh."

Suara kekehan terdengar begitu sarkas, "Brengsek!" ucap Ana pelan namun penuh dengan penekanan.

"Apa satu gak cukup buat lo? Apa lo gak mikir gimana hancurnya gue waktu tau kalo gue diduain sama sahabat sendiri?"

"Lo egois Ja! Lo cuma peduli sama kepuasan diri lo sendiri, tanpa peduli bahwa karma itu real. Berdoa aja semoga Mala gak tau sifat asli lo," ucapnya lalu pergi begitu saja.

Elegi dan Mala menatap kedatangan Ana dengan penuh tanda tanya, karena orang yang mereka tunggu sangat lama sekali datangnya. Belum lagi ekspresi gadis itu menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Mala.

"Kenapa lo? Asem banget tu muka,"

Belum sempat menjawab, Senja sudah menghampiri hingga membuat Ana menghela nafas sesaat.

"Tadi ada om-om yang tiba-tiba dateng, sok-sokan bilang kalo gue ini korban gagal move on. Padahal mah iya, tapi gue belagak bilang enggak aja yekan." Jawab Ana dengan kata-kata ajaibnya.

Seakan sudah mengerti dengan tingkahnya, Mala hanya mengangguk saja daripada dia harus berujung gelud. Namun reaksi berbeda ditunjukan oleh Elegi, dia bahkan menatap tajam Senja secara terang-terangan dan tentunya hal itu disadari oleh Ana.

"Mal gue mau nanya," ucap Ana membuat konsentrasi semua orang tertuju ke arahnya.

"Apa yang bakal lo lakuin kalo pacar lo mendua sama sahabat lo sendiri tanpa sepengetahuan lo?"

Mala menatap Ana bingung, namun memilih mengabaikan perasaan anehnya. Dia segera memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan aneh itu.

"Ya gue liat dulu gimana situasinya, kalo misalnya sahabat gue tau pasti gue bakal marah besar karena posisinya mereka sama-sama salah. Tapi kalo sahabat gue korban, gue cuma marah sama doi aja sih."

"Tapi apa lo bakal ngeikhlasin cowok lo buat dia?" tanya Ana yang kini hanya dibalas dengan gelengan.

°°°

Yash, lika-liku perjalanan anak SMA ini bener-bener penuh drama ya. Author sampe bingung sendiri dibuatnya🥴

Niskala HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang