3. Bullying?

45 35 14
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



BRAK!

Semua mata langsung menatap ke arah pintu, namun sebagian besar memilih untuk menghela nafas saja saat mengetahui siapa penyebab kerusuhan di pagi hari yang cerah ini.

"Helow everibadeh, apa kabar kalean? Tidakkah kalian rindu dengan bidadari tak bersayap ini?" ucap Ana dengan suara cemprengnya.

"Gue lebih preffer lo koid aja sih daripada ngerusuh di kelas gue," ucap sang ketua kelas terlaknat yang pernah ada di muka bumi.

Beruntungnya kali ini suasana hati Ana sedikit lebih baik, jadi dia memilih untuk diam dan menempati singgasananya. Betapa beruntungnya dia karena selama seminggu tidak ada yang berani mengotori tempat sakralnya ini.

"Heh terompet sangkakala, lo harus jelasin dulu apa maksud dari postingan Kak Elegi." Ucap seorang siswi titisan cabe-cabean yang entah darimana asalnya.

Dengan raut malas, Ana melihat gambar yang ada di dalam ponsel sebelum akhirnya mendengus kala mengingat kejadian kemarin.

"Gue jadian sama dia, kenapa? Masalah buat lo?" tanya Ana datar. Beberapa orang yang ada di sekitarnya memilih untuk menjauh kala merasakan aura kegelapan yang menguar dengan cepat. Tidak tau saja siswi itu tengah berhadapan dengan siapa.

"Lo-"

"Bisa gak keluar? Jangan buat gue harus gunain kekuasaan gue demi ngusir hama kek lo di sekolah ini," potong Ana membuat salah satu dayang cabe-cabean bergetar di tempatnya.

Sempat terjadi adegan bisik-bisikan selama beberapa menit ke depan, untungnya kedua siswi itu memilih untuk mundur alon-alon. Tentunya hal itu membuat seisi kelas dapat bernafas lega dan bisa melanjutkan kegiatan dengan tenang dan sehat lahir batin.

Hanya saja kegiatan nyantuy Ana kembali terganggu saat melihat salah satu temannya berlari tergopoh-gopoh hingga membuat dirinya menaikan sebelah alis.

"Na... itu si Mala lagi di bully sama drama queen," adunya hingga membuat Ana naik pitam.

Mata yang semula mulai melunak kini kembali menajam, tidak akan dia biarkan siapapun melukai sahabatnya. Bahkan jika lawannya adalah pembully nomor satu di sekolah ini pun dia tidak peduli.

"Sampah!" geram Ana sebelum melesat pergi.

Suasana kelas kembali ricuh saat melihat gelagat gadis manis itu, karena biasanya dia tidak ingin berurusan dengan siapapun. Bahkan selama dua tahun, hanya teman sekelasnya saja yang mengetahui sifat asli dari gadis ceria nan humble itu. Mereka hanya berdoa semoga nasib orang haus sensasi itu tetap aman tanpa ada yang hilang satu pun.

Di sisi lain, Ana melihat kejadian memuakan itu sebelum akhirnya bertepuk tangan dan menghampiri Mala yang sudah terisak.

"Wahai cabe yang terhormat, apa salah temen gue sampe lo ngelakuin ini hm?" tanyanya selembut mungkin sembari menenangkan sahabatnya.

Melihat Ana yang sudah turun tangan, muka gadis itu langsung tegang seakan nyalinya menciut seketika.

"Bilangin ke sahabat lo, gak usah rebut Senja dari gue!" geramnya dengan emosi tertahan, dia hanya tidak mau menjadi korban kedua tetangga kelasnya.

"Maksud?"

"Gue dapet laporan dari orang, katanya dia pacar Senja. Sedangkan cowok itu milik gue!" tegasnya lalu pergi begitu saja.

Mala ambruk dalam pelukan Ana, beruntungnya gadis itu masih memiliki kekuatan untuk menahan tubuh sahabatnya. Karena sesungguhnya hatinya pun mencelos saat mendengar pemaparan itu.

"Apa Senja sebrengsek itu Na?" lirih Mala yang sudah terisak.

Dengan cepat Ana menggeleng, "Dia itu ratu drama disini, jadi lo gak usah khawatir ya."

"Mending sekarang lo ke kelas aja, kalo pun gak konsen belajar, lo bisa ke UKS. Gue ada urusan bentar, bisa sendirikan?" tanya Ana lembut yang hanya dibalas dengan anggukan.

Bagai mendapat hantaman realita, kepala Ana berat seketika, dan keadaan dadanya pun tak jauh berbeda. Sesak, sedih dan marah bercampur menjadi satu. Memangnya ada berapa cewek lagi yang akan mengaku sebagai pacar kekasih - eh, mantannya itu?

Untuk menghindari emosi yang semakin tersulut, Ana memilih untuk bolos pelajaran saja. Masa bodoh dengan guru killer, toh otaknya sudah cukup encer untuk mempelajari hitung menghitung itu.

Langkahnya berjalan mantap ke arah taman belakang sekolah, kebetulan itulah tempat yang jarang dikunjungi murid-murid. Dan itulah tempat favorit Ana saat sedang dilanda penyakit gelisah, galau, merana.

"Eh cing, lo lagi berak yak?" tanya Ana saat melihat kucing oren yang sedang ngeden.

"Gue mau curhat, dengerin yak."

"Masa gue suka sama playboy sih? Padahal dia yang buat gue tobat jadi buaya betina, gue ilangin semua percabangan yang udah gue bangun susah payah. Eh tapi ternyata dia lebih biadab cing, apa gue kena karma ya?" paparnya tanpa mempedulikan aroma-aroma tai yang berseliweran.

Merasa tidak ada respon, Ana menengadahkan wajahnya dan menatap langit penuh awan. Tak lama semilir angin membuat air matanya kembali terjatuh.

"Tuhan, apa cowok yang ada di sekitar gue selalu berperan untuk menyakiti?" lirihnya tanpa berniat untuk membuka mata.

Biarkan saja semesta melihat kerapuhannya. Biarkan saja langit menyaksikan betapa hancurnya dia saat ini. Lagipula tidak ada manusia yang sekuat baja. Jika sudah waktunya terluka, tidak ada yang bisa untuk mencegahnya bukan?

"Kalo kamu rindu aku, inget tiga hal ini. Kopi, senja dan hitam."

"Kenapa harus tiga itu?"

"Karena aku suka kopi, namaku Senja dan sebelum ada kamu hidupku selalu hitam." Balasnya dengan lesung pipi yang terbentuk begitu manis, "Makasih ya udah jadi warna di hidup aku."

Ana menggelengkan kepalanya dengan kuat saat secuil memori melintas begitu saja. Dia jadi menyesal karena tidak mengikuti anjuran untuk mencintai seseorang dengan wajar. Karena sejak bertemu dengan pemilik badan atletis itu dia sudah menyerahkan seluruh hatinya.

"Bego banget," lirihnya diiringi dengan tawa miris.

Didekapnya tubuh kecil yang mulai menggigil, "Gakpapa Na, Tuhan tau gue kuat. Lagian cowok bukan dia doang kok, masih ada Egi yang ternyata sayang sama gue... MAMPUS!"

Ana menepuk keningnya saat mengingat kejadian kemarin, apakah hari ini dia sudah resmi berpacaran dengan manusia dingin itu? Padahalkan maksudnya kemarin hanya untuk memanas-manasi Senja. Bagaimana jika Egi baper dan menganggap semuanya serius?

"Gak gak, gue gak mau officialan sama si Egi, mending my World Wide Handsome aja kalo gini jadinya."

Dengan cepat dia bangkit dan bermaksud untuk menghampiri kakak kelas yang cukup most wanted dikalangan para wanita. Namun lagi-lagi Tuhan telah menciptakan skenario paling indah untuknya. Dikarenakan terlalu asik meratapi nasib, alhasil dia menalikan tali sepatu sebelah kanan dengan kiri hingga dia jatuh dengan sukses.

PLUP

Ana bangkit dengan mata terpejam, berusaha mencerna apa yang terjadi dan merasakan apa yang sudah berada di wajah mulusnya.

"EMAAAK! MUKA GUE KENA TAII!"

°°°

Hello gaess, adakah yang bisa mencium aroma² taii seperti Renjana?🤣

Ada yang mau spil spil visual tokoh gak nih gaes? Nanti aku cariinlah orang yang cocok buat meranin mereka wkwk😬

See u💜

Niskala HatiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon