18. Dan Lagi

14 10 2
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



BRAK!

"RENJANA!"

Suara teriakan yang begitu menggelegar membuat Ana mengerang frustasi, kenapa harus secepat ini? Padahal baru saja dia ingin memejamkan mata dan beristirahat setelah semua yang sudah dia lewati.

"APA YANG KAMU LAKUKAN HAH?!"

Saat ini sang papa sudah ada di depan kamar Renjana, "Apa pa?" tanya Ana membuat lelaki paruh baya itu geram.

Tanpa rasa kasihan dia menyeret putri tunggalnya keluar dan menuruni tangga, dia sama sekali tidak mempedulikan ringisan yang samar-samar keluar dari mulut Ana.

"Papa," lirih Ana saat badan dia sudah tersungkur di lantai.

Ada apa dengan semesta? Mengapa hari ini dia mendapatkan perlakuan seperti ini? Apa dosa yang sudah dia lakukan selama ini hingga takdir membuat jalan hidupnya sebegitu hebatnya.

"KAMU MAU JADI PREMAN HAH?"

"APA KAMU SAYA SEKOLAHKAN UNTUK MEMBUAT ORANG LAIN SEKARAT?!" sentaknya, tapi Ana sama sekali tidak ada niatan untuk membela diri.

Sejujurnya dia sudah lelah, saat di sekolah sedang dalam keadaan baik-baik saja rumah sama sekali bukan tempatnya untuk berpulang. Sekarang, saat dunianya sedang hancur justru di rumahnyalah dirinya makin terperosok.

"Kenapa diam saja? JAWAB!"

Papa Ana mencengkram wajah putrinya membuat Ana menatap mata yang selalu menatapnya bengis, jika diperhatikan dari dekat Ana semakin tau jika tidak ada sedikit pun rasa sayang dari sang papa untuk dirinya.

"Dasar anak nggak tau di untung," cibir sang papa sembari melepas cengkraman, "Kalo Senja sampai kenapa-kenapa-"

"Senja, Senja, SENJA!" teriak Ana yang sudah jengah dengan semua ini, "Sebenernya anak papa aku atau Senja?"

"Berani kamu-"

"Apa papa nggak mikirin perasaan aku yang selalu dibandingin sama Senja?!" potong Ana, "Yang sakit bukan cuma Senja pa! Egi sampe kehilangan kakinya gara-gara cowok sialan itu!"

"RENJANA!"

"PAPA!" untuk pertama kalinya Ana membalas tatapan tajam itu tak kalah tajam.

"Bertaun-taun aku ngebiarin papa ngelakuin ini itu sesuka hati, bahkan papa nggak pernah taukan kalo selama ini aku nggak nyaman di sini?"

"Seakan di penjara, aku nggak bisa bebas berekspresi. Marah salah, nangis makin salah. Padahal semua ini karena siapa? Papa!"

Plak!

"Sudah ngomongnya?" tanya sang papa seakan semua itu hanyalah angin lalu belaka.

Tatapan mereka kembali beradu, tapi tidak ada satu pun kata yang terucap dari bibirnya.

"Kalo Senja sampai kenapa-kenapa, papa nggak akan memaafkan kamu Renjana!" dengusnya lalu berbalik badan dan berlalu.

"Bahkan saat aku mati, papa mungkin bakal ngerayain kematian aku." Renjana berucap lirih, memegang dadanya yang terus berdenyut ngilu.

Dia berdiri, berusaha merapikan pakaiannya yang sudah tidak karuan. "Bahkan ini nggak ada rasanya buat gue," monolog Ana saat melihat tangannya yang lebam.

"BIBI!" teriak Ana dan tidak menunggu waktu lama yang di panggil pun datang.

"Non nggakpapa?" tanya seorang wanita paruh baya yang sudah lama bekerja di keluarganya. Mata sembab itu setidaknya membuat Ana paham jika di rumah ini ada yang mengkhawatirkan dirinya.

Niskala HatiWhere stories live. Discover now