13. Perkara Dot

34 20 5
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



Mala mengernyitkan keningnya saat melihat Renjana yang tiba-tiba diam. Padahal tadi saat di kelas tingkahnya sudah seperti kuda lumping yang lagi kesurupan. Sesekali matanya melirik Senja yang sedari tadi juga menatapnya. Meskipun memang biasanya dirinya dan Senja yang sering bercengkrama, tapi dua sejoli yang selalu bersamanya tidak pernah diam membisu seperti ini.

"Lo kenapa dah? Sariwawan?" tanya Mala yang sudah jengah sama situasi ini.

Ana meletakan sendoknya kasar hingga menimbulkan suara dentingan yang nggak kalem, "Kenapa lagi si Sari sama si Wawan? Pasti berulah lagikan? Sini gue gorok!" ketusnya sambil menghela nafas.

Mendengar jawaban itu entah kenapa Elegi jadi gerah sendiri, "Si Wawan tertekan sama tingkah Sari yang nggak ngotak!"

"Lah mana ada nggak ngotak? Si Wawannya aja yang nggak ngertiin si Sari!" timpal Ana tak kalah sengit.

"Bukannya nggak ngerti, tapi mana ada pasangan yang mampir beli dot?" cibir Egi.

"Suka-suka guelah, duit juga duit gue kenapa lo yang sewot. Heran banget nggak bisa ngeliat cewek seneng, pantesan lama jomblo." Ana membalas tanpa perasaan.

Senja dan Mala hanya bisa melongo sambil ngeces waktu ngeliat pertengkaran yang berasal dari kata sariwawan, dan untuk masalah dot. Ingin sekali mereka bertanya, "Avaan tuh?".

"Lo pada kenapa sih?" tanya Mala yang sudah sangat penasaran dengan kejadian sebenarnya.

"Diem!"

"Suut!"

Egi dan Ana saling pandang saat mereka berbicara secara bersamaan, keduanya saling melempar tatapan sengit sampai akhirnya keduanya sama-sama berdiri dan meninggalkan kantin.

"Tau gitukan gue nggak usah nurutin si Mala daripada harus ketemu sama si kunyuk satu itu!" gerutu Ana sambil menghentak-hentakan kakinya. "Lagian kenapa si Egi sok-sokan kek bocah, apa salahnya ngebuat gue seneng? Tohkan dia cuma modal bensin doang, makan juga gue bayar sendiri. Iwh dasar cowo nggak modal!"

Sepanjang jalan Ana terus menggerutu, apalagi saat mengingat kejadian kemarin yang membuatnya semakin naik pitam. Gimana tidak? Perdebatan itu selalu berlanjut mulai dari mereka keluar dari baby shop, di sambung saat telpon dan sekarang masih aja berlangsung.

"Apa sih!" ketus Ana saat ada sebuah tangan yang mencekalnya, dia yakin sekarang cowoknya lagi berusaha minta maaf dan memintanya untuk berbaikan. "Gue bilang juga a ... lo?"

Renjana membelalakan matanya saat tau siapa orang yang sedari tadi mencekalnya, "Lepasin!" kali ini dia benar-benar menghempaskan tangan itu.

"Kenapa sama dia lo bisa marah?" pertanyaan itu membuat Ana terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.

"Apa urusannya sama lo?" jawaban berupa pertanyaan itu terlontar.

"Kenapa sama gue lo nggak pernah nunjukin ekspresi apapun selain bahagia?"

Ana memicingkan mata dan bersedekap, "Gue tuh suka nggak ngerti ya sama lo. Kenapa sampe sekarang lo masih ngusik hidup gue sedangkan lo udah punya Mala? Gue udah ngebiarin lo sama sahabat gue. Gue nggak pernah ngungkit-ngungkit masalah lo yang mendua, bahkan gue nggak nyeritain kebusukan lo ke sahabat gue. Apa itu nggak cukup buat lo?"

"Tapi gue-"

"Cukup Ja!" potong Ana jengah dengan orang yang ada di hadapannya, "Jangan sok-sokan melas di hadapan gue, karena itu nggak akan ngerubah semuanya!"

Setelah mengatakan itu Ana langsung berbalik dan mulai melangkah pergi, hanya saja pergerakannya kalah cepat hingga Senja bisa menarik tangannya dan membawa dia ke dalam dekapannya.

"Maaf Na, gue nggak maksud buat nyakitin lo. Tapi semua di luar kendali gue," lirihnya yang membuat Ana tanpa sadar meneteskan air matanya.

Tidak ada yang mengerti bagaimana perasaan mereka saat ini, hanya saja sesak dan sakit berpadu menjadi satu.

"Kenapa lo tega...." Ana membalas pelukan Senja saat sebuah kata terasa tercekat di tenggorokannya.

Di sisi lain Egi sedang terdiam di pinggir lapangan, dirinya tidak mengerti tentang perasaannya saat ini. Kenapa dia jadi begitu sensitif cuma gara-gara botol bayi?

"Argh!" erangnya frustasi, "Harusnya gue nggak boleh semarah ini, apa gue minta maaf aja kali ya?" monolognya yang dia balas dengan anggukan.

Egi bertekad untuk menyelesaikan semuanya, kan malu kalau dirinya di cap seperti bocil sama orang yang lebih bocil darinya?  Tanpa berlama-lama dia berinisiatif untuk mencari kekasihnya ke UKS. Dalam keadaan seperti ini, sangat tidak mungkin kalau Ana bisa fokus di kelas, seandainya ke kelas pun yang dia lakukan pasti molor.

Di tengah jalan dia melihat kerumunan yang menghambat jalannya, tapi dia hanya mengedikan bahu dan melanjutkan langkah. "Pasti ada yang gelut," batinnya tanpa berniat untuk ngintip, takutnya bintitan jugakan.

Hanya saja saat sampai di UKS tidak ada siapapun di sana, "Apa iya dia ke kelas? Rajin amat cewek gue," batinnya dan mulai memastikan keberadaan sang kekasih.

Egi kembali berbalik dan menaiki tangga menuju kelas Ana, lagian bel masuk masih lima belas menit lagi. Jadi masih ada waktu untuk menyelesaikan semua ini sampai tuntas, toh semua masalah ini karena dirinya yang tiba-tiba bertingkah aneh. Harusnyakan dia bisa mengerti keadaan kekasihnya yang sedang tidak baik-baik saja.

"Ada Ana nggak?" tanya Egi saat sudah berada di pintu kelas Ana.

Beberapa orang menatap Egi dengan tatapan memuja, beberapa juga membuatnya sampai risih dan ingin membungkus wajah itu dengan keresek. "Ana nggak ada di kelas kak," jawab gadis berkacamata bulat nan tebal.

"Kalo nggak ada di kelas, dia kemana?" batin Egi bingung. Setau dia Ana tidak pernah suka ke rooftop ataupun taman belakang sekolah. Kalau tidak di kelas, pastinya di UKS, kalau keduanya tidak ada pasti tempat terakhir yang dituju adalah kantin.

"Oke makasih," ucap Egi ketika tersadar dari lamunannya.

Saat dia ingin membalikan badan, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya dan mengharuskannya untuk tetap berada di tempat.

"A-anu, maaf sebelumnya kalo lancang. Tapi gue mau nanya apa kakak sama Ana pacaran?" tanya gadis berkacamata bulat yang tadi menjawab pertanyaannya.

"Hmm, kenapa?"

Gadis itu memainkan jemarinya, sepertinya sulit sekali buat dia untuk berbicara. Tapi setelah beberapa kali berdeham, dia memberanikan diri untuk menatap Egi. "Tadi gue liat dia sama Kak Sen-"

Belum sempat gadis itu menyelesaikan pembicaraannya, Egi sudah melesat pergi. Entah mengapa perasaannya tidak enak, sepanjang jalan pun dia merutuki dirinya sendiri yang sudah meninggalkan Ana dengan dua sejoli biadab itu.

"Kalo lo sampe kenapa-kenapa gue nggak akan maafin diri gue sendiri!"

Baru saja menyelesaikan kalimat itu Egi mematung di tempat saat melihat pemandangan yang ada di depannya. Amarahnya memuncak bersamaan dengan sebuah tangan yang mendarat di pipi Ana.

Dengan tangan terkepal, Egi segera melangkah dan menarik tubuh Renjana kebelakangnya.

"APA-APAAN LO?!"

°°°

Drama duniawi si Senja emang nggak ada abisnya ya ges😪

Renjana : Berisik lo thor! Kenapa selalu gue yang tersakiti?

Author : Takdir.

Renjana : Hilih, si paling takdir!

Elegi : Dikasih takdir buruk sama Tuhan tau rasa lo!

Author : Heh! Berani lo sama gue?

Senja : Ngapain takut? Kan masih ada readers😘

Renjana : Kali ini gue setuju.

Elegi : Duain.

Dahlah, kalo sesi ginian author selalu dapet bullyan-,-

Niskala HatiWhere stories live. Discover now