5. Pentas Seni

42 28 13
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



Entah mengapa hari ini Ana merasa jenuh dengan guru botak yang sedang menjelaskan pelajaran. Bukannya apa-apa, tetapi memang guru itu sangat tidak good looking hingga membuat dirinya jengah. Apalagi perut buncitnya itu semakin membuat dirinya malas.

"HOAAAM,"

Semua mata langsung menatap ke arahnya tak percaya, namun dalam hati mereka sangat menyukai keberanian gadis satu itu.

"Renjana! Coba kamu jelaskan apa yang baru saja saya terangkan!" ucap guru itu dengan mata menyalak tajam.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Ana mendengus entah untuk yang keberapa kalinya.

"Jadi ... tiga loli milkita sama dengan satu gelas susu," jawabnya yang tentu saja mengundang gelak tawa dari seluruh penghuni kelas. Berbanding terbalik dengan pak botak yang sudah menahan emosi.

"Silahkan keluar sampai jam pelajaran saya selesai!" ucapnya tegas.

"Makasih bapakqu," jawab Ana antusias, menghiraukan Mala yang sudah menarik-narik bajunya.

Dia berjalan dengan anggun, bahkan saat sudah berada di depan dengan santuynya Ana melambaikan tangan seakan mengejek yang lain bahwa dia terbebas dari pelajaran ini. Namun langkahnya harus terhenti kala melihat seseorang yang sudah ada di depan pintu.

"Permisi pak, saya ingin meminjam Renjana boleh?" tanya lelaki itu sopan.

"Enak aja pinjem-pinjem, lo pikir gue barang hah?" sela Ana dengan tatapan tajam, "Gak usah diijinin pak, saya lebih milih ketiduran pas belajar daripada pergi bareng sama dia!" lanjutnya heboh.

"Ada perlu apa nak?" tanya guru itu mengabaikan Ana yang sedang kesetanan.

"Karena kelas 12 sedang melaksanakan pentas seni, jadi pihak ekskul kesenian menunjuk Renjana sebagai perwakilan kelas sebelas untuk penutupan acara nanti pak. Jadi sekarang dia harus gladi bersih dulu," paparnya yang langsung disetujui tanpa memikirkan perasaan Ana.

Sepanjang perjalanan hanya ada suara langkah sepatu, sepertinya mereka tidak berniat untuk memecahkan keheningan yang sedang terjadi.

"Kenapa sih harus gue? Terus kenapa harus lo yang ngejemput? Sok sokan modus banget!" cerocos Ana yang paling tidak betah dengan suasana canggung.

"Karena gue inget lo," jawab Senja kelewat santai.

"Heh Martono! Inget yak, lo sama gue udah end! Dan sekarang gue udah punya ayang Egi, jadi nggak usah ngadi-ngadi!" ucap Ana dengan suara yang aduhai.

Tidak ingin menjadi pusat perhatian, Senja memilih untuk mengedikan bahu dan berlalu begitu saja. Lagipula rencananya sudah berhasil, dan nanti dia bisa melihat gadis itu bernyanyi kembali. Karena sesungguhnya dia sangat merindukan suara lembut gadis itu.

Disisi lain Ana hanya bisa menggerutu dalam hati saja karena melihat tingkah mantan tak tau diri itu. Apakah dia pikir dirinya baik-baik saja? Apalagi saat jalan berduaan seperti tadi, pengen melukkan jadinya-,- Ingin sekali Ana mengutuk lelaki itu menjadi remahan rengginang agar menjadi semakin tidak berharga.

"Waktu persiapan lo cuma satu jam. Pilih lagu yang tepat, dan rias diri lo disana," ucap seorang gadis yang Ana yakini sebagai salah satu panitia acara ini.

"Dasar biadab! Senengannya kek tahu bulat aje, serba ngedadak! Emang dia pikir gue kek RCTI apa yang selalu oke," gerutu Ana sepanjang persiapan.

"WOY PANITIA! GUE GANTI BAJU KAGAK?" teriaknya dari dalam, karena sungguh dia sangat mager meskipun hanya berjalan lima langkah.

"Nggak usah, tinggal pake blazer OSIS aja tu yang ada digantungan." Jawab seseorang yang entah siapa dan bagaimana bentukannya.

Tanpa menunggu waktu lama, Ana segera meraih beberapa make up dan memoles wajahnya tipis. Karena baginya, tanpa make up saja sudah cetar membahenol, lalu untuk apa merusak pahatan Tuhan yang begitu indah ini?

"Lima belas menit lagi," ucap panitia memperingati.

"Cepet amat dah, gue aja belum tau mau nyanyi apaan." Ana masih setia dengan gerutuannya.

Untuk menghilangkan kegabutan, Ana menatap langit-langit dan melihat cicak yang sedang india-indiaan dengan seekor nyamuk. Meskipun dia harus melihat adegan pembunuhan disana, ditambah sang cicak tidak merasa berdosa karena sudah menghabisi nyawa nyamuk yang tak berdosa.

"Na, ayo!" jemput seseorang yang sama sembari memberikan Ana gitar.

Dengan santai Ana menaiki panggung, bahkan tidak ada tanda-tanda kegrogian disana. Hal itu membuat panitia yang melihat dia menatap takjub, padahal mereka tau sekali apa saja yang gadis itu lakukan selama berada di belakang panggung.

Saat suasana sudah kondusif, Ana mulai memetik senar gitar hingga menghasilkan alunan yang begitu indah.

Aku mengerti perjalanan hidup yang kini kau lalui

Aku berharap meski berat kau tak merasa sendiri

Kau telah berjuang menaklukan hari-harimu yang tak indah

Biarku menemanimu membasuh lelahmu

"Yang tau lagunya bisa nyanyi bareng ya," ucap Ana di sela-sela lagu.

Izinkanku lukis senja
Mengukir namamu disana
Membawa kamu bercerita
Menangis tertawa

Biar kulukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia

Lagu itu terus berlanjut, dan tentunya ini sudah seperti konser dadakan melihat semua orang yang ada di aula ikut bernyanyi. Ana sendiri pun merasa terharu melihat antusiasme orang-orang disini, padahal hatinya jadi mellow gara-gara lagu sialan ini.

Setelah menyanyikan bait terakhir, Ana terdiam. Melihat semua kakak kelasnya bertepuk tangan dan beberapa menatapnya kagum secara terang-terangan. Namun entah mengapa jemarinya kembali memainkan senar gitar, walaupun nadanya absurd tapi masih terdengar merdu.

"Kalian tau..." Ana menggantungkan kalimatnya hingga membuat suasana kembali hening, "Senja gue masih disini," ucapnya sembari menunjuk jantungnya, pandangannya pun kini tertuju kepada seseorang yang kebetulan duduk di hadapannya.

Suara kekehan terdengar begitu miris, semua orang yang ada di ruangan pun dapat merasakan bahwa gadis dihadapannya ini sedang tidak baik-baik saja.

"Tapi ternyata, bahagianya gue justru jadi sakit paling hebat yang lagi gue alami." Tanpa terasa air matanya kembali luruh, "Mungkin kalian pikir gue cuma gadis abnormal yang selalu ketawa di setiap hal, tapi tanpa kalian sadari gue lagi menertawakan diri sendiri. Dan sejak saat itu, gue benci senja."

Hening...

"Wes, selow gaess. Ini bagian dari acting gue aja kok!" ucap Ana setelah menghapus air matanya diiringi dengan cengiran kuda.

"Anjaay," ucap seorang lelaki hingga suasana kembali riuh dan tentunya dengan tepukan tangan yang sangat meriah.

Dengan bangga Ana membungkukan tubuhnya, melambaikan tangan, dan memberikan flying kiss kepada para hadirin sebelum akhirnya dirinya harus menerima nasib diseret paksa oleh panitia.

"Ish lepasin! Nggak sopan banget kalian! Setelah mohon-mohon biar gue tampil, sekarang malah seenak jidatnya ngusir!" omel Ana tidak terima.

Hanya saja tanpa orang-orang sadari, ada dua orang yang hatinya ikut teriris karena perkataan Ana. Yang satu sangat merasa bersalah, sedangkan satunya harus kembali menelan pil pahit. Tentunya hanya mereka yang tau, bahwa tadi adalah murni curahan hati seorang Renjana.

°°°

Holla gaees, gimana sama tingkah Ana hari ini? Absurd-absurd gitu tapi dia kek punya sesuatu gitu nggak sih?

Renjana : Sotoy lu thor-,-

Author : Jujur aga kali, dasar gengsian.

Yah, begitulah kehidupan author aama anak-anaknya🥴

Niskala HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang