16. Hilang

20 13 2
                                    

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN YA GENGS😘



Renjana lari dengan tergopoh-gopoh, pipinya juga sudah dibanjiri air mata yang sampai saat ini masih terus mengalir.

"Sus, korban kecelakaan motor ada dimana ya?" tanya Ana saat bertatapan dengan suster.

"Oh yang anak sekolah itu ya?" tanyanya yang langsung dibalas dengan anggukan, "Dia langsung di tindak karena ada luka serius di kakinya, jadi sekarang sudah ditangani oleh dokter bedah."

Ana langsung luruh dengan tangisan yang semakin kencang, dia tidak mengerti dengan semua ini. Mengapa hal ini harus menimpa Egi? Padahal tadi baru saja dia merasakan kehangatan yang diciptakan oleh keluarganya.

"Adek nggakpapa?" tanya suster sembari berusaha menuntun Ana menuju kursi tunggu.

"Ruang operasinya dimana ya sus? Saya mau ke sana," tanya Ana disisa tenaganya.

Setelah suster menjelaskan jalan menuju tempat operasi, dengan cepat Ana langsung melesat ke sana. Ruang tunggu di sana begitu hening, membuat rasa sesak yang dari tadi menggelayuti dirinya semakin berat.

Dilihatnya lampu yang menyala, "Lo kuat Gi," lirihnya sambil menyenderkan dirinya di tembok.

Dia sama sekali tidak peduli jika ada yang menganggap dirinya gembel karena pakaiannya yang sudah tak karuan, belum lagi wajahnya yang sudah kucel kumel karena beraktifitas seharian. Yang ada dipikirannya saat ini adalah keselamatan kekasihnya, karena tanpa Elegi dia tidak tau akan kuat atau tidak menjalani kehidupan.

"Mama," lirih Ana dan langsung memeluk Mama Egi yang baru datang.

Tangisan langsung pecah seketika, dia bahkan tidak menyadari jika ada lelaki paruh baya yang sedari tadi tengah memandanginya.

"Gimana keadaan Egi?" tanya mama yang hanya dibalas dengan gelengan.

Sudah satu jam Ana menunggu, tapi pintu tak kunjung terbuka. Hal itu membuat hatinya semakin tidak karuan, terlebih tadi dia hanya sendiri dan sibuk memikirkan nasib.

"Kamu pacarnya Egi?" suara berat mengintrupsi, membuat pandangan Ana beralih.

"Iya om,"

Lelaki yang diketahui Papa Egi mendekat, tatapannya sangat sulit dideskripsikan hingga membuat hati kecil Ana menciut. Apakah Papa Egi akan menyalahkan dirinya atas musibah yang sedang menimpa putranya? Jika iya, sungguh Ana tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mau mengelak pun memang sebelum kejadian ini datang, Egi mengantarnya untuk menghilangkan kesedihannya.

"Saya tau kamu sangat terpukul, tapi lebih baik kamu pulang. Kasian orang tua kamu."

Ana langsung menggelengkan kepala, "Enggak om, Ana mau nungguin Egi."

"Tapi sekarang sudah jam tujuh, kamu harus istirahat biar besok bisa sekolah." Papa Egi masih berusaha membujuk walau jawaban yang dia dapat masih gelengan.

Mama Egi yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam, dia sangat tau bagaimana perasaan gadis itu sekarang. Terlebih rumah yang selalu dia tempati tidak bisa menjadi tempatnya berpulang.

"Yang di omongin papa bener sayang," akhirnya mama angkat bicara, "Kamu butuh istirahat, nanti kalo ada informasi mama kasih tau."

"Tapi Ana mau ngeliat Egi ma," kali ini intonasi yang dikeluarkan terdengar sendu. Siapa pun yang mendapatkan kabar tentang anggota keluarganya yang terkena musibah pasti akan merasakan kesedihan, hanya saja di sini Ana merasakan kesedihan itu jauh berkali lipat dari yang lainnya.

Niskala HatiOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz