Bag 60

121K 16.5K 2K
                                    

Selamat membaca 🔥

¥¥¥¥¥¥¥¥

Pagi ini di temani Cecil, Hera melangkahkan kakinya menuju kediaman Amanda yang terletak di sayap kanan istana Eartland. Jaraknya yang cukup jauh membuat Hera mendesah kasar, menyesal telah menolak mentah-mentah menaiki kereta kuda.

Cecil di belakangnya pun selalu menunjukan wajah khawatir, mengingat nonanya tengah hamil, dan mereka melewati jalan-jalan jelek penuh kerikil, dengan beberapa air menggenang bekas hujan tadi malam.

"Cecil," Hera membalikan badannya, sembari mengelap peluh di dahinya.

"Aku akan duduk di sini, kau kembalilah, bawakan aku kereta kuda!" perintah Hera, membawa tubuhnya duduk di atas batu besar dekat pohon.

Cecil yang mendengar itu, lantas tersenyum. "Baik nona. Anda tunggulah di sini, saya akan segera membawanya kemari."

Hera membalas dengan anggukan singkat, lalu melambaikan tangannya menyuruh Cecil cepat pergi.

"Saya permisi, nona. Mohon tetaplah di sini, jangan kemanapun sebelum saya kembali." Peringat Cecil, sebelum akhirnya berbalik, dan berlari cepat menuju kediaman Brian.

"Hm, memangnya aku mau kemana" gumam Hera pelan.

Melihat punggung Cecil telah menghilang di kelokan, bola mata Hera lantas memindai sekeliling. Lalu terhenti, ketika menangkap objek perbukitan kecil di depan sana. Tempat dimana domba, sapi dan beberapa rusa biasa mencari makan.

Sudut bibirnya pun terangkat, mengakui bagaimana indahnya dunia novel yang menjadi bumi keduanya dalam menjalani hidup.

"Indah, namun menyesakan. Tanpa di sadari, aku telah terlalu jauh membuat alur dunia fana ini berantakan. Dan sialnya aku bahkan hamiludin anak siluman itu."

"Malang sekali hidupku ini." Hera menunduk, meratapi hidupnya.

"Terlalu betah di sini juga tidak baik ternyata." Ia kali ini mengangkat kepalanya, menatap lurus ke depan.

"Kapan aku kembali ke duniaku, Ya Tuhan!" Pekik Hera kencang, sembari mengambil batu di bawahnya dan melemparkannya jauh ke depan.

"Aku rindu ayam-ayam dan albumku. Huaa, kalau begini terus, rasa-rasanya ingin mati saj---"

SRAK

CTARR

Glek

Tubuh Hera seketika menegang, matanya ikut terbelalak lebar. Bagaimana tidak? tepat sedetik yang lalu, sebuah anak panah baru saja melewati wajahnya, dan menancap tepat pada pohon di sampingnya.

Apa doaku secepat itu terkabul?

Kepalanya pun menoleh perlahan, berniat menatap ke arah sang pelaku. Tapi secepat itu pula, mulutnya di bekap dengan sapu tangan, kepalanya yang berharga juga di tutup menggunakan sebuah kain gelap.

Kurang ajar, setidaknya jika menculiku cuci dulu kain bau kotoran kerbau ini!

Hera terus berteriak dalam hati dan berusaha melepaskan diri, karena bau kain yang membungkus kepalanya mengeluarkan bau busuk, dan itu membuatnya menjerit jijik.

The Villainess (End)Where stories live. Discover now