[23.] Bad Day To Rafael.

42 1 0
                                    

-ᝰ⸙-

Seperti yang di janjikannya tadi pagi, sore ini Rafael akan mengajak Vanya pergi untuk jalan-jalan. Itung-itung sekalian nge-date karena ini adalah hari pertama mereka dengan status baru. Yaitu sebagai pasangan yang baru resmi jadian. Jadi bukankah ini harus di rayakan?

Kini Rafael sudah siap dengan atasan kaos putih polos, dan jaket denim. Penampilannya semakin cakep saja karena memakai celana luis warna biru dengan keputihan dan sedikit sobek di bagian lututnya. Kelihatan aesthetic dan pastinya tidak mengurangi kadar ketampanan seorang Rafael Arsya Ravindra.

Ngomong-ngomong, setiap mengingat nama ayahnya yang terbesit dalam namanya, Rafael selalu saja merasa marah dan kesal pada diri sendiri. Hingga sampai berfikir kalau kenapa dia harus di lahirkan sebagai seorang anak dari Ravindra Adhitama–seorang ayah yang paling bejat dan jahat di mata Rafael. Ia sangat menyesali hal itu.

Tapi apa boleh buat, ia harus tetap menjalani hidup ini demi mendiang Amanda yang mungkin sedang memperhatikannya dari atas sana. Karena seorang ibu pasti menginginkan anaknya hidup dengan aman, tentram dan bahagia. Meski Rafael tidak pernah merasakan itu.

"Rafael, lo udah cakep banget. Vanya pasti tergila-gila kalau liat penampilan lo yang sekarang," ujar Rafael kepada dirinya sendiri di depan cermin sambil merapikan anak rambut yang kadang sulit di atur.

"Perfect!" pujinya pada diri sendiri. Sangat kepedean memang, tapi selama itu untuk Vanya, maka boleh-boleh saja.

Selesai dengan urusan penampilan, Rafael mengambil kunci mobil yang di wariskan oleh mendiang Amanda lalu bergegas keluar dari kamar. Tak lupa dengan dompetnya. Jangan sampai Vanya yang harus membayar makanan mereka nanti hanya karena Rafael lupa membawa benda keramat yang penuh dengan lembaran uang dan kartu ATM itu.

Namun, baru saja ingin membuka knop pintu mobil pengemudi, kesabaran Rafael harus di uji karena melihat ketiga laki-laki yang paling di bencinya setelah Ravindra. Khususnya yang ada di tengah, dia adalah Reyhan–adik tirinya.

Hal itu membuat Rafael mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil. Ia lalu melangkahkan kakinya mendekati Reyhan dan kedua temannya yang berdiri tepat di luar pagar apartemen Rafael yang tadi lupa ditutup.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Rafael tidak santai. Laki-laki itu sudah menatap Reyhan nyalang, padahal Reyhan baru menampilkan smirk-nya saja.

Reyhan melirik ke arah lain lalu menatap kakak tirinya lagi dengan tatapan yang sulit di artikan. Senyuman yang sama sekali tidak menyiratkan rasa suka itu masih ia tampilkan. Itu membuat Reyhan jadi kesal sendiri. Sebenarnya apa yang membuat Reyhan repot-repot datang ke apartemennya setelah beberapa hari yang lalu? Sayangnya wajahnya itu sulit di tebak.

"Rapi banget, mau kemana?" tanya Reyhan yang menghiraukan pertanyaan Rafael. Karena menurutnya itu tidak penting.

"Bukan urusan lo, minggir." Rafael menatap Reyhan datar. Laki-laki itu benar-benar benci dengan Reyhan. Jangan tanyakan kenapa.

Reyhan sengaja melangkah ke kanan saat Rafael ke arah kanan, sebaliknya jika Rafael ke arah kiri Reyhan juga mengikutinya.

Rafael memejamkan matanya sejenak guna meredam emosi yang sudah memuncak sejak bener saat lalu karena manusia menyebalkan di hadapannya ini. Sebenarnya mau Reyhan itu apa?

Sepertinya dia suka sekali mengganggu hidup Rafael. Benar-benar tidak mencerminkan seorang adik yang baik. Meski hanya adik tiri, seharusnya Reyhan bisa bersikap sopan kepada Rafael. Tapi ini tidak sama sekali.

"Lo belum liat kalau gue main tangan?" tanya Rafael sambil pura-pura mengunyah permen karet untuk memberi kesan 'lakik' pada dirinya. Ia juga menggulung lengan jaketnya sampai siku agar bisa leluasa memberi tinjuan ke arah Reyhan.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang