[42.] Mental health.

45 1 0
                                    

Bintang sama komennya ya shiniee 😊

Jangan jadi siders fliss 🙏

Follow my sosial media :
ig @adeeliapple
tiktok @adeliaa_28

Ig para cast rava nyusul yaa 🤍

****

📖 || Happy reading

Rafael menutup pintu apartemennya dengan sangat pelan begitu mengetahui Anggara—calon mertuanya, eh—sedang tidur dengan posisi duduk di sofa ruang tengah. Sepertinya pria itu kelelahan. Rafael jadi merasa bersalah melihatnya. Anggara sudah capek-capek bekerja seharian, lalu Rafael malah menyuruhnya datang untuk menjaga Vanya, pasti itu sangat melelahkan bagi pria yang sudah tidak muda lagi itu.

Setelah melepas jaket denim dan sepatunya lalu menaruhnya pada tempatnya, Rafael melangkah dengan pelan menuju kamar yang di tempati Vanya.

Laki-laki itu membuka pintu dengan pelan juga, agar tidak menggangu Vanya yang mungkin sedang istirahat.

Di sisi lain, Vanya yang tadinya sedang menggambar sesuatu pada kertas kosong langsung menyembunyikannya ke belakang tubuh begitu tahu ada yang masuk. Ternyata itu adalah Rafael, kekasihnya. Vanya langsung bernapas lega, Ia kira siapa tadi. Rasa takut tentang semua kejadian kemarin masih begitu membekas di benak dan pikirannya.

"Anya? Lagi ngapain?" tanya Rafael sembari mendekat ke Vanya yang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang.

Itu, El, Nya. Pacar, Lo. Bukan orang lain apalagi d-dia. Batin Vanya mencoba memberi sugesti pada tubuhnya yang tremor saat melihat Rafael semakin mendekat. Vanya menggenggam tangannya sendiri dengan erat agar tidak bergetar lagi. Keringat dingin kini sudah membasahi tubuhnya.

"Anya, Kamu ngga papa?" Rafael ingin menyentuh pucuk rambut Vanya, namun tidak jadi karena tiba-tiba Vanya mundur ke belakang seperti ketakutan dan menghindar dari Rafael. Seolah Rafael adalah sebuah 'ancaman' bagi Vanya.

Rafael tertegun melihatnya. Sepertinya Ia harus memajukan jadwal pertemuan dengan psikolog agar Vanya segera di tangani. Rafael tidak bisa melihat Vanya seperti ini terus. Hatinya tidak tega melihatnya.

"Anya ini, Aku." Rafael bersuara lagi. Ia berharap Vanya dapat memberi respon dan tidak merasa takut padanya. Rafael menggenggam kedua tangan Vanya yang bertaut dengan erat karena Ia tahu, bahwa Vanya sedang melawan rasa takutnya saat ini.

Menyadari ada yang menggenggam tangannya, Vanya pun tersadar dari lamunannya lalu menatap Rafael dengan tatapan yang sulit di artikan.

Sedetik kemudian, tanpa Rafael duga, Vanya langsung berhambur kedalam pelukannya sambil menangis dengan histeris. Rafael hanya diam, sambil terus mengelus rambut gadis itu, menunggu sampai Vanya benar-benar tenang dan mengeluarkan semua uneg-unegnya.

Di dalam pelukan Rafael, Vanya berhasil mengeluarkan semua hal yang Ia pendam sejak kemarin. Entah itu rasa takut, traumanya, atau emosi, semuanya Ia keluarkan lewat tangisan. Rasanya lega sekali. Dadanya yang tadinya terasa sesak, kini sudah sedikit lebih baik dan melegakan. Dalam hati Vanya bersyukur karena Tuhan telah memberikan sosok lelaki seperti Rafael yang sangat baik dan sabar menghadapinya.

Beberapa saat kemudian, isakan tangis Vanya sudah mereda. Rafael melepaskan pelukannya secara perlahan lalu mengangkat dagu Vanya agar menatapnya karena gadis itu terus menunduk.

"Udah lega?" tanya Rafael dengan lembut sembari mengusap sisa air mata yang membekas di pipi tembam gadisnya.

Vanya hanya mengangguk. Lidahnya masih terasa kelu untuk sekedar membuka mulut. Ia menatap wajah tampan kekasihnya itu lama, lalu tiba-tiba memeluk Rafael kembali dan menangis lagi. Kali ini Ia memeluk Rafael lebih erat, hingga isakannya teredam oleh dada bidang cowok itu. Rafael langsung membalas pelukan Vanya sambil terus mengelus pucuk kepala dan punggung gadis itu bergantian tanpa henti.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Where stories live. Discover now