[24.] Don't worry.

43 1 0
                                    

-ᝰ⸙-

"Gue nggak nyangka kalau Rafael bakal kaya gini," ucap Bagas sambil menatap teduh Rafael yang masih tertidur.

"Ternyata dia masih menyimpan banyak rahasia dari kita selain pertengkarannya sama om Ravindra," balas Alvin lalu duduk di kursi yang ada di samping brankar.

"Kalian ngomong apa?" tanya Rafael. Ternyata dia sudah bangun tapi pura-pura tidur saat Bagas dan Alvin masuk.

Bagas sontak terlonjak kaget saat mengetahui kalau Rafael sudah membuka matanya. "Buset. Lo udah bangun? Kaget gue," pekiknya.

Rafael ingin mengubah posisinya untuk duduk tapi malah di tahan oleh Alvin. Lagi pula, kepalanya terasa sakit saat bergerak terlalu banyak. Rafael pun kembali berbaring lalu menatap Alvin dan Bagas secara bergantian.

"Kok gue bisa di sini?" tanya Rafael. Dia langsung tahu kalau ini adalah rumah sakit setelah melihat ada infusan yang terpasang di tangannya. Bau obat dan disinfektan juga menyerbak penciuman.

"Bisa lah, gue sama Bagas liat lo pingsan di depan apartemen dengan muka babak belur. Jadi gue bawa kesini. Lo punya hutang janji sama gue buat jelasin semua ini," ujar Alvin dengan tegas. Raut wajahnya tidak santai sama sekali. Dia sangat mengkhawatirkan kondisi Rafael sekarang.

"Jelasin apa?"

Bagas berdecih pelan lalu menatap Rafael malas tapi tetap menyiratkan kekhawatiran. "Kenapa lo nggak bilang kalau lo pernah operasi mata? Gue makin kaget lagi karena mata lo diganti sama mata orang meninggal yang warnanya biru. Udah kaya bule aja lo," dumel Bagas. Ini pertama kalinya Bagas cerewet soal kesehatan Rafael.

Perlu kalian ketahui, sekarang Rafael sedang tidak memakai lensa kontak. Itu artinya Bagas dan Alvin sudah melihat bagaimana wajah Rafael saat mata birunya itu tidak ditutup. Yang pasti tidak mengurangi kadar ketampanannya, malah semakin ganteng!

Pasalnya Rafael sedikit mengangkat penutup mata yang menganggu penglihatannya. Sayangnya Rafael tidak menyukai mata ini karena membuatnya kesakitan di waktu tertentu.

"Ceritanya panjang," jawab Rafael santai.

"Apa ini ada hubungannya juga sama bokap lo?" tanya Alvin pelan. Pasalnya Rafael menjadi sensitif jika membahas soal ayahnya. Benar saja, Rafael langsung menatapnya tajam. "Gue cuma nanya," kilah Alvin cepat.

"Terus, gimana keadaan lo sekarang?" tanya Bagas guna mengalihkan topik pembicaraan Alvin.

"Biasa aja."

"Biasa aja tapi sakit, kan? Bener kata Alvin, lo punya hutang penjelasan sama kita."

"Jelasin tentang apa? Ini?" Rafael menunjuk mata kirinya yang kini ia tutup dengan perban dan kain yang bentuknya seperti penutup mata yang biasanya dipakai bajak laut. Tapi yang ini warnanya cokelat susu.

"Kalau bisa jelasin sekarang juga," kata Alvin sambil bersedekap dada.

"Gue lagi nggak mau bahas itu sekarang."

Alvin menghela nafas, lalu menatap Rafael lagi. "Terus siapa yang bikin lo sampai kaya gini?" Saking khawatir dan penasaran juga tentang penyebab awal kenapa mata Rafael bisa seperti itu, Alvin sampai lupa bertanya siapa yang berani melakukan ini pada laki-laki itu.

"Ada pokoknya, seekor babi yang menjelma jadi anjing," jawab Rafael asal. Bahkan raut wajahnya langsing berubah karena pertanyaan Alvin mengingatkannya pada Reyhan. Adik tiri kurang ajar yang menjadi penyebab kenapa dia sampai seperti ini.

"Lapor polisi aja, El. Ini udah kelewat batas namanya," ucap Bagas. "Tapi gue juga pengen berterimakasih sama orang yang udah hajar lo karena itu bikin gue sama Alvin tahu apa rahasia terbesar lo selain on Ravindra," pungkas Bagas yang langsung mendapat tatapan tajam dari Alvin.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Where stories live. Discover now