[29.] Salah paham.

38 2 0
                                    

—ᝰ⸙—




Kondisi Rafael sempat memburuk lalu di bawa kembali ke rumah sakit Diwangkara oleh Alvin dan Bagas. Vanya tentu saja ikut.

Dalam perjalanan sampai Rafael di katakan sudah stabil, Vanya masih tidak berhenti menangisi laki-laki itu. Alvin dan Bagas sudah berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan Vanya, namun semua usaha mereka sia-sia.

Terbukti sekarang Vanya masih menangis terisak-isak sambil duduk di samping brankar yang di tiduri Rafael. Meski sudah stabil kembali, Rafael masih harus di rawat dalam ICU. Dokter hanya takut kemungkinan buruk yang akan terjadi malah dapat membahayakan kesehatan Rafael jika hanya di rawat di bangsal apalagi rawat jalan.

Bunyi dari pintu masuk membuat Vanya yang sedang memejamkan mata dengan lengannya sebagai bantalan menjadi terbangun. Kepalanya menoleh ke arah pintu bangsal yang baru saja ditutup oleh Adhitama.

Pasti Bagas dan Alvin nggak punya pilihan lain selain bolehin om Adhitama masuk. Kalo Rafael tahu kondisinya bakal lebih parah.

"Apa saya boleh mendekati Rafael? Setidaknya untuk sebentar saja, kalau tidak boleh ya tidak apa-apa," ucap Adhitama pelan seperti orang yang setengah berbisik.

Tanpa sadar Vanya mengangguk. Ia juga tidak punya pilihan lain selain memperbolehkan Adhitama menemui Rafael yang notabene-nya adalah putra kandungnya.

Adhitama tersenyum lalu perlahan mendekat ke brankar. Vanya berdiri lalu melangkah mundur guna mempersilahkan Adhitama duduk di kursi samping brankar pasien.

"Assalamu'alaikum anak papa."

Vanya hanya diam dan menyimak apa yang akan di katakan Adhitama pada Rafael.

Adhitama meraih tangan kanan Rafael di terdapat infus lalu menggenggamnya. Pria itu tampak menundukkan kepalanya seperti sedang menahan tangis. Vanya tidak bisa melihat wajah Adhitama karena pria itu membelakanginya.

"Papa nggak nyangka kalau perbuatan keji yang papa buat di masa lalu bikin mental kamu sampai terganggu kayak gini," ucap Adhitama pelan namun masih dapat di dengar oleh Vanya.

Vanya mengerutkan dahi, tunggu, Vanya hanya tahu soal keadaan Rafael yang sudah stabil namu  masih harus di rawat dalam ruang ICU dari Bagas dan Alvin.

Tapi kata Adhitama tidak hanya fisik Rafael yang sakit, tapi juga .... mentalnya? Apa-apaan ini? Jadi Bagas dan Alvin telah menyembunyikan sesuatu dari dirinya tentang keseluruhan informasi kesehatan Rafael?

Tapi bagaimana bisa mereka melakukan itu sedangkan Vanya ini ada kekasihnya Rafael? Mata Vanya memanas setelah mengetahui satu fakta itu. Ingin menangis namun ia menahannya karena ada Adhitama disini.

Terdengar isakan pelan dari mulut Adhitama sebelum pria itu berucap, "Setelah kamu bangun dan sembuh, papa mau minta maaf untuk yang terakhir kalinya sebelum papa menyerahkan diri ke kantor polisi,"

Sebelah tangan Adhitama tak di biarkan menganggur, pria itu mengangkat tangannya ke pucuk kepala Rafael kemudian mengelus surai hitam putranya.

Melihat perlakuan Adhitama yang berbeda 180° dari belasan tahun yang lalu membuat Vanya bisa menyimpulkan bahwa Adhitama pasti sangat menyayangi putranya itu dan menyesali perbuatannya.

Namun, semua sudah terjadi. Kini saatnya Adhitama mempertanggung-jawabkan perbuatannya ke pihak yang berwajib.

".... kamu bisa selalu benci sama papa. Kamu juga boleh nggak maafin papa. Yang penting papa sudah minta maaf sama kamu."

Kali ini terdengar isakan yang terdengar menyakitkan di telinga Vanya. Vanya sudah menangis tanpa suaranya sembari membekap mulutnya. Ia tidak ingin merusak momen ini.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Where stories live. Discover now