[40.] Hukuman.

40 1 0
                                    

Assalamu'alaikum ...🙏

Absen dulu kalian baca chapter ini di jam berapa dan kalian asalnya dari mana aja?

***

Happy reading💃🏻

Jam menunjukkan pukul 06.15 a.m. Rafael terbangun dari tidurnya karena merasakan lehernya yang pegal-pegal. Mungkin ini karena posisi tidurnya yang tidak benar.

Memposisikan dirinya untuk duduk, dan mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mata, pandangan Rafael langsung tertuju pada ranjang yang kosong. Sontak Rafael langsung bangkit dari duduknya. Pertanyaannya ada satu, Vanya kemana? Ia ingat sekali bahwa semalam Vanya tidur disini.

"Anya? ... Kamu dimana?" Rafael menahan napas sejenak namun tetap berusaha tenang saat mengecek kamar mandi karena Vanya tidak ada di sana.

Ia pun pergi keluar kamar utama hotel lalu menuju ke ruang tengah yang berhubungan langsung dengan dapur. Di situlah Rafael dapat menghela nafas lega. Vanya ternyata sedang duduk di sofa depan televisi sambil melamun dengan tatapan ... kosong?

Vanya terlonjat kaget mendapati Rafael yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya dengan tatapan sendu dan khawatir yang kentara sekali.

Rafael dapat melihat, ada yang berbeda dari Vanya pagi ini. Bahkan tidak biasanya gadis itu hanya duduk melamun seperti sekarang.

"Kamu baik-baik aja, 'kan? Ada yang sakit?" tanya Rafael sembari mengelus pipi kiri Vanya. Namun anehnya, Vanya perlahan menjauhi wajahnya dari tangan Rafael. Dahi Rafael mengernyit heran. "Kenapa?" tanyanya lagi.

Vanya hanya menggeleng pelan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lalu menundukkan kepalanya. Seketika Rafael mengerti dan paham, apa yang sedang Vanya rasakan saat ini.

Pasti Vanya ketakutan, namun Ia tidak bisa berbuat apa-apa apalagi marah karena tidak ada keberanian dalam dirinya. Jujur didalam relung hati Rafael ikut merasa sakit melihat kondisi Vanya sekarang.

"Anya ... Jangan pikirin apapun tentang semalam, ya. Sekarang Kamu baik-baik aja. Ada aku disini, okey?" Rafael berusaha menarik tubuh Vanya ke dalam pelukannya meski awalnya Vanya menolak dan memberontak, namun lama-lama Vanya bisa tenang dengan isakan kecil yang terdengar pilu di telinga Rafael.

"Tenangin diri Kamu, ya. Jangan takut," ujar Rafael seraya mengelus surai hitam Vanya yang sedikit berantakan.

Mendapat perlakuan lembut dari Rafael, tangisan Vanya semakin kencang. Rafael semakin mengeratkan pelukannya sambil terus membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk gadisnya.

Setidaknya sampai Anggara datang. Setelah itu Rafael akan menitipkan gadisnya pada Sang Ayah agar Ia dapat pergi guna mengurus Reyhan yang hingga saat ini masih Ia percayakan pada Alvin dan Bagas.

****

Dua jam dalam posisi berpelukan, Vanya akhirnya tertidur dalam pelukan Rafael. Mungkin karena terlalu lama menangis dan kelelahan. Vanya jadi mengantuk dan mudah tertidur.

Rafael pun sama, nyaman dalam posisi ini juga efek kelelahan begadang semalaman, laki-laki itu juga ikut tertidur di atas sofa empuk depan televisi.

Jam  sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, tepat saat itu juga, bel pada pintu utama berbunyi. Rafael sontak langsung membuka matanya. Ia bernafas lega karena Vanya tidak terganggu tidurnya.

Melepas pelukannya pada Vanya perlahan-lahan lalu membawanya ke kamar, Rafael bergegas untuk membuka pintu.

"Papa?" sebut Rafael dengan berbisik. Sebab takut menganggu tidur gadisnya.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang