[26.] Bucin.

47 2 0
                                    

-ᝰ⸙-

Bugh.

Bugh.

Bugh.

"Bagus!! Tingkatkan kekuatan ototmu Kirana! Anggap samsak itu adalah musuh kamu!!" teriak Fajar menyemangati murid perempuan kebanggaannya.

Di karenakan hanya Kirana 'lah satu-satunya murid perempuan yang paling aktif berlatih tinju disini, Fajar jadi bersemangat jika sedang melatih gadis tomboi itu.

"ITU BARU MURID SAYA!" teriak Fajar dengan semangat.

Kirana tersenyum senang lalu semakin ganas meninju samsak di hadapannya. Seakan ada emosi yang bergejolak, peluh dengan cepat membasahi kening mulusnya.

Nafasnya memburu, namun ia tidak akan berhenti sampai puas meninju benda mati yang tidak bersalah itu.

Hingga beberapa saat kemudian, Kirana mulai memelankan pukulannya lalu mengatur nafasnya.

Kirana menengadahkan tangannya begitu Bang Fajar memberinya sebotol air minum. Gadis itu meneguknya hingga tandas tak bersisa. Latihan yang benar-benar menguras tenaganya.

"Kalau kamu terus meningkat seperti ini, saya bisa mendaftarkan kamu ke perlombaan tinju putri tingkat sekecamatan. Itu pun kalau kamu berminat." Fajar menepuk bahu Kirana pelan lalu tersenyum. "Saya berharap banyak sama kamu, Na," ucapnya.

Kirana hanya memberikan seulas senyuman yang tidak bisa di artikan. Namun, sorot matanya tampak jelas menampakkan kalau dia sedang bingung antara minat atau tidak dengan tawaran Bang Fajar tadi.

"Tolong di pertimbangkan ya, saya pergi dulu." Fajar meninggalkan Kirana sendirian disana dengan banyak hal yang memenuhi pikirannya.

Iya, Kirana datang pada hari selasa, makanya gedung pelatihan ini tampak sangat sepi. Vino juga tidak terlihat, bukan berarti karena gedung ini milik Fajar–pamannya, Vino jadi harus datang kesini terus 'kan?

Beberapa saat berfikir, Kirana memutuskan untuk pulang saja. Lagipula hari sudah sore, jangan sampai ia pulang pada malam hari. Bagaimana juga ia adalah seorang gadis.

....

Setelah pulang sekolah, Vanya langsung pergi ke rumah sakit di antar dengan Bagas dan Alvin. Siapa lagi kalau bukan untuk menjenguk laki-laki yang paling di cintainya, Rafael yang masih terbaring di rumah sakit.

Semenjak mengetahui Rafael yang mempunyai sakit cukup parah, Vanya tiba-tiba berubah menjadi pacar yang overprotektif tentang segala hal yang Rafael lakukan.

Mulai dari makanannya, apa saja yang lelaki itu lakukan, hingga waktu istirahatnya yang sangat-sangat dijaga oleh Vanya. Rafael merasa bangga memiliki gadis itu.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Vanya sambil meletakkan keranjang berisi buah-buahan di atas nakas. Lalu duduk di kursi samping brankar yang di tiduri Rafael.

Bagas dan Alvin berdiri tepat di belakang Vanya. Persis seperti prajurit yang sedang menjaga baginda ratu agar tidak kenapa-kenapa. Dramatis!

Rafael tersenyum lalu menatap wajah cantik kekasihnya. "Udah membaik. Semoga bisa cepat-cepat keluar dari sini," jawab Rafael lalu mengelus punggung tangan Vanya di genggamannya.

"Sembuh dulu, baru bisa keluar," kata Vanya memperingati.

"Udah sembuh kok."

"Belum, buktinya mata kiri kamu masih di tutup perban." Padahal Rafael yang terluka, tapi anehnya Vanya yang merasa ngilu saat melihat luka di mata kiri Rafael.

"Ini udah mendingan," ucap Rafael tidak ingin membuat Vanya khawatir.

"Pacaran aja teroosss ... Kita jadi nyamuk aja di sini," sindir Bagas dengan tatapan sinis nya pada Rafael. Merasa kesal karena kehadirannya di sini seperti tidak di anggap.

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang