[25.] Rafael itu bayi!

51 1 0
                                    

-ᝰ⸙-

Di siang bolong yang panas ini, Reyhan dan kedua temannya sedang menikmati es kelapa muda yang segar setelah bermain bola basket tadi.

Kalian pasti tahu kalau olahraga atau penjaskes adalah mata pelajaran yang paling di sukai laki-laki. Mereka hanya akan bersemangat pada pelajaran ini.

Kecuali murid laki-laki yang memang hobinya belajar dalam artian suka membaca buku dan lain-lain.

"Gue jadi penasaran sama kondisi Rafael sekarang. Dia sekarat apa masih hidup ya?"

Pertanyaan aneh dan sedikit bodoh itu terlontar dari mulut Azka. Berteman dengan Reyhan dan Andre membuat rasa peduli dan empatinya hilang.

Bahkan, tidak ada raut wajah kasihan sama sekali yang terpatri di wajahnya. Sama halnya dengan Reyhan dan Andre, mereka terlihat tidak peduli. Mereka itu memang tidak punya hati nurani.

"Udah pasti sekarat lah. Lo nggak liat kemaren dia nyampe pingsan abis di hajar sama bos?" ucap Andre sambil menyeruput es kelapanya lagi.

"Apa perlu kita jenguk?" tanya Reyhan pada Andre dan Azka.

Andre dan Azka sempat saling pandang lalu menaikkan satu alis mereka seakan sedang merencanakan sesuatu.

....

"Cepet kasih tahu gue, Rafael ada dimana sekarang?" tanya Vanya tak tertahan.

Kini mereka bertiga sudah sampai di rooftop gedung utama SMA Antariksa. Salah satu tempat yang biasa Rafael kunjungi jika sedang banyak pikiran.

Alvin melepas genggaman tangannya lalu menatap Vanya dengan lamat. Bagas berdiri tepat di belakang Vanya.

"Lo mau bilang yang sebenernya, Vin?" tanya Bagas memastikan.

"Ada apa sih sama kalian? Rafael mana?!" Vanya sudah tidak tahan lagi. Ia tidak bisa hanya diam saja ketika tidak mendapat kabar yang jelas dari Rafael, ditambah kelakuan Bagas dan Alvin yang sangat mencurigakan. Vanya benar-benar khawatir.

"Sebenernya Rafael larang gue sama Bagas buat ngasih tahu ini."

"Alvin ... "

"Lo diem aja, Gas. Gue yang bakal ngomong sama Rafael," ucap Alvin lalu menarik nafas dan menghembuskannya pelan lalu kembali menatap seorang gadis di hadapannya.

"Jadi gini ... Kemarin, waktu gue sama Bagas mau mampir ke rumah Rafael, kita udah liat Rafael pingsan di halaman apartemennya dengan keadaan babak belur dan beberapa bercak darah di mukanya. Dan yang lebih parahnya lagi, mata kirinya Rafael itu,–"

"Alvin ...," Kali ini Bagas sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Gue bilang diem dulu, Gas." Alvin melirik Bagas sekilas kemudian menatap Vanya lagi. "–... Mata kirinya sampai membiru dan bengkak. Itu bukan hanya karena pukulan dari seseorang yang gue sama Bagas aja nggak tahu siapa orangnya. Rafael masih merahasiakan itu. Dan yang kita tahu, Rafael pernah mengalami cedera parah di masa kecilnya yang membuat dia harus menjalani operasi mata untuk menukar mata kirinya dengan mata orang lain yang sudah meninggal. Dan perlu lo tahu, mata pengganti buat Rafael itu warnanya biru." Alvin menghentikan ucapannya sejenak ketika melihat ekspresi kaget Vanya setelah mendengar penuturannya.

Bahkan, kelopak mata Vanya sudah berair. Sekali Vanya mengedipkan mata, maka air matanya akan luruh saat itu juga.

"Ya ampun, El ... "

"Gue lanjutin ya ... Jadi, karena dia mau menutupi mata birunya, Rafael harus memakai lensa kontak setiap hari. Dia ngerasa malu dan membenci mata kirinya yang warna biru itu, Van. Dan ini kayanya ada hubungannya sama bokapnya. Soal bokapnya ...,"

RAVA : Rafael - Vanya ( SELESAI )Where stories live. Discover now