[19]EGO:彡

2.5K 598 168
                                    

BUDAYAKAN VOTE YA, YANG NGELIAT BANYAK TAPI YANG RAJIN VOTE SEDIKIT.
HAPPY READING!

•••

Hanum mengerjapkan matanya perlahan, pandangan yang memburam dan samar-samar kian terlihat jelas.

"Hanum?"
Panggilan dari orang disisinya membuatnya menoleh, menemukan sosok mertuanya yang penuh dengan kekhawatiran

Hanum juga melihat ada banyak pembantu di sekitarnya mengelilinginya dengan raut yang sama dengan Ajeng

"Ibu?" Hanum mencoba duduk walau kepalanya masih terasa berat, Ajeng dengan sigap memapah Hanum untuk memposisikan duduknya

"Minum obatnya" Ajeng menyodorkan sebuah pil, tak ketinggalan dengan air putihnya

Hanum pasrah menerima, dengan segera ia meminum obat yang di berikan ibu mertuanya.

Awalnya ia kira ini hanya pusing biasa yang hanya datang lalu dengan cepat pergi namun melihat dirinya yang terbaring di kasur membuatnya merasa kalau dirinya benar-benar sakit

"Kalian ngapain masih disini? Gak ada kerjaan?" Tanya Ajeng ketus ditujukan untuk tiga pelayan rumahnya yang masih saja berdiri di sekitar Hanum

Ketiganya menunduk dan dengan cepat menjauh dari Ajeng dan Hanum

Ajeng menghela nafas gusar, melihat wajah pucat Hanum membuatnya iba dan memutuskan untuk tak membahas hal itu lagi di saat-saat seperti ini, "ini buburnya nanti di makan, ibu ada urusan sebentar di luar. Pokoknya jangan terlalu banyak pikiran ya" tutur Ajeng menyelipkan satu helai rambut Hanum ke belakang telinga

Ia berdiri dan meninggalkan Hanum yang masih terdiam di tempat

Di sisi lain...

Ajeng yang memang tujuannya ada urusan keluar sekarang ini menyempatkan diri terlebih dahulu dengan anak tengahnya-- Jeyden. Sengaja menyuruh anaknya itu pulang lebih sore

"Ada hal mendesak apa bu?" Pertanyaan keluar dari mulut laki-laki berahang tegas itu

Orang di hadapannya masih duduk dengan santai, menatapnya kurang enak dengan menyilangkan tangan.

"Coba kamu pikir, Jey-"

"Apa yang kamu sembunyikan dari ibu?" lanjut Ajeng, kini wajahnya begitu serius

Jeyden menaikkan alisnya satu seraya berfikir, jujur jantungnya sudah mulai berdetak tiap ibu nya itu menatapnya dengan mata yang nyalang, "sembunyikan? Jey tidak merasa menyembunyikan apapun Bu"

Jeyden mencoba tenang meskipun apa yang ia rasakan adalah sebaliknya

"Kamu mau mengaku, apa mau ibu beritahu?"

Pertanyaan ibunya yang bertele-tele membuat ia geram sendiri , "saya gak mengerti apa yang mau ibu maksud"

"Mengaku? Mengaku apa" Jeyden masih percaya diri, matanya masih kuat menatap balik mata singa betina itu

"Baik kalo kamu memang susah untuk mengaku, ibu harap fakta ini tidak kamu elak"

Tik tak tik tak

Saking heningnya setelah percakapan tadi, bunyi setiap detik yang berasal dari jam dinding berbahan emas itu terdengar jelas semakin menambah kesan berdegup-degup untuknya

"Siapa Rosmala?"

Jeyden membelalakkan matanya begitu lebar saking terkejutnya. Tubuhnya sudah bergetar dengan keringat yang mulai timbul di dahi nya, "Bu?"

"Ha? Siapa sih nama wanita yang ibu baru saja sebut tadi? Nggak mungkin kalo kamu gak kenal dia kan?"

Jeyden meremat ujung kemejanya, matanya memandang yang lain supaya tak berpapasan dengan mata ibu nya sendiri karena kini begitu mengintimidasi

Jodoh 1995✓Where stories live. Discover now