EPILOG

2.4K 99 36
                                    

Hai, hai, hallo👋

Ada yang kangen ga sih sama dinda? Gada ya?

Kalian tau ga? Aku happy banget.

Ternyata banyak juga yang kepo dan mau baca cerita 'Setitik Luka' ya?!

Sumpah aku ga nyangka banget, huhu.

Terimakasih banyak untuk kalian yang udah jadi pembaca setia 'Setitik Luka'. Aku bersyukur banget bisa sampai di titik ini. Titik dimana suatu hal yang ga pernah aku sangka dan bayangkan.

Berhasil men-tamatkan sebuah karya adalah impian terbesar setiap penulis pemula. Dan aku termasuk ke dalamnya.

So, jangan pernah bosen untuk terus baca semua karya ku ya.

Kalian juga bisa cek second acc sydinda2.

Okey langsung aja ya.

welcome my story'

tandai typo!

tandai typo!

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

--

3 bulan berlalu, suasana duka dan berkabung masih sangat terasa di lubuk hati mereka. Di depannya terdapat gundukan tanah yang mulai mengering. Bau harum menyeruak masuk ke dalam rongga hidung mereka. Dapat di pastikan, bahwa mereka tak pernah berhenti berkunjung ke makam Dara serta tak pernah bosan menaburkan bunga di atas makamnya.

"Sakit nya masih sangat terasa sampai detik ini, Dar." ucap Radit memecah keheningan.

Radit beserta para sahabatnya kembali datang ke makam Dara. Kembali berbicara dengan gundukan tanah tersebut. Meskipun ia tau tak akan pernah mendapat jawaban.

Yang paling terpukul disini adalah Nana, Ara, serta Gibran. Ke-tiga sahabat baik Dara itu menangis paling kencang disini. Kenapa harus secepat ini? Pikir mereka.

Rintik hujan mulai turun, seolah ikut merasakan kesedihan yang mereka alami. Berbeda dengan Raga, yang masih setia dengan wajah tanpa ekspresinya. Namun tidak dengan hatinya, sama seperti yang lain rasakan, sakit yang teramat dalam.

Sekelebat bayangan dimana Dara selalu tersenyum ke arahnya, tiba-tiba bersarang di kepalanya. Dadanya kembali bergemuruh saat mengingat hal itu. Hal yang menurutnya begitu menyakitkan kala di ingat.

"Tuhan ngga adil, Dar. Tuhan ambil kamu dari aku. Apa mungkin aku yang terlalu jahat sama kamu, sampai kamu pergi ninggalin aku sendiri disini?" Raga menjerit dalam hati.

Ia tak kuasa lagi menahan air matanya. Sungguh menjadi ujian terberat di hidupnya.

Tak berselang lama, mereka berdoa untuk Dara. Setelahnya, mereka beranjak untuk pulang, dengan pandangan kosong mereka berjalan keluar dari arah TPU.

SETITIK LUKA || ENDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon