part 4

45.3K 3K 93
                                    

Gibran tiba di tempat Nela berada. Turun dari mobilnya dan langsung disambut oleh Nela yang berlari ke padanya dan langsung memeluknya. Gibran terdiam mendapat perlakukan tiba-tiba dari Nela. Bisa dibilang ini pertama kali Nela terlihat lemah didepan Gibran, biasanya Nela hanya akan melontarkan kalimat ketus saat bersamanya. Tapi kali ini berbeda, Nela terisak dalam pelukan Gibran seakan meminta perlindungan pada pria itu.

"Aku gak sengaja Mas." Ucap Nela disela isak tangisnya. Gibran mengelus rambut Nela berusaha menenangkan.

"Tunggu di mobil." Gibran membawa Nela menuju kursi penumpang depan. Membukakan pintu dan menyuruh Nela masuk kedalam, biar Gibran saja yang menyelesaikan masalah ini.

"Permisi." Gibran menghampiri bapak-bapak yang duduk dengan luka ringan di tangan dan kakinya, pikirnya mungkin ini adalah orang yang ditabrak Nela. Bapak tersebut menoleh kearah Gibran.

"Mas ini suaminya Mbak yang tadi ya?" Gibran tersentak mendengar kata suami. Nikah saja belum masa sudah jadi suami. Lupakan kata suami, itu bukanlah sesuatu yang perlu dibahas saat ini.

"Maaf pak, istri saya tidak sengaja menabrak Bapak." Gibran merutuki mulutnya yang dengan refleks menyebut Nela istrinya. Biar sajalah Nela kan tunangannya, cepat atau lambat mereka akan menikah juga.

"Tidak apa Mas. Salah saya juga tadi main belok sembarangan." Bapak tersebut menjelaskan kronologi kecelakaan yang tidak sepenuhnya salah Nela.

"Sekali lagi maaf pak. Ini untuk berobat Bapak sama memperbaiki motornya." Gibran menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah pada bapak tersebut.

"Walah tidak perlu mas, luka ringan saja ini. Tadi saya mau langsung pulang saja, tapi sama Mbaknya disuruh tunggu. Saya kekeh mau pulang tapi Mbaknya malah nangis makin kejer Mas. Saya kan jadi kasihan."

"Terima saja pak. Ini sebagai permintaan maaf, saya jadi tidak enak jika bapak menolak." Gibran meraih tangan Bapak itu dan menyerahkan uang padanya.

"Maaf sekali lagi, Pak. Saya permisi."

"Terimakasih Mas. Sampaikan maaf saya juga buat istrinya." Bapak tersebut menaiki motornya dan pergi dari sana. Setelah bapak itu tidak terlihat lagi, Gibran kembali kedalam mobilnya.

"Gimana Mas, Bapaknya gak kenapa-napa kan?" Belum juga Gibran duduk dengan benar, Nela sudah memberondong Gibran dengan pertanyaan tersebut.

"Luka ringan saja. Bapaknya juga minta maaf sama kamu."

"Minta maaf kenapa? Kan aku yang salah."

"Bapaknya juga ngaku salah katanya belok sembarangan." Nela berpikir sejenak, jika diingat-ingat bapak itu juga salah sebenarnya. Tapi karena panik Nela tidak sempat memikirkan tentang itu saat kejadian.

"Bapaknya dikasih uang ganti rugi kan tapi?"

"Hmmm."

"Berapa? Aku transfer aja." Nela mengambil handphone nya, berniat untuk menggantikan uang Gibran yang tadi diberikan sebagai ganti rugi.

"Tidak perlu."

"Bilang aja kali. Kamu kira aku gak punya uang apa?" Rupanya sifat asli Nela telah kembali. Tidak ada lagi Nela yang lemah menangis dalam pelukan Gibran saat ini. Yang ada hanya Nela yang selalu bersikap ketus pada tunangannya sendiri.

"Saya sibuk, harus balik ke kantor." Nela mendengus, tanpa berpamitan dia langsung keluar dari mobil Gibran dan kembali ke mobilnya. Nela melajukan mobilnya meninggalkan tempat kejadian.

Didalam mobil Gibran melajukan mobilnya, terdengar dering handphone berbunyi. Gibran melihat sebentar nama penelepon tersebut. Dengan senyum merekah, Gibran tanpa menunggu lama langsung menggeser tombol hijau.

"Halo Gibran." Suara lemah lembut menyapa disebrang sana.

"Kenapa Dina?"

"Aku ada dikantor kamu nih, tapi katanya kamu lagi keluar ya?"

"Iya ada urusan. Ini aku udah mau balik ke kantor."

"Aku mau ajak kamu makan siang. Kamu mau gak?"

"Tunggu sebentar. Aku jemput kamu."

* * *

"Lo kenapa telepon gue?" Sampai didalam apartemen, Nela disambut oleh Laudi. Nela menatap Laudi kesal, manusia satu ini jika dibutuhkan kenapa bisa tiba-tiba menghilang.

"Lo kemana aja sih sampe gak bisa dihubungi?"

"Ya maaf, Hp gue lowbat tadi. Ada apa sih emangnya?"

"Gue nabrak orang."

"HAH?" Seru Laudi kencang. Nela menutup telinganya mendengar teriakan Laudi. Emang dasar Laudi.

"Gak usah lebay deh." Nela berjalan menuju sofa dan menghempaskan badannya disana.

"Lebay kepala Lo peyang. Terus gimana itu urusannya? Lo gak kabur kan? Duh bisa gawat kalau sampai Lo masuk berita besok."

"Tuh kan Lo lebay banget sih."

"Heh kalau ada yang ngenalin Lo bisa gawat tau. Karir Lo bisa lenyap dalam sekejap tau."

"Udah Lo tenang aja Gibran udah selesain masalahnya."

"Lo minta bantuan Gibran?" Laudi kepo. Berpindah duduk disamping Nela untuk mengulik informasi tentang sejauh mana hubungan mereka.

"Ya iyalah orang Lo gak bisa dihubungin."

"Eh btw Lo udah liat story tunangan Lo belum?" Seakan mengingat sesuatu, Nela menatap Laudi kembali.

"Udah. Itu juga yang gue pikirin sampai bisa nabrak orang."

"Kok Gibran tega sih Di sama gue? Apa iya gue semalu-maluin itu sampe Gibran milih rahasiain pertunangan ini?" Wajah Nela murung. Laudi menangkup wajah Nela dan menatapnya dalam.

"Lo gak boleh insecure gini Nel. Lo gak malu-maluin kok. Gibran nya aja itu yang gak bersyukur."

"Gue udah gak sanggup lagi, Di. Malam itu aja, waktu gue diundang kerumahnya, Lo tau gak kalau tantenya tuh nyinyirin gue depan Gibran, tapi dianya malah kayak gak peduli gitu Di. Tantenya juga muji-muji mantannya mulu depan gue." Laudi memeluk Nela. Mengelus punggungnya agar lebih tenang. Selama ini, Laudi selalu menjadi tempat curhat Nela dan Laudi sungguh merasa kasihan pada sahabatnya itu dalam hal asmara.

"Gue gak mau Di kayak gini terus. Sikap Gibran buat gue sakit hati Mulu, Di. Gue mau udahan aja." Nela menangis dalam pelukan Laudi.

"Yang sabar Nel. Gue tau lu kuat, kalau suatu saat nanti Lo emang udah gak bisa mempertahankan hubungan Lo, bicara baik-baik sama orang tua Lo biar mereka ngerti."

"Tapi Mama sama Papa berharap banget sama hubungan ini Di. Kalau tiba-tiba gue minta udahan gimana sama Papa yang punya penyakit jantung. Gue gak mau penyakit Papa kumat gara-gara gue."

"Gue tau Lo anak baik. Udahan ya nangisnya, Lo gak pantes nangisin cowok brengsek kayak Gibran. Udah mending sekarang siap-siap, kita pergi healing aja."

"Kemana?"

"Ke mall, ke Time zone atau kemanapun terserah Lo. Yang penting Lo jangan nangis-nangis lagi kayak gini."

"Gimana sama masa depan gue Di? Gue gak mau punya suami yang gak bisa ngerhargain gue sama sekali."

"Kayaknya Lo harus ngomong deh sama Gibran. Tanya mau dibawa kemana hubungan kalian selanjutnya, kalau emang Gibran gak bisa nerima Lo jalan satu-satu nya ya mundur."

"Gimana sama orang tua gue?"

"Gue yakin orang tua Lo pasti ngerti kok. Udah sekarang waktunya healing. Ayo buruan ganti baju sana." Laudi mendorong Nela menuju kamarnya. Tidak mau melihat Nela yang berlarut dalam kesedihan seperti tadi. Dalam hati dia mengumpati Gibran yang menyia-nyiakan sahabatnya.

TBC

Makin seru gak sih? Apa udah bosen?

Tetap semangat vote ya, supaya aku lebih semangat lagi buat ngelanjutinnya.

Selebgram in loveWhere stories live. Discover now