part 6

40.8K 3.2K 31
                                    

Malam harinya, Nela terbaring diatas ranjang melepaskan penat setelah selesai mengerjakan endorse yang menumpuk. Untung saja pekerjaan hari ini cepat selesai karena Nela mengerjakannya dengan lebih semangat mengingat drama yang dibuatnya siang tadi.

Drama tersebut berakhir setelah makanan mereka habis, Dina pamit pergi karena katanya masih ada pekerjaan di butiknya tapi Nela yakin bahwa itu hanya alasan saja untuk menjauh dari Nela. Gibran tentu saja mengikuti mantannya itu keluar dari sana, tapi beda Gibran sempat mengatakan bahwa dia akan menemui Nela nanti. Nanti yang entah kapan akan terjadi. Biarkan sajalah Nela masih malas rasanya untuk bertemu dengan Gibran.

Nela bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sehabis lelah bekerja. Disana Nela melakukan berbagai rangkaian perawatan yang rutin dilakukannya agar kulitnya terlihat sehat alami, hingga tahap akhir dia membilas tubuhnya yang baru saja menggunakan lulur.

Keluar dari kamar mandi Nela hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya, tidak langsung memakai baju karena Nela terbiasa memakai skincare dan bodycare terlebih dahulu. Saat sedang asik mengoles bodylotion pada tubuhnya, tiba-tiba terdengar bunyi bel dari apartemennya.

"Siapa sih datang malam-malam, ganggu aja." Tidak seperti orang pada umumnya, yang jika ada tamu langsung dibukakan pintu. Nela malah masih asik dengan bodylotion nya, dalam hati Nela berharap tamu tersebut akan mengira bahwa sang tuan rumah sudah tertidur dan akhirnya memilih pergi. Nela tau bahwa perbuatan itu salah tapi kan salah tamu itu juga kenapa datang malam-malam? kan capek pingin tidur aja bawaannya kalau malam.

Hehehe jangan ditiru ya adik-adik.

Sekitar 3 menit telah berlalu, tidak lagi terdengar suara bel. Nela berpikir bahwa tamu tersebut sudah benar-benar pergi seperti bayangannya, tapi ternyata dugaannya salah total. Saat hendak menuju ranjang untuk istirahat malah terdengar kembali bunyi bel yang sangat berisik itu.

Dengan kesal Nela berlalu menuju pintu depan. Nela membuka pintu dengan sedikit bar-bar. Wajahnya sudah menunjukkan kekesalan yang tidak bisa ditahan lagi. Nela menatap tamu yang sudah berani datang malam-malam dan menganggu waktu istirahatnya.

Kata-kata yang telah disusun oleh otak Nela untuk memarahi tamu itu kini hilang entah kemana. Wajah kekesalan Nela pun kini sudah hilang berganti dengan wajah terkejut dengan kehadiran sang tamu. Bukan karena tamu tersebut adalah hantu, tapi ini lebih seram dari sekedar hantu yaitu Gibran.

Tanpa dipersilahkan masuk oleh yang punya, Gibran menerobos masuk kedalam. Beberapa detik Nela terdiam memandangi tempat dimana tadi Gibran berdiri. Nela tersadar dan kini didepannya sudah tidak ada lagi sosok tampan rupawan tapi sayangnya lebih seram dari pada hantu.

Nela menoleh kebelakang, disana Gibran sudah duduk dengan tenang diatas sofa dan tengah menatap Nela dengan wajah datarnya.

"Disini gak terima tamu malam-malam." Jutek Nela. Masih tetap berdiri di dekat pintu, menunggu Gibran untuk mengangkat kaki dari kediamannya. Tapi rupanya Gibran tidak punya niat itu samasekali, dia masih duduk dengan tenang di sofa dengan posisi masih sama seperti tadi. Bahkan tidak menjawab saat Nela jelas-jelas mengatakan kalimat dengan maksud mengusir.

Beberapa menit berlalu dengan sisa-sisa kesabaran, Nela membanting pintu dan menyusul Gibran untuk duduk di sofa. Nela yakin kedatangan Gibran kali ini ingin membahas tentang kejadian tadi siang, tapikan Nela belum memiliki persiapan samasekali untuk beradu mulut dengan Gibran. Nela kira saat Gibran mengatakan ingin menemuinya nanti itu hanya basa-basi belaka karena biasanya memang seperti itu. Tapi kenapa sekarang malah sungguhan.

"Apa seperti itu baju yang pantas untuk menemui tamu?" Tanya Gibran setenang mungkin. Mengamati Nela dengan gaun tidur warna hitam berenda.

Nela meneliti penampilannya. Terkejut saat melihat pakaian yang dikenakannya. Bisa-bisanya dia lupa mengambil jubah sebelum membuka pintu.

"Ya lagian situ suruh siapa bertamu malam-malam." Nela menolak untuk disalahkan oleh Gibran. Berdiri dan kembali ke kamarnya untuk mengambil jubah agar penampilannya lebih sopan. Tak lama Nela kembali ke hadapan Gibran duduk dengan tenang ditempatnya.

"Kenapa?" Bosan rasanya ingin berbasa-basi dengan kulkas 100 pintu didepannya.

"Jelaskan maksud kelakuan kamu tadi siang." Titah Gibran dengan penekanan di setiap katanya.

"Ya makan siang lah. Apalagi emangnya." Jawab Nela malas-malasan.

"Kamu tau maksud saya." Tatapan Gibran menajam seakan menghunus lawan bicaranya. Nela memalingkan muka agar Gibran tidak melihat raut ketakutan dalam wajahnya.

"Kenapa? Lo takut karena udah keciduk lagi selingkuh sama mantan Lo terus takut gue laporan ke Mama Lo?" Nela mengkontrol suaranya agar tidak bergetar saat mengatakannya.

"Kami tidak selingkuh." Bantah Gibran atas tuduhan Nela yang tidak benar.

"Terus apa? Cuma temenan? Asal Lo tau ya gak ada yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan tanpa melibatkan perasaan, apalagi kalau sama mantan." Nela mengatakannya dengan menatap Gibran sinis.

"Saya tidak suka kamu bersikap seperti tadi." Terang Gibran menghunus hati Nela.

"Yang Lo gak suka karena Dina jadi tau kan sekarang Lo udah tunangan dan gak bisa deket lagi sama tu cewek."

"Saya minta kamu tidak bersikap seperti itu lagi saat bertemu dengan Dina." Gibran mengabaikan ucapan Nela sebelumnya. Memutar bola matanya malas, Nela menatap Gibran dengan tatapan datarnya.

"Kenapa Lo gak terima kalau gue bersikap kayak tadi ke Dina? Sedangkan kalau keluarga Lo bersikap semena-mena sama gue Lo biasa aja tuh." Nela menghela nafas kasar. Benar-benar sudah merasa jengah dengan sikap Gibran selama ini.

"Disini tuh yang jadi tunangan Lo itu Gue buka Dina. Lo bisa bayangin gak sih gimana jadi gue? Tante Lo selalu dibanding-bandingin gue sama Dina Gibran, dan gue gak suka di banding-bandingin sama perempuan itu." Nela melupakan amarahnya malam ini pada Gibran. Bahkan sekarang dia tidak segan-segan berteriak didepan Gibran. Untung saja apartemennya kedap suara hingga para tetangga tidak bisa mendengar pertengkaran yang sedang terjadi.

"Kalau emang Lo gak mau sama Gue, Kenapa Lo gak ngebatalin aja pertunangan ini? Apa harus Lo nyakitin hati gue berkali-kali?" Nela terengah-engah mengatakannya. Matanya kini sudah berkaca-kaca menahan air mata yang hendak keluar membanjiri pipinya.

Tidak, jangan sekarang, Nela benci terlihat lemah di depan Gibran.

"Asal Lo tau Gibran brengsek, gue bukan cewek menye-menye yang akan diam aja kalau Lo perlakukan seperti ini. Gue bisa ngelawan Lo kalau perlu gue labrak Dina sekalian." Nela mengacungkan jari telunjuknya ke depan Gibran, bahkan dengan refleks dia mengumpati Gibran didepan orangnya langsung, yang selama ini tidak pernah dia lakukan.

Gibran hanya diam mendengarkan Nela, bahkan tatapannya tidak terputus dari Nela barang sedetikpun. Melihat Nela yang semarah ini tentu tidak ada dalam bayangan Gibran sebelumnya. Sudut hati Gibran tergerak, melihat mata Nela yang berkaca-kaca karenanya.

"Sekarang Lo keluar dari sini. Gue muak liat muka Lo." Nela menarik Gibran dan menyeretnya agar keluar dari apartemennya. Gibran sama sekali tidak menolak dan mengikuti saja kemauan Nela. Mereka tidak bisa bicara jika Nela sedang emosi saat ini. Mungkin Gibran harus memberi Nela waktu dulu untuk menenangkan diri.

TBC

Semangat yok💪

Selebgram in loveWhere stories live. Discover now