part 35

31.6K 2.4K 86
                                    

Sore hari, seperti yang telah Gibran katakan bahwa Tante Risma akan kembali berkunjung. Kini Tante Risma telah datang dengan beberapa paperbag yang dibawanya. Entah itu berisi makanan, ataupun barang yang katanya dibeli untuk Nela.

"Tante beliin kamu cake juga, ini enak banget. Super empuk biasanya Tante hampir tiap Minggu beli ini. Kamu harus coba sih." Tante Risma mengeluarkan blueberry cake yang telah dipotong-potong dan siap makan.

Tante Risma mengambil dengan garpu lalu disuapkan pada Nela. Benar apa yang dikatakan Tante Risma, cake itu sangat lembut. Tidak terlalu manis jadi tidak membuat enek.

"Gimana enak kan?" Tanya Tante Risma antusias. Nela mengangguk menyetujui.

"Enak banget. Pantes Tante suka." Tante Risma menyuapkan lagi pada Nela dan diterima dengan antusias. Kurang beruntung apa coba Nela mendapat calon mertua seperti ini.

"Mas Gibran mau?" Nela menatap Gibran yang dari tadi hanya diam mengamati interaksi Nela dan Mamanya. Mendapat anggukan singkat, Nela menyuapkan cake itu pada Gibran. Setelah cake berhasil masuk dalam mulut, Gibran langsung mengangguk. Menyetujui jika cake itu termasuk enak. Meskipun Mamanya sering membelinya, tapi baru kali ini Gibran mencoba. Karena jujur saja Gibran tidak terlalu suka makanan manis, tapi saat melihat Nela memakannya membuat Gibran penasaran akan rasa dari cake itu.

"Tante pulang dulu ya sayang, kasian om dirumah sendirian. Tadi aja pulang arisan Tante langsung kesini, gak pulang dulu."

"Oh ya udah." Nela berdiri hendak mengantar kepergian Tante Risma. Tapi segera ditahannya.

"Udah kamu duduk aja, biar Gibran yang anatar Tante sampai luar. Kasian kamu kan masih sakit."

"Nela udah gak papa kok Tan. Malah udah sehat nih."

"Jangan kamu masih perlu istirahat."

"Mas Gibran kalau mau pulang juga gak papa." Nela menawarkan barangkali Gibran sudah merasa bosan terus berada di apartemennya. Ini adalah rekor terlama Gibran berada di apartemen Nela.

"Eh jangan. Gibran biar disini dulu, takutnya kamu nanti butuh bantuan. Biar pulang nanti aja si Gibran, lagian dia juga cowok gak masalah kalau pulang malam-malam." Tante Risma segera menjawab sebelum anaknya.

"Jangan Tante, kasian Mas Gibran nya. Pasti capek."

"Benar kata Mama. Saya pulang nanti malam saja." Jawab Gibran. Jika sudah begini Nela bisa apa, lagipula lumayan kan simulasi jadi pasutri dulu sehari.

Gibran mengantar Mamanya sampai depan pintu saja, awalnya Gibran berencana akan mengantar Mamanya pulang tapi ditolak mentah-mentah. Katanya kasihan Nela kalau ditinggal sendirian.

"Awas loh jangan aneh-aneh." Tante Risma memperingati Gibran sebelum dia meninggalkan anaknya itu hanya berdua saja dengan Nela di apartemen. Karena sekarang dia sudah akan pulang jadilah tidak ada yang akan mengawasi dua orang beda jenis itu.

Tapi Tante Risma juga yakin bahwa Gibran tidak akan berani macam-macam, dia tau anaknya itu adalah pria yang baik dan tidak akan tega mengkhianati keluarganya sendiri maupun keluarga Nela.

"Tidak akan Ma." Gibran sudah jengah dengan Mamanya yang selalu memperingati hal yang sama. Segitu tidak percayanya kah Mamanya itu pada dirinya?

"Halah ngomong aja gak bakalan, awas aja kalau sampai kejadian. Mama nikahkan kalian saat itu juga." Gibran memilih untuk tidak menjawab saja. Mau menjawab bagaimana pun tetap saja Mamanya itu pasti akan mempunyai ocehan lainnya. Tapi syukurlah jika memang seperti itu, karena dari sini kita bisa melihat bahwa Mama Gibran itu sangat tulus pada Nela.

"Mama pulang dulu. Inget loh kata Mama tadi." Gibran menyalami tangan Mamanya. Lalu setelahnya Mamanya itu pergi masuk kedalam lift yang akan mengantarnya pada lobby.

Setelah Mamanya sudah tidak terlihat lagi, Gibran menutup pintu dan menghampiri Nela kembali. Disana, di sofa yang sama seperti tadi, Nela masih asik menikmati cake yang dibawa oleh Mama Gibran. Gibran menghampiri dan duduk disamping Nela.

"Aaaa." Nela memberi interuksi pada Gibran untuk membuka mulutnya. Gibran membuka mulut dan mesuklah sesuap cake itu.

"Ini beli di mana sih Mas? Aku mau lagi nanti beli kayak gini." Tanya Nela sembari tetap melanjutkan memakan cake yang kini sudah tinggal sedikit.

"Kalau mau beli, saya antar." Nela mengangguk, saking enaknya cake itu sampai Nela merasa kurang.

"Nanti malam kita makan diluar aja ya Mas. Aku pengen lalapan gitu." Pinta Nela yang langsung disetujui oleh Gibran. Lagian mana mungkin Gibran menyuruh Nela masak dalam kondisi gadis itu yang baru saja baikan, dan juga bahan masakan disini sudah mulai habis.

"Saya ke toilet sebentar." Nela mengangguk, setelahnya Gibran berdiri dan menuju toilet yang berada didekat dapur. Nela terus melanjutkan menghabiskan cake hingga habis tidak bersisa.

Suara dering telepon menggema, Nela menoleh pada handphone yang terletak di atas meja. Bukan handphone miliknya tapi milik Gibran. Nela mengambilnya dan melihat nama si penelepon.

Hati Nela bergetar. Ada apa kira-kira orang itu menelepon Gibran. Pikiran Nela berkecamuk. Apa diam-diam Gibran masih sering berhubungan dengan mantannya dibelakang Nela?

Panggil berakhir tidak terjawab, setelahnya terdapat pesan masuk berisi ajakan untuk makan malam yang ditujukan untuk Gibran. Nela menaruh kembali handphone Gibran dengan keadaan seperti semula. Beberapa menit kemudian Gibran kembali.

"Tadi handphone-nya bunyi." Nela memberitahu. Dia sebisa mungkin membuat wajahnya biasa saja, seolah tidak mengetahui bahwa yang menelpon barusan adalah Dina.

"Ada yang telepon mungkin. Aku gak angkat takutnya hal pribadi." Nela berpura-pura tidak tau. Padahal dia tersakiti dengan pesan itu. Jika Dina saja berani mengajak Gibran makan malam, bukankah berarti mereka sudah sering melakukannya tanpa sepengetahuan Nela?

Gibran mengambil handphonenya dan melihat satu panggilan tidak terjawab dan satu pesan masuk, dari orang yang sama, Dina. Gibran menatap Nela, pandangan mereka bertemu membuat Gibran gugup tapi masih bisa disembunyikan.

"Siapa?" Nela pura-pura bodoh dengan menanyakan siapa orang yang menelepon itu.

"Teman kerja, mau bahas kerjaan katanya." Mendengar ucapan yang sudah jelas bohong, Nela mengangguk saja. Mulai hari ini sepertinya dia harus lebih waspada. Gibran masih tetap Gibran yang sama, yang tidak terbuka tentang apapun padanya. Entah memang seperti itu sifatnya, atau karena tidak ada perasaan didalam hatinya.

"Oh, telepon balik aja siapa tau penting." Suruh Nela, yang ditolak oleh Gibran. Nela bertekad bahwa dia harus segera memeriksa handphone Gibran karena pasti dia akan menemukan jawaban atas pertanyaan nya disana.

"Gak papa Mas, kasihan temennya kalau urgent gimana." Nela masih terus membujuk, ingin tahu sejauh mana keberanian Gibran dalam berhubungan dengan mantannya.

"Besok saja, sekarang saya libur tidak mau membahas pekerjaan." Nela mengangguk. Tidak menyangka mendengar jawaban seperti itu dari seorang warkholic seperti Gibran. Ternyata hanya sampai sini nyali Gibran. Jika sampai Nela menciduk sekali lagi Gibran sedang bersama Dina, ingatkan Nela untuk balas dendam pada pria itu.

To be continued

Hayo kira-kira kenapa ya Dina telepon? Yang mau nebak-nebak silahkan kolom komentar terbuka untuk kalian.

2,3K vote + 3,2 followers, yuk semangat yuk. Pasti bisa.

Selebgram in loveWhere stories live. Discover now