Olimpiade Biologi - 20 November 2019

14.4K 1.5K 27
                                    

Setelah hampir tiga bulan efektif belajar, mulai banyak event-event dari dalam maupun luar sekolah yang dilaksanakan. Salah satunya olimpiade per-mata pelajaran.

Aku benci matematika, kimia, dan fisika. Sangat. Apapun yang berhubungan dengan hitungan agaknya akan menjadi musuh terbesarku.

Tapi dibalik itu, aku sangat suka biologi. Itu satu-satunya alasan kuat mengapa aku akhirnya masuk jurusan IPA. Walaupun kadang ku lebih banyak mengeluh dengan mata pelajaran wajib yang ku sebut di atas tadi.

Yang mengejutkan, barusan aku diumumkan masuk ke dalam calon peserta olimpiade biologi tingkat kabupaten. Aku hampir tak percaya sewaktu Bu Endah-guru biologi-menyampaikan hal itu. Tapi beliau sangat memercayaiku, ia pikir, aku adalah orang yang tepat untuk mewakilkan sekolah dalam olimpiade ini.

"Tapi saya baru belajar 4 bulan, Bu. Saya gak yakin bisa memenangkan olimpiade ini."

"Menang itu bonus. Anggap saja ini sebagai pengalaman pertama kamu, supaya bisa berkembang lebih baik di olimpiade selanjutnya."

Itu percakapan kami ketika ku protes padanya. Aku memang suka biologi, dan dapat diakui bahwa nilai biologiku lebih tinggi daripada anak lainnya-bahkan Kayla si jenius. Tapi tetap saja, aku belum yakin dengan kemampuanku sejauh ini.

"Bengong mulu, Jan."

Nayya tiba-tiba datang dan duduk di sampingku. Gadis itu menggenggam plastik kecil berisi sempol di tangan kanan, dan jus mangga di tangan kiri.

"Mikirin olimpiade, ya?" tanyanya tepat sasaran.

Aku mengangguk. "Menurut kamu gimana, Nay? Aku harus ikut atau enggak?"

Nayya mengambil satu tusuk sempol, kemudian menawarkannya padaku. Aku menggeleng kecil dan mempersilahkannya untuk makan duluan.

"Aku setuju sama kata Bu Endah, sih. Ikut aja. Itung-itung buat pengalaman." ujarnya setelah melahap habis setusuk sempol itu.

Aku termenung kembali. Kemudian menghela nafas pelan. "Oke, deh. Aku coba."

"Olimpiade yang diumumin kok kebanyakan akademik ya, gak ada gitu yang non-akademik biar aku bisa ikutan."

"Kamu mau ikut olimpiade apa emangnya kalo ada?"

Nayya melirik sempolnya. "Olimpiade makan sempol terbanyak. Pasti aku juara satu."

"Ngawur!" seruku seraya tertawa.

"Jana!"

Kayla tiba-tiba muncul di pintu kantin dan melambaikan tangan ke arahku. Ia berjalan mendekat, kemudian meminum jus mangga kepunyaan Nayya.

"Bagi, ya, Nay. Haus banget. Makasih." ujarnya tanpa jeda.

"Iye-iye."

Kayla tersenyum tak berdosa melihat Nayya menggerutu. Kini pandangannya tertuju padaku.

"Calon peserta olimpiade semuanya disuruh ke ruang guru." ujarnya memberi informasi.

Aku mengangguk mengerti karena tadi Bu Endah juga sempat menginformasikan.

Akhirnya kami bertiga pergi keluar dari kantin. Nayya kembali ke kelas karena waktu istirahat sudah hampir habis, sedangkan aku dan Kayla pergi ke ruang guru.

Dari kejauhan, sudah terlihat beberapa siswa kelas sepuluh berkumpul di depan ruang guru. Ku lihat seseorang melambaikan tangan ke arahku, aku menyipitkan mata untuk mengamati lebih jelas.

Ah, ternyata Laksita.

"Jana, kamu ikut olim juga? Mapel apa?" tanya Laksita dengan senyum khas seperti biasanya.

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now