Bisa lebih dari Alin - 3 Februari 2021

10.4K 1.4K 126
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Vote dan comment juga yaaaw

Happy Reading! 🤍

•••

"Tumben banget hujan begini."

"Makanya."

Aku merapatkan cardigan dan memundurkan badan ke belakang ketika merasa hujan makin deras.

"Deres banget lagi. Kalo sampe gelap gimana?"

"Nginep aja kita disini sampe besok."

Aku tertawa rendah menanggapi candaan Kayla.

Aku dan Kayla baru saja selesai ekskul seni tari, lalu kami pergi ke kelas untuk mengambil barang Kayla yang tertinggal. Tapi beberapa menit kemudian, hujan deras langsung turun tanpa ada tanda-tanda mendung sebelumnya. Membuat kami terjebak di koridor kelas dan berakhir hanya mengobrol berdua seraya menunggu hujan reda.

"Radipta,"

"Hah?"

"Itu Radipta."

Kayla menunjuk ke lantai bawah menggunakan dagunya, aku mendekat pada pembatas untuk melihat lebih jelas.

Disana Radipta tengah berlari mendekat ke gedung ini dengan menyampirkan tas ransel di bahu kanannya.

"Percuma dia lari. Ujungnya basah kuyup." ujar Kayla.

Alisku mengerut melihat itu. Tak ayal merasa khawatir. Udara dingin saja ia bisa sakit, apalagi hujan-hujanan seperti ini.

"Kenapa dia belum pulang?"

"Divisinya abis rapat kayaknya."

Aku mengangguk paham. Bertepatan dengan Radipta yang hendak naik ke tangga, aku membalikkan badan berniat untuk melihat wujudnya.

Atau mungkin sekalian menyapa? Mengingat kita sudah menjadi teman.

Tapi lagi-lagi aku tak bisa menyapa duluan. Seakan ada yang menahan ketika melihat wajahnya. Sayang sekali, nyaliku ternyata masih belum sebesar itu.

Kayla melirikku ketika Radipta sampai di tangga terakhir, aku menipiskan bibir kemudian menggeleng pelan. Tanda kalau aku tak tahu ingin bereaksi bagaimana.

"Abis rapat, Ta?"

Itu Kayla.

"Iya."

Kayla melirikku, mungkin mengkode agar aku melanjutkan obrolan. Tapi pada akhirnya aku hanya mengangkat alis dan tersenyum singkat, yang ia balas dengan perlakuan yang sama tanpa senyum, lalu ia berlalu menuju kelasnya.

"Kenapa gak ngomong??" tanya Kayla gemas.

"Gak tau, masih canggung."

Semua teman-temanku tahu soal percakapan aku dan Utari tempo lalu. Mereka tentu berbondong-bondong meledekku dan berkata 'Jadi ini, mah!'

Tapi justru aku takut. Ucapan Utari kemarin bisa saja hanya celetukan spontan karena ia jarang melihat Kakaknya membawa teman ke rumah. Lagipula apa yang bisa diharapkan dari perkataan anak berusia lima tahun?

Itu alasan pertama. Alasan kedua adalah karena aku tak ingin berharap lebih sampai berujung kecewa. Radipta tidak pernah bilang suka padaku langsung. Mengapa aku harus kepedean hanya karena diberi harapan oleh orang disekitarnya?

Tapi memang akhir-akhir ini ia seringkali mengirim sinyal yang tidak jelas. Seperti ketika ku hendak meliriknya, ternyata ia sudah melirikku duluan. Tentu momen kecil seperti itu membuat harapanku melambung tinggi.

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now