Karena ia Radipta - 15 November 2021

10.7K 1.2K 382
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Happy reading! 🤍

•••

Radipta belum menghubungiku lagi bahkan sampai saat ini.

Aku tak tahu apakah ia memang mengira kami baik-baik saja, atau justru tak peduli. Yang pasti rasa kesal dan sedihku kian memuncak ketika minggu lalu kami tak sengaja bertemu di sekolah dan ia dengan santainya bersikap biasa saja seolah sebelumnya tak ada apa-apa.

Atau justru aku yang melebih-lebihkan? Mengingat kami tak ada hubungan resmi atau semacamnya sehingga ia berpikir hal seperti itu tak perlu dipermasalahkan.

"Gak ke kantin bareng Radipta?"

Termasuk yang satu itu. Biasanya ia akan menawarkan ke kantin bersama lewat chat yang nantinya akan ku iyakan. Tapi sekarang tak ada. Ini sudah hampir seminggu dan pesan terakhir yang ia kirim adalah ketika kami hampir bertengkar di telepon lalu.

"Bareng kamu aja, ah."

Dan pada akhirnya, semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini masih tetap ku simpan sendiri.

"Lagi berantem?" tanya Nisha lagi. Ku tanggapi dengan senyum masam yang pastinya langsung ia ketahui apa jawabannya.

"Aku udah duga kalian bakal diem-dieman kalo berantem."

Perlu diingat bahwa sebetulnya sifatku tak jauh berbeda dengan Radipta. Kami sama-sama tak banyak omong walaupun aku tak terlalu acuh sepertinya. Jadi menurutku silent treatment memang sudah menjadi tameng kami apabila ada masalah dengan seseorang.

"Radipta lumayan banyak omong pas kita deket akhir-akhir ini. Aku kira bakal langsung nyamperin."

Akhirnya pun aku butuh seseorang untuk cerita. Pas sekali sedang bersama Nisha.

"Coba kamu yang ajak ngomong duluan. Dipancing gitu."

Aku menoleh dengan gelengan. "Gengsi soalnya aku yang kesel duluan."

Nisha tertawa ringan. "Ya gimana dong kalo sama-sama diem aja. Aku kasih solusi ke kamu biar kamu bertindak duluan. Kalo cuma nenangin dan mikir Radipta bakal nyamperin duluan kan gak ada jaminannya. Aku gak kenal Radipta orangnya gimana."

Benar juga. Kalau untuk sekedar menenangkan dan menghakimi Radipta, aku bisa cerita pada siapa saja, terlebih Nayya dan Puspa yang memiliki sifat sumbu pendek, yang juga pada dasarnya sudah ada bibit-bibit tak suka dengan laki-laki itu.

"Tapi kek," aku menghela nafas. "Masa gak ada ngechat sama sekali gitu. Apa dia udah bodo amat?"

"Nah kan jadi overthingking. Makanya mending hubungin duluan."

"Ya nanti, deh."

Aku menepuk-nepuk bahu Nisha sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberi saran, lalu izin untuk membeli siomay sementara ia tengah mengantri di warung untuk membeli jajanan.

"Jan!"

"Astaga!"

Mataku yang awalnya membulat kaget kini memandang tajam si pemanggil tadi.

"Heheheh, kaget, ya?"

"Pake nanya," ku gelengkan kepala sebelum mengambil plastik kiloan berisi siomay yang disodorkan Mang Hendri. Sengaja dibungkus karena beberapa temanku ada yang membawa cemilan dari rumah untuk istirahat pertama dan nanti niatnya akan makan bersama.

"Nayya mana?"

"Ya di kelas,"

"Kalo Radipta?"

Aku mengernyit. "Lo kan temennya."

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now