Rindu Renjana waktu itu - 11 Maret 2022

7.3K 1K 193
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Happy reading! 🤍

•••

"Jadi gimana strateginya?"

"Kita, kan, pulang siang, ya," Nayya menunduk, memandang kami semua yang sekarang tengah duduk melingkar sehabis doa bersama untuk ujian nanti. "Berarti istirahat cuma ada sekali. Kemungkinan kalian ketemu berarti cuma dua kali. Istirahat, sama pulang sekolah."

"Kalau Jana kebelet pipis?" tanya Puspa.

Aku menahan tawa dengan mengulum bibir.

"Ya, itu di luar rencana. Berdoa aja sebelah ada guru terus biar gak pada nongkrong di teras luar."

"Gak yakin sih aku," sahut Kayla. "Ini aja kita kosong terus."

"Ya udah, Jan. Tahan ampe pulang."

Aku hanya mengangguk-angguk sampai mereka mendiskusikan strategi selanjutnya.

Kemarin aku menceritakan semua obrolan dengan Radipta dan meminta pendapat apakah keputusanku sudah tepat atau belum. Mereka menyetujui keputusanku, lalu semalam Radipta mengajakku untuk bicara langsung hari ini di sekolah untuk menjelaskan agar tak salah paham, aku menolak dan mengatakan bicara nanti saja setelah ujian sekolah.

Ia tetap meminta untuk bicara hari ini, jadi aku bilang pada teman-temanku bagaimana caranya untuk menghindar darinya.

Lalu mereka dengan inisiatif supernya langsung mengadakan diskusi meja bundar untuk saling menyampaikan cara agar aku tak bertemu Radipta.

Se-niat itu. Membuatku tak berhenti menahan tawa karena saran-saran lucu dari mereka.

"Ya udah. Kalo istirahat nitip aja. Nah, pulang sekolah kita intip dulu, kalo dia udah pulang baru kamu juga pulang."

Putus Nayya akhirnya, membuatku mengangguk menuruti saja. Sebenarnya mudah untuk menghindar, toh Radipta tak akan tiba-tiba memaksa sampai menghampiriku kalau aku tak setuju.

Itu pemikiranku awalnya sebelum ketika bel istirahat ia datang ke depan kelas.

"JANA, DICARIIN, NIHH!"

"Wah, mampus," celetuk Puspa ketika sudah melihat wujudnya. Aku menggeleng padanya dengan arti tak mau bertemu.

"Kasih tau sana, Nay," Puspa menyenggol bahu Nayya yang duduk di sebelahnya. Sementara Nayya berdecak dengan tatapan tertuju pada pintu kelas. Aku yang sedang ada di sudut kiri ruangan hanya terkekeh melihat itu. Membayangkan bagaimana ekspresi Radipta ketika Nayya menatapnya.

"Kamu aja, ah. Males ngomong sama batu."

"Diemin aja kali, ya?"

"Tapi gak pergi-pergi."

"Hadeuh," Nayya menoleh lagi. "Gimana, Jan?"

Aku mengangkat kedua bahu. "Biarin aja kali. Nanti juga pergi lama-lama."

Nayya mengangguk lalu kembali memfokuskan diri pada buku pelajaran, begitu juga aku yang sekarang tengah mempelajari fisika karena senin nanti sudah mulai ujian sekolah.

Tatapan memang tertuju pada buku, namun tetap pikiranku menjalar pada sosok yang ada di depan pintu itu. Sesekali ku intip dari sela-sela pintu apakah ia masih ada di luar atau sudah pergi meskipun tak terlalu nampak karena posisiku duduk sejajar dengan pintu kelas.

Kayla menyenggol lenganku di tengah keheningan.

"Beneran gak mau ngomong?" bisiknya yang ku tanggapi dengan gelengan kepala.

Satu Cerita Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang