Radipta lebih unggul dari seribu orang - 21, 22 Maret 2020

13.2K 1.3K 35
                                    

"Radipta kayak monyet!"

"Hush!"

"Bikin emosi terus tuh orang!"

Bisa ku lihat Nayya berkacak pinggang dengan ekspresi masamnya di depan jendela kamar, menatap tajam Radipta yang tengah tertawa riang seraya mengangkat-angkat adiknya ke udara di seberang rumah sana.

Meski hanya dideskripsikan lewat tulisan, bukankah pemandangan di luar jendela sangat menggemaskan?

"Daripada adeknya kenapa-napa, Nay. Lagian dia udah minta maaf, maafin aja udah." bujukku seraya menarik ujung baju Nayya karena tubuhnya mulai menutupi keseluruhan jendela.

"Ya gak harus aku juga yang jadi tumbal, Jan..."

Respon itu ku tanggapi dengan tawa ringan. Agak kasihan memang melihat lengannya membiru karena hendak menolong adik Radipta yang hampir jatuh dari sepeda tadi.

Kronologinya, Radipta dan adiknya tengah bermain bersama di halaman rumah, dan Nayya tengah mengambil jemuran di depan rumah. Lalu entah apa alasannya, Radipta masuk ke dalam rumah meninggalkan adiknya bermain sepeda sendirian.

Nayya sudah mewanti-wanti dari kejauhan karena adiknya mulai bermain keluar dari jalur yang seharusnya. Di samping rumah Radipta kebetulan sedang ada pembangunan rumah yang mana banyak sekali pasir dan batako-batako yang berserakan di depannya. Nasib buruk, adik Radipta berjalan kesana dengan keadaannya yang tak mahir bersepeda.

Nayya yang melihat itu sudah berniat ingin menuntun adiknya kembali ke halaman rumah, bahkan ia sudah menghampiri si adik.

Tapi kejadian yang tak diinginkan ternyata terjadi lebih cepat. Ban sepeda adik Radipta menabrak susunan batako yang lumayan tinggi, membuatnya oleng dan hampir jatuh dari sepeda.

Nayya yang sudah ada di dekatnya tentu bergegas menolong, tapi terlambat. Radipta tiba-tiba muncul dan menyenggol badan Nayya hingga tersungkur ke aspal untuk menangkap adiknya.

"Padahal udah pengen aku selametin, tapi dia malah marah-marah sambil bilang kenapa gak panggil dia. Cih, siapa suruh ditinggal-tinggal. Kalo manggil dulu bisa-bisa adeknya udah ketimpa batako, tuh!"

"Radipta keliatannya sayang banget sama adeknya."

Nayya melotot seraya menunjuk-nunjuk memarnya di lengan kanan.

"Iya, saking sayangnya sampe nyelakain orang lain. Mana minta maafnya gak ikhlas."

Lagi-lagi aku terbahak. Ku tebak, setelah ini kebenciannya dengan Radipta akan bertambah banyak.

Omong-omong, ini pertama kalinya aku bertemu Radipta di luar sekolah. Dan seperti biasa, ketika berpapasan kami hanya saling menatap sekilas tanpa mengucap apa-apa.

Melihat Radipta tertawa bebas seperti sekarang adalah pemandangan yang jarang sekali ku lihat di sekolah. Benar kata Nayya, seperti punya kepribadian ganda.

"Dia bisa beda gitu ya di sekolah sama di rumah."

"Kayaknya dia cuman ekspresif sama orang-orang yang menurutnya deket, deh."

Setelah ku pikir-pikir memang betul. Mungkin lebih tepatnya Radipta hanya ekspresif dengan orang yang membuatnya nyaman. Karena sering ku lihat ia tertawa ketika mengobrol dengan Alin, sedangkan dengan Glara senyum pun rasanya sulit.

"Gimana caranya deketin Radipta, ya..." gumamku yang tentu di dengar oleh Nayya.

"Intinya harus kuat mental. Meskipun nekat pun hasilnya bisa aja gak sesuai keinginan kamu. Let it flow aja, lah, Jan. Gak bakal kemana-mana ini si Radipta."

Ucapan Nayya benar. Jujur aku juga ingin hanya menyukainya dalam diam agar tak menjadi beban, tapi seiring berjalannya waktu perasaan itu kian tak bisa ku kendalikan.

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now