Olimpiade Biologi (2) - 20 November 2019

12.9K 1.4K 48
                                    

Ada pepatah bilang, kegagalan adalah kunci awal dari kesuksesan. Aku setuju dengan pepatah itu.

Sebelum kegagalan dari sesuatu yang sangat ku harapkan terjadi.

Mau seberapa banyak kata gak papa atau semangat yang ku dapat, tetap tak bisa menghentikan rasa sesak dan kecewa yang ku rasa.

Memang bagi orang sepele, menurut mereka ini bukan satu-satunya jalan. Tapi orang mana tahu, seberapa kuat ku bertekad, seberapa keras ku berusaha dan seberapa kencang ku berdoa.

"Jana, aku gak tau harus nenangin kamu pake kata-kata apa. Karena aku tau dan pernah ngerasain apa yang kamu rasa. Kata semangat pasti gak akan pernah cukup. Jadi ayo kita bangkit lagi, belajar lebih banyak lagi, dan berusaha lagi. Pasti ada masanya hasil yang kita dapat sebanding sama usaha yang kita jalanin."

Ucapan Kayla cukup menenangkan hati ku, tapi tak cukup menahan ku untuk tidak menangis.

Jujur, aku sendiri tak berharap banyak dengan olimpiade ini. Tapi melihat banyak teman-teman yang berhasil, membuatku merasa tak pantas untuk ada disini.

"Aku gak papa, Kay."

Aku bangkit dari duduk, kemudian menarik tangan Kayla untung mendekat ke panggung.

"Kalo gak papa jangan nangis, dong!" seru Kayla seraya memberiku tisu yang entah ia dapat darimana. "Nanti kan mau duduk sama Radipta lagi."

Ah, tentang Radipta. Hebat sekali dia. Memenangkan juara pertama olimpiade bahasa inggris se-kabupaten. Mendengar itu membuatku kagum dan minder di saat yang bersamaan.

Kayla pun yang sedari dulu satu sekolah dengannya tak menyangka Radipta bisa menang. Laki-laki itu memang penuh kejutan.

Disini sekarang kami berkumpul untuk foto bersama. Ku tengok kanan dan kiri, tapi tak menemukan Radipta sama sekali. Padahal harusnya laki-laki itu menjadi sorotan karena mendapat juara satu.

"Radipta kemana, ya? Ini masa Ibu yang pegang pialanya."

Bu Endah celingak-celinguk mencari sosok itu, tapi tetap saja tak terlihat batang hidungnya sejauh mata memandang.

"Ya udah, Pak, langsung foto aja." ujarnya menyerah.

Setelah sesi foto selesai, waktunya makan. Sempat diberitahu bahwa kami akan makan di bus, sekalian pulang karena langit sudah menggelap.

Akhirnya aku dan Kayla berpisah.

Ketika masuk ke dalam bus, ternyata Radipta sudah lebih dulu duduk-entah ia baru datang, entah sejak foto bersama ia sudah ada disini.

"Pialanya,"

Aku menyerahkan piala kepunyaannya yang tadi sempat Bu Endah titipkan. Karena ketika berangkat Bu Endah sudah menjaga di bus 2, jadi ketika pulang beliau gantian menjaga di bus lain.

"Makasih." ujarnya singkat seraya menekuk kaki untuk akses ku masuk ke seat dekat jendela.

"Tadi gak ikut foto?"

"Enggak."

Kenapa?

Sayang sekali pertanyaan itu hanya bisa bersarang di kepalaku karena aku tak berani bertanya lebih jauh. Tampaknya Radipta sedang tidak baik-baik saja. Raut wajahnya terlihat agak-err menakutkan?

Aku membuka kotak nasi yang barusan dibagikan, isinya nasi goreng dengan lauk ayam bakar yang menggugah selera. Perutku keroncongan karena tidak diisi dari siang tadi, jadi saatnya sekarang mengisi energi setelah dibantai puluhan soal habis-habisan.

Ku lirik Radipta, laki-laki itu tak sedikitpun menyentuh makanannya. Ia hanya sesekali minum air putih, kemudian lanjut memejamkan mata.

Apa ia tak lapar?

Satu Cerita Untuk KamuWhere stories live. Discover now