PRM 10

439 42 3
                                    

20 agustus 2022

Chimon baru saja pulang dari kegiatan ospeknya. Hari ini sebenarnya cukup berat untuk Chimom tapi saat ini dia sudah memiliki penyamangat dalam hidupnya. Kakaknya tercinta, White Wasuthorn Patthiyakorn.

Kakak dan ayahnya itu belum bisa datang dan berkumpul bersama Chi lagi. Kakaknya masih harus tetap disana sampai kondisinya benar benar stabil. 4 tahun sudah berlalu, tapi 4 tahun itu menjadi kisah pilu White dalam berjuang melawan penyakitnya. Disaat yang lain sedang besenang senang, dia justru harus berperang melawan penyakitnya sendiri.

4 tahun itu pula menjadi tahun yang begitu panjang untuk pemuda bemata sipit dan pemuda berkulit tan itu. Off, pemuda itu yakin, yakin kekasihnya ada disuatu tempat, tempat untuk mereka saling menunggu.

Chimon langsung melemparkan tubuhnya dikasur besar miliknya yang begitu empuk. Dia merebahkan tubuhnya sebentar, ospek jurusan benar benar menguras tenaganya, terlebih lagi jurusan yang dia ambil adalah teknik. Meski lelah tapi Chimon tidak mengeluh, kakaknya saja setiap hari harus disuntik dan melakukan banyak terapi tapi dia tidak pernah mengeluh, bagaimana bisa dia mengeluh disaat kakaknya begitu kuat.

“Kayaknya aku emang salah jurusan deh,” monolog Chimon sambil menatap langit langit kamarnya. Sejak awal dia merasa memang ada yang aneh semenjak dia masuk jurusan teknik. Dia merasa seperti salah jurusan sejak awal, tapi kayaknya sekarang dia benar benar merasa salah jurusan.

Chimon menetralkan tubuhnya dulu sebentar sambil membiarkan dinginnya AC membalut dirinya. Dia benar benar merasa lelah dan panas, itulah sebabnya dia menetralkan dulu dirinya sebelum melakukan video call dengan Kakaknya. Setelah dirasa cukup dia pergi mandi terlebih dahulu, jika tidak Kakaknya itu pasti akan memarahinya.

“Males sih, tapi dari pada nanti dia ngamuk.” Dengan langkah gontai Chimon berjalan menuju kamar mandinya, dia benar benar malas tapi nanti Kakaknya bisa marah.

Setelah 14 menit lebih Chimon keluar hanya dengan menggunakan bathrobenya, dia malas keluar untuk mengambil bajunya jadi sekarang ini dia hanya menggunakan bathrobe. Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk, karena masih sangat basah jadi belum bisa menggunakan hairdyer.

17:45.

Itu adalah jam yang sudah Chimon dan White tentukan untuk mereka berkomunikasi. Mereka harus mengatur jadwal karena berbeda jam dan juga berbagai kesibukan mereka. White dua tahun lalu sudah mulai menjalankan tugasnya sebagai penerus Keluarga Patthiyakorn, itulah mengapa dia belum bisa kembali karena kondisinya juga masih harus dipantau.

Buru buru Chimon langsung mengambil Macbook miliknya dan membuka Whatsapp di Macbook miliknya. Benar saja, tidak lama setelah dia berhasil masuk ke Whatsapp Kakaknya langsung menghubunginya. White benar benar orang yang disiplin dia selalu tepat waktu.

“Helo Kakaknya Chi,” sapa Chimon kepada Kakaknya yang berada disana.

Chimon sontak mengerutkan dahinya saat melihat selang oksigen yang melingkar di hidung sang Kakak. Kemarin Kakaknya baik baik saja tapi rupanya hari ini dia kembali ke Rumah Sakit lagi?

“Kakak kenapa?” tanya Chimon yang langsung terduduk dengan tegap, jelas terlihat kalau dia khawatir dengan kesehatan sang Kakak.

“Gak pa-pa, cuman tadi agak pusing aja, makanya ke Rumah Sakit lagi,” jawab White disebelah sana sambil menyenderkan kepalanya ke bantal yang sudah di tinggikan.

“Nahkan, untung aja Kakak udah lulus kuliah jadi gak terlalu cape, jangan kerja mulu, Chi khawatir,” omel Chimon, “apa perlu Chi bantu? Biar Kaka bisa istirahat, bedrest gitu loh,” lanjut Chimon.

Wajah White tiba tiba berubah horor. Dia sering kali kecapean hingga Dokter sering menyuruhnya bedrest dan dia benar benar tidak menyukainya. Bagi White bedrest adalah hukuman paling menyebalkan untuknya, karena itu akan membuatnya merasa sangat bosan.

Pliss! Remember Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang