-16-

560 110 11
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 1 petang namun Rose masih belum keluar dari kamarnya. Jane bahkan sudah memanggilnya namun sepertinya Rose masih saja emosi makanya Jane memilih untuk membiarkan istrinya itu tenang duluan.

Ding dong~

Dengan segera Jane berganjak kearah pintu dan membukanya "Iya, cari siapa?"

"Apa anda Jane-ssi?"

"Iya"

"Ini ada makanan yang dipesan atas nama anda. Semuanya sudah dibayar kok"

Jane mengernyit bingung namun dia tetap mengambil bungkusan makanan itu "Terima kasih"

"Sama sama. Saya duluan" sosok itu langsung saja berganjak pergi dari sana.

Jane membawa bungkusan makanan itu masuk dan meletakkannya diatas meja makan. Dia langsung saja berganjak menuju kekamar.

Tok tok tok

"Rosie, itu ada makanan. Apa kamu yang memesannya?" tanya Jane

"Iya, kamu makan saja. Maaf, aku tidak bisa masak untuk kamu" sahut Rose dari dalam kamar.

"Ayo, kita makan bareng" ujar Jane.

"Kamu makan saja, aku tidak lapar!"

"Rosie, please jangan seperti ini. Tolong keluar, kita bicarakan semuanya dengan baik" bujuk Jane.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Tolong biarin aku sendiri, aku butuh waktu!"

Jane menghela nafasnya dengan kasar dan berganjak menjauh dari sana. Sepertinya istrinya itu memang membutuhkan waktu sendiri.








Didalam kamar, Rose hanya melamun diatas kasurnya dengan memeluk kedua lututnya. Matanya sembab menandakan kalau dia baru saja menangis.

Bohong kalau dia bilang dia tidak mencintai sosok yang menjadi suaminya itu. Walaupun mereka menikah gara gara perjodohan, Rose sudah mula mencintai suaminya itu namun sepertinya sang suami masih mencintai masa lalunya.

Hah~

Ternyata menjadi pelampiasan itu menyakitkan ya. Ck, seharusnya dia tidak jatuh cinta sama sosok yang belum bisa melupakan masa lalu, pikirinya.

Tok tok tok

"Rosie, aku sudah selesai makan. Punya kamu sudah aku siapkan. Kamu habisin makanan kamu ya. Aku mau keluar, ada urusan. Kalau ada apa apa, kamu langsung saja kabarin aku" ujar Jane dari luar kamarnya.

Rose hanya diam. Dia sama sekali tidak berniat untuk menjawab kata kata suaminya itu.










:
:

"Jane? Lo ngapain disini?" tanya Seulgi ketika melihat Jane memasuki ruangan donsen

"Buat kerja lah" sahut Jane

Seulgi melirik jam dipergelangan tangannya "Sekarang sudah jam 2 loh. Gue kirain elo memang tidak bakalan masuk" ujarnya.

"Awalnya gue memang mau libur si tapi dirumah bikin gue pusing. Ingatan gue kembali mulu dan perasaan gue juga bingung" sahut Jane.

Seulgi menepuk pundak Jane "Semua kelas sudah bubar. Mendingan sekarang lo ikut gue ketaman belakang saja. Kita ngobrol disana"

Akhirnya mereka berdua berlalu ketaman belakang. Setibanya disana, Jane mula menjelaskan semua masalah yang terjadi dihidupnya itu.

Sebagai pendengar yang baik, Seulgi memilih untuk diam agar dia bisa memahami alur yang diceritakan oleh sahabatnya itu.

"Gue harus gimana Gi?" lirih Jane.

Seulgi menatap Jane dengan serius "Tanya sama hati elo, siapa yang elo cintai. Elo tidak bisa mencintai dua cewek dalam waktu yang sama"

"Gue memilih istri gue" sahut Jane "Tapi gue juga tidak ingin menyakiti hati Julia. Gue sudah mengingkari janji gue untuk menikahi dia. Apa yang harus gue lakukan? Gue tidak bisa menyakiti hati kedua duanya" ujar Jane dengan sendu.

"Terus sekarang apa rencana elo?" tanya Seulgi.

"Apa salah kalau gue menjadikan Julia sebagai istri kedua gue?" tanya Jane

Seulgi menghembuskan nafasnya dengan kasar "Dengan pilihan elo ini, elo bakalan menyakiti hati Rose"

"Gimana sama hati Julia? Hati dia juga pasti sakit karena gue sudah mengingkari janji gue!"

"Terus sekarang lo mau apa Jane?! Elo harus memilih diantara mereka! Elo tidak bisa egois!" sentak Seulgi yang sudah mula kesal itu.

Jane mengusap wajahnya dengan frustasi "Kenapa si semua ini harus terjadi sama gue? Kenapa gue diberi pilihan yang sulit ini? Gue mencintai istri gue tapi gue juga masih mencintai masa lalu gue!"

Seulgi menepuk pundak Jane "Sebagai sahabat, gue hanya mau menasihati elo. Kalau elo memilih istri elo, keluarga elo juga pasti senang. Tapi kalau elo memilih Julia, gue yakin keluarga elo bakalan kecewa banget sama elo"

"Gue memilih istri gue tapi gue tidak tega buat ngomong sama Julia kalau gue mau putusin dia" lirih Jane.

Seulgi berdecak kesal "Apa salah kalau gue berharap elo amnesia selama lamanya saja? Makin lama makin nyebelin deh! Asal lo tahu, gue juga memang tidak suka sama Julia! Gara gara dia, elo yang polos malah berubah jadi cowok nakal! Ck"

"Jangan salahin dia dong. Yang berubah itu gue" ujar Jane

"Terus saja belain dia. Elo berubah memang gara gara dia si. Dia yang sering membawa elo ke club"

"Terserah lo saja deh. Yang pasti, gue tidak akan pernah menyalahi dia"

Seulgi menghela nafasnya dengan kasar. Sahabatnya itu memang benar benar menyebalkan.








  Tekan
   👇

Because You're Mine✅Where stories live. Discover now