Episode. 95

350 39 3
                                    

Satu jam telah berlalu semenjak insiden tumpahnya kopi ke pakaian yang Indira kenakan ketika tak sengaja bertabrakan dengan Reva. Dan sekarang ditubuhnya telah melekat jaketnya Reva sebagai gantinya. Kali ini keduanya tampak tengah asik mengobrol mengenai tentang hilangnya orang-orang di kampung Sinja yang sampai sekarang masih belum ditemukan. Bahkan asrama Hejan yang dimaksud Kahfi waktu itu pun tidak membuahkan hasil apa-apa ketika beberapa orang dari kepolisian memeriksa ke dalam bangunannya. Orang-orang itu dianggap lenyap tanpa jejak persis seperti bukti-bukti file yang sempat tersimpan di BIN kemudian lebur secara paripurna entah kemana.

"Tapi, omong-omong, kamu tahu nggak di mana prof. Jake sekarang berada?" tanya Indira sambil menyedot minumannya yang diganti
baru sama Reva.

"Nggak. Tapi yang jelas beliau sekarang pasti lagi ngajar. Soalnya kan beliau dosen di Oxford." - Reva.

"Kalau sudah tahu begitu, kok, polisi masih sibuk nyari bukti yang hilang, ya? Bukannya nyariin prof. Jake dulu aja buat dimintai keterangan." kata Indira lebih kepada dirinya sendiri.

"Jangan terlalu dipikirin. Bukan urusan kita. Yang penting sekarang keadaannya sudah aman." - Reva.

"Kamu yakin sudah aman?" - Indira.

"Yak---"

"Wedeh! Seru banget nih dilihat-lihat ngobrolnya. Yaudah lanjutin aja. Gue duduknya di situ, kok." sapa Ashel sambil lewat yang kemudian menuju sofa di sebelah Reva-Indira duduk.

"Kenapa nggak gabung di sini aja, sih?" sahut Reva.

"Nggak apa-apa. Eh, lanjutin aja ngobrolnya, kasian temen lo tuh jadi bengong dianya." kata Ashel menunjuk Indira dengan matanya sambil tersenyum.

"Teman sekelas aku, Ka. Namanya Ashel." kata Reva memperkenalkan.

"Ohh, hai! Aku Indira." sahut Indira juga tak kalah tersenyum. "Duduk di sini aja, Shel. Nggak apa-apa, kok." ajak Indira.

"Nggak, Ka. Lagi pengen sendiri nih. Biasa mau me time. Kalian lanjutin aja ngobrolnya." tolak Ashel dengan manis.

Indira hanya mengangguk saja dan tak ingin memaksa lebih lanjut.

"Hehehe! Kamu kenapa, sih, kalau makan suka banget berantakan. Creamernya meleber kemana-mana Reva." ucap Indira sesaat menyadari mulut Reva yang belepotan. Seraya ambilin tisu dan melapkannya secara perlahan.

"A-aku aja, Ka. Makasih." kata Reva dengan mengambil alih tisunya dan mengelapnya sendiri. Indira lagi-lagi hanya tertawa kecil melihatnya.

"Kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya tahu kita ketemu di sini. Dan aku baru tahu kalau kafe Andarach cabang yang di sini lebih gede ketimbang yang ada di FX." kata Indira dengan melihat ke sekitar.

"Selain lebih gede. Di sini juga menunya lengkap banget tau, Ka. Namanya doang kafe, dalamnya ...beuh udah kayak restoran rasa warteg. Apa aja ada." kata Reva dengan menyengir.

"Oh, ya? Kamu udah nyobain apa aja di sini?" - Indira.

"Banyak. Apalagi kalau ... ... ...." Obrolan mereka terus berlanjut sampai berkeliling area kafe meninggalkan Ashel yang tampak duduk bete sendirian sambil memainkan ponselnya.

"Ada temen baru temannya yang lain dicuekin." gumamnya pelan sambil menyendok kue red velvet dan menyuapkannya dengan porsi besar.

"Ashel, selain cantik udah ngapain aja hari ini?" tegur Anin tiba-tiba yang membuat Ashel langsung ngusap dada saking kagetnya. Untung kuenya udah ketelen.

"Astagfirullah, Ka Anin. Untung aja jantung aku nggak jatuh ke perut." protes Ashel dengan cemberut sedang Anin hanya menyengir merasa tidak bersalah.

"Hehe, kamu kenapa? Kok, kayak lagi bete gitu mukanya, kenapa, sih? Cemburu lihat doi jalan sama yang lain?" tanya Anin dengan beruntun seraya sambil naik turunin alis menggoda.

"Nggak apa-apa, aku biasa aja dari tadi mukanya. Lagian doi siapa dah. Orang aku nggak punya doi-doian." kata Ashel dengan tenang.

"Kayaknya aku baru kali ini deh lihat Reva ketawa sengakak itu. Mereka lagi pada ngobrolin apaan ya di sana." komentar Anin pada Reva dan Indira yang kelihatan lagi ngobrol seru di dekat kolam ---yang air mancurnya nggak keluar kalau masih terang.

"Ya mana aku tau, Ka." sahut Ashel agak sedikit ketus.

"Ih, kok, kamu ketus banget sih nyahutinnya. Kalau biasa aja nggak mungkinlah kayak gini." - Anin.

"Ya Allah, darimananya aku ketus, sih, Ka. Kan Kaka yang nanya tadi mereka lagi ngobrolin apa." - Ashel.

"Ya tapi kan aku nggak nanya ke kamu, Shel." - Anin.

"Ih, Kaka mah. Ih sumpah, bete deh ah!" - Ashel.

"Dih-dih-dih! Yang lagi cemburu malah pundung." bukannya berhenti Anin malah semakin gencar menggoda Ashel.

"Yaudah aku duluan, ya, Rev-Shel." pamit Indira begitu tiba kembali ke sofa buat ambil ranselnya. Ia lantas melambaikan tangannya pada Ashel yang disambut dengan senyuman dan anggukan. "Jangan lupa cuciin sampai bersih, ya, Rev." kata Indira lagi pada Reva sambil menunjuk hoodienya yang tergeletak di sofa.

"Beres itu mah." sahut Reva dengan ngacungin jempolnya.

"Hallo!" Anin bicara begitu menempelkan ponselnya ke telinga. "Sayang, kok kamu tega sih duain aku sama yang lain? Padahal aku lebih cantik tahu dibanding dia!"

"Aku tahu ya kalau kamu tuh sekarang lagi selingkuh!"

"Aku cemburu tau lihat kamu jalan sama yang lain."

"Iya, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kamu sibuk ketawa-ketawa sama cewek lain!"

"Nggak tau ah aku bete sama kamu!"

Reva dan Ashel yang mendengarkan percakapan Anin dengan seseorang yang ada ditelponnya itu hanya terdiam sambil lirik-lirikan.

"Reva!" panggil Anin tiba-tiba.

"Iya, Ka?"

"Lain kali kalau mau jalan sama cewek lain, bilang-bilang ya. Ada yang cemburu soalnya."

"Hah!?"

"Ka Aniiinn!!!"

••••












Ditulis, 23 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Where stories live. Discover now