4. Kalam Ilahi

57 11 5
                                    

Setelah mengikrarkan diri untuk mengabdi, maka lapangkan hati untuk ikhlas.

Belajarlah untuk menjalankan hal-hal baik tanpa menunda ketika ada kesempatan.

Setahuku dari diskusiku bersama Hilda dan kakak-kakak senior beberapa hari lalu terkait Lembaga Dakwah Kampus IMRI ini terdiri dari ketua umum, sekretaris, dan bendahara. Sementara setiap bidang sendiri terdiri dari 8 bidang, yaitu bidang organisasi, bidang kader, bidang tabligh dan kajian keislaman, bidang keilmuan, bidang ekonomi kewirausahaan, bidang sosial dan pemberdayaan, bidang hikmah, dan bidang seni dan olahraga.

Para pimpinan kader memetakan anak-anak baru yang mendaftar untuk diwawancarai sesuai porsi masing-masing. Diwawancari tentang apa yang mereka ketahui tentang IMRI, mendeskprisikan penjelas pada dua ayat dalam Alquran, kemudian juga diberikan penjelasan tentang bidang masing-masing lalu mereka memilih dua bidang yang diinginkan untuk dijadikan daftar dan pertimbangan nanti saat pelantikan. Aku pun sudah diwawancari oleh Kak Imelda. Aku memilih Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman dan SBO supaya bisa bersama Hilda jika tidak lolos yang pertama.

Adapun sebelum pelantikan berlangsung, para kader baru harus ikut berbaur di setiap kegiatan bidang untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Misal seperti diskusi politik, pengkaderan, keislaman. Kajian Islam untuk umum setiap hari Sabtu sore, kajian Islam untuk putri setiap hari Jumat sebelum sampai sesudah salat Jumat. tahsinul Quran setiap Sabtu malam. Sementara diskusi di hari-hari yang lain. Nggak wajib sih, tapi Hilda maunya semuanya diikutin. Ya, sebagai sahabat yang baik, aku nurut saja lah. Sementara untuk latihan seni bagi yang ingin mengikuti saja. Itu informasi yang kudapat setiap aku dan Hilda bolak-balik rajin ke basecamp.

Hilda begitu bersemangat sekali mengikuti seluruh kegiatan di bidang-bidang tersebut. Hilda ingin dikenal oleh Tirta sebagai salah satu mahasiswa yang kerap kali muncul, aktif, dan bersemangat. Sementara aku yang hanya setengah-setengah menjalani ini tentu terasa begitu berat untuk melangkah. Aku masih belum sanggup. Aku hanya mampu mewujudkan tampang pura-pura bahagia, padahal hatiku lelah sekali.

Sabtu sore ini, waktu yang dinantikan untuk adanya kajian Islam umum di masjid kampus. Kulihat dari kejauhan Alwi keluar masuk masjid seperti orang kebingungan. Mengecek jam tangan, menelpon seseorang tapi tidak diagkat. Aku tanya ke salah satu senior IMRI yang melewatiku tentang kenapa sepertinya riweh sekali di masjid. Rupanya anak-anak yang bertanggung jawab akan hal ini malah belum datang. Sementara pemateri sudah datang barusan. Audiens juga sudah banyak.

Akhirnya Alwi dibantu teman-temannya PK dari bidang lain untuk menempatkan diri di bagian mengurus acara, moderator. Kurang satu saja kalam ilahi. Saat aku sedang duduk-duduk santai dengan Hilda di bagian tempat duduk perempuan sembari menonton keriwehan ini, tiba-tiba kulihat Alwi berjalan ke arahku entah ada tujuan apa. Tapi agak ada jarak beberapa meter dariku, dia berhenti berjalan, lalu mengkode aku untuk mendekatinya sambil dia bicara dari kejauhan dan menunjukku. Kenapa sih dia suka nunjuk-nunjuk, nggak sopan!

"Heh, kamu! Sini!"

"Hah? Aku?" tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri.

"Hah hoh hah hoh. Iya buruan sini!" songongnya.

"Hih!" decakku sampai membuat Hilda menoleh dan bertanya kenapa. Aku hanya bilang kalau aku dipanggil Alwi, lalu izin meninggalkan Hilda sebentar.

"Kenapa?" tanyaku..

"Nih," Alwi mengacungkan Alquran terjemahan untukku.

"Apaan?"

"Pegang dulu!" perintahnya.

Kuambil Alquran terjemahan itu dari tangan Alwi, baru lelaki itu menjelaskan.

"Mau nagih janji memperjuangkan apa yang mesti diperjuangkan," sindirnya pada alasanku saat open house.

Bismillah Denganmu ✔ [NEW]Where stories live. Discover now