29. Menahan Diri

48 8 2
                                    

Maaf jika hanya bisa sebentar menemanimu.

Sebab berada didekatmu membuatku mudah terlena.

Kejujuran Azza tidak membuat Alwi menghilang dari Azza. Semenjak kejadian Azza mengutarakan perasaannya, Alwi justru jadi sering mampir basecamp. Walaupun tidak lama, tapi Alwi mampir untuk sekadar duduk-duduk menanti pergantian jadwal kuliah atau menanti rapat DPM. Meskipun Azza dan Alwi tidak berbincang, tapi mereka saling melirik sekilas satu sama lain. Tentu saja keduanya saling melihat kalau mereka ada di tempat yang sama. Kehadiran Alwi yang hampir setiap hari di basecamp membuat Azza dan Hilda yang setiap hari mampir basecamp jadi bertanya-tanya, tapi tidak bertanya.

Hingga di siang hari yang sendu karena mendung, Alwi melihat Azza duduk sendirian di depan basecamp sambil main ponsel. Alwi ikut duduk di sampingnya dan Azza mendadak grogi. Alwi menengok ke arah dalam ruang basecamp. Ada Bima, Jeremy, Tirta, dan Anas yang sedang bermain PS. Laki-laki semua, pantas saja Azza di luar. Di antara keempat teman lelakinya yang ada di dalam basecamp belum ada yang menyadari kehadiran Alwi. Alwi bermain ponsel dan berdehem, bermakud ingin membuka pembicaraan dengan Azza. Perempuan itu merasa.

"Nunggu kelas Kak?" tanya Azza basa-basi.

"Udah selesai kok. Tinggal pulang aja," jawab Alwi.

"Terus kenapa nggak pulang?"

"Loh, ngusir?"

"Enggak, heran aja ngapain di sini."

"Ya nggak ada apa-apa. Emangnya harus ada apa-apa dulu baru boleh ke sini."

"Ya enggak juga, maksudnya kenapa harus duduk di sini, kan bisa di dalem sama yang lain. Kan temen-temen Kak Alwi di dalem semua."

"Sejak kapan aku nggak anggap kamu temen?"

"Maksudnya temen cowok," koreksi Azza terlihat gugup.

Alwi tersenyum menyadari kegugupan Azza.

"Kamu nggak nyaman aku duduk di sini?" tanya Alwi.

"Nyaman kok."

"Ya udah, santai aja nggak usah gugup. Aku cuma pingin duduk."

"Nanti ketiganya setan."

"Kalau sepi dan duduknya deketan. Ini kan rame Dek Azza. Banyak orang lalu lalang. Di dalam juga banyak orang. Kamu sendiri ngapain di sini sendirian?"

"Tapi kan mereka nggak tahu kalau ada Kak Alwi di sini. Wifi-an Kak."

"Tirta!" panggil Alwi dari luar secara otomatis.

"Oy Wi!" yang dipanggil berdiri dan beranjak keluar menemui Alwi diikuti Anas. Tujuan Alwi memanggil Tirta agar di luar menjadi ramai. Tirta menjabat tangan Alwi, begitu pun dengan Anas. Tirta duduk di sebelah Alwi. Sementara Anas duduk di depan Alwi. "Selesai kuliah Wi?"

"Yoi."

"Masuk Wi, main PS," ajak Anas.

"Mager. Sini aja."

"Nemenin Azza?" tanya Anas bar-bar.

"Yoi. Tapi yang ditemenin grogi," jawab Alwi meledek.

Anas dan Tirta terbahak.

"Nggak lucu Kak," sahut Azza pada Alwi, ketus.

"Emang nggak nglawak sih," jawab Alwi santai.

Azza hanya melirik Alwi dengan perasaan dongkol, sementara Alwi, Tirta, dan Anas terbahak.

"Dasar cowok, nyebelin!"

"Kalau disayang belum waktunya," balas Alwi ngeles.

"Ciaaahhh... wkwkwk!" seru Anas terbahak bersama Tirta dan Alwi.

"Sa ae Mamang Alwi," komentar Tirta.

"Biasa aja," komentar Azza, ketus. Dalam hati, kenapa gue nyatain perasaan ke Alwi sih kemarin? Jadi baper!

"Canda Dek, Maaf ya," kata Alwi, lembut.

Azza menatap Alwi yang menatapnya tulus. Azza tidak bisa bohong kalau dirinya luluh. Azza mengusap tengkuknya salah tingkah saat Alwi tersenyum. Anas dan Tirta saling bertukar tatap memberi isyarat bahwa sahabatnya sedang ada apa-apa.

"Eh, gue duluan ya. Takut hujan di jalan," izin Alwi kepada Tirta dan Anas. "Dek Azza, duluan Ya."

Azza mengangguk dan tersenyum, "Hati-hati Kak."

"Buru-buru amat gais?" tanya Tirta.

"Hujan bro, mager gue. Dah, bye! Dah Azza!" Alwi melambaikan tangan untuk Tirta, Anas, dan Azza.

Alwi sempat menatap ke arah Azza lagi yang masih menatapnya. Lalu Alwi tersenyum, Azza membalasnya. Segera Alwi bergegas pergi meninggalkan teman-temannya dan juga Azza. Dalam hatinya sebenarnya ia masih ingin di basecamp, duduk di samping Azza, tapi Alwi harus menahan diri untuk tidak terlalu sering berada di dekat Azza.

Sering berada di dekat Azza membuat Alwi terlena. Candaannya tadi bahkan spontan ia keluarkan. Seharusnya Alwi tidak boleh begitu, pikirnya. Itu mengapa Alwi meminta maaf karena ia merasa sudah kelewatan. Izin untuk pergi lebih baik baginya daripada bercandaannya menguras emosi Azza.

Bahkan mungkin Azza menjadi malu karena candaannya tadi. Mungkin juga Azza mengira kalau Alwi menyindirnya. Alwi tidak ingin membuat Azza berprasangka lebih lagi. Ia harus menghentikan dirinya sebelum keblabasan bercanda.

-----------------------
Jangan lupa vote dan komentar ya! Makasih... :)

Bismillah Denganmu ✔ [NEW]Where stories live. Discover now