19. Mama

30 8 1
                                    

Kamu harus dekat dengan Tuhanmu dulu sebelum mencintai orang lain.

Kalau Tuhan ridai, niat hati akan tercapai.

Proker berjalan setelah pelantikan. Seperti apa yang telah menjadi tanggung jawabku. Kajian keputrian dilaksanakan pada hari Jumat saat yang laki-laki salat Jumat. Aku dibantu oleh kakak senior dan teman-teman lain termasuk Hilda untuk persiapan MC dan kalam ilahi. Mentok-mentok aku disuruh menjadi MC karena membaca Quranku belum terlalu lancar.

Aku juga menjalani kegiatan Tahsin seperti biasa. Bedanya hanya biasanya laki-laki boleh mengajarkan yang perempuan, tapi kali ini sudah dibatasi. Laki-laki dengan sesamanya, begitu pun perempuan. Kegiatan yang juga tetap kujalani adalah Kajian umum yang dilaksanakan setelah salat Isya di masjid kampus. Aku bertanggung jawab menjadi panitia sekarang. Panitia konsumsi lebih tepatnya. Alwi selalu tetap menjadi pembaca kalam Ilahi dan aku selalu jatuh cinta dengan bacaannya.

Selesai kajian umum, kami membereskan masjid menjadi semula. Sekarang semenjak ada Lika, aku jadi selalu pulang bersamanya. Dia anaknya memang pendiam, tapi rupanya bertanggung jawab juga. Disuruh jadi panitia bagian ini atau itu dia nurut. Tapi entah akan seleksi alam atau tidak

"Azza!"

Panggil seorang lelaki kepadaku yang membuat aku menoleh ke sumber suara. Ternyata Alwi. Ia baru saja menunggangi motornya di parkiran. Aku bertanya.

"Kenapa Kak?"

Dia memakai helm, lalu menyalakan mesin motornya, baru menjawab. "Ngetes kuping!" lalu setelah itu pergi sambil terbahak.

Ih, nyebelin banget! Nyesel udah nengok. Ternyata masih menyebalkan. Jaga jarak saja masih menyebalkan. Lika senyum-senyum aneh.

"Kenapa?" tanyaku.

Tapi Lika hanya menggeleng dan memintaku untuk segera membonceng. Sungguh misterius. Begini ya rasanya berteman dengan orang pendiam.

...

Di bawah bintang-bintang malam, aku duduk di teras rumah menyaksikan indah ciptaan Tuhan sambil merenung. Tentang hari manisku bersama Alwi terakhir kali mungkin adalah di rooftop. Selanjutnya kita akan berjalan sendiri-sendiri. Entah masih bisa bercanda atau tidak saat berkumpul. Yang pasti tujuan Alwi untuk menjaga jarak denganku terwujud sekarang. Aku ingat, dia pernah bilang 'suatu saat kamu juga akan ngerti', ya sekarang aku mengerti kenapa Alwi ingin menjaga jarak. Kenapa Alwi Takut.

Alwi ingin ada batasan antara kita berdua. Alwi tidak ingin menyentuhku lagi. Alwi takut menciptakan dosa di antara kita berdua. Yang aku belum mengerti adalah kenapa dia bilang traumanya hilang setelah kenal aku. Tiba-tiba mama keluar rumah dan menghampiriku.

"Galau Nak?" tanya mama sambil merangkulku.

"Cuma lagi mikir ma."

"Mikir apa? Cerita sama mama."

Aku menghela napas. Mungkin hal paling aman adalah curhat dengan keluarga sendiri. Dengan mama, orang yang lebih dewasa dariku, yang kemungkinan akan lebih mengerti cinta ketimbang aku. Bukan dengan Hilda. Rasanya ingin kuhilangkan taruhan itu, supaya aku bisa bebas cerita dengan Hilda. Aku mulai sadar bahwa aku jatuh cinta dengan Alwi.

"Ma... Azza jatuh cinta."

"Sama siapa Nak?" tanya mama terkejut.

"Mama tahu orangnya."

"Senior kamu yang dulu itu? Siapa namanya, Alwi? Betul Nak?"

Aku mengangguk, "Tapi..."

"Tapi?"

Aku menceritakan trauma Alwi kepada Mama agar mama tahu kalau Alwi pernah trauma terlalu dekat dengan perempuan hingga membuatnya patah hati yang sungguh. Aku juga cerita tentang sore itu di rooftop bersama Alwi. Aku cerita kepada mama kalau Alwi ingin menjaga jarak denganku. Alwi merasa takut. Aku juga cerita tentang Alwi yang sembuh dari traumanya setelah mengenalku. Sekarang aku tanya pada mama, apa maksudnya agar aku tidak salah paham. Mama membelai kepalaku lembut penuh kasih sambil menatap bintang.

"Nak, kamu tahu kenapa Mama dan Papa cerai?" tanya mama tiba-tiba bicara tentang papa. Aku terkejut. Apa mama rindu papa?

"Karena papa selingkuh," jawabku yang aku tahu.

"Bukan."

Aku terbelalak kaget.

"Loh? Terus kenapa Ma?"

"Karena Mama dan Papamu tidak dekat dengan sang pemberi cinta. Allah Nak. Kami saling mencintai tanpa meminta keteguhan hati pada sang pemberi cinta," jelas Mama pelan-pelan. Aku hanya diam, menyimak. Apa hubungannya denganku dan Alwi? "Mama dan Papa lupa bahwa Allah Maha membolak-balikkan hati. Kami sama-sama tidak menaati perintah agama. Tuhan menghukum Mama dan Papa dengan perceraian ini agar Mama sadar bahwa kasih sayang Allah itu begitu dekat, namun mengapa Mama selalu mengabaikannya."

"Apa hubungannya sama aku dan Alwi, Ma?"

"Sabar, kamu harus dengar Mama sampai selesai."

"Oke Ma."

"Mama menjaga kamu sekarang untuk memperbaiki semuanya. Jangan sampai kamu menjadi seperti Mama. Kamu harus dekat dengan Tuhanmu dulu sebelum mencintai orang lain. Pilihan hijrah kamu sudah membuat mama tenang, tapi kamu perlu memahami. Berhijrah itu harus tulus. Berhijrah bukan hanya sekadar berubah dari segi penampilan fisik, tapi juga harus dengan hati."

"Azza lagi belajar untuk itu Ma sekarang."

"Ya... kamu memang harus belajar. Pilihan Alwi untuk menjaga jarak denganmu karena ia takut membawa kamu ke lumbung dosa itu sudah tepat. Alwi masih belum mampu menyampaikan isi hatinya saat ini. Barangkali, setiap Alwi dekat dengan kamu, Alwi tidak bisa menjaga batasan dirinya. Dan tentang trauma itu, kamu adalah obat buatnya, Nak. Kamu orang yang Alwi pilih. Alwi menyukaimu, Nak."

"Kenapa Mama seyakin itu kalau Alwi suka sama Azza? Gimana kalau Mama cuma salah paham."

"Lelaki yang mencintai seseorang karena Tuhannya, pasti akan berusaha menjaga diri agar orang yang dicintainya tidak ikut berdosa. Lelaki itu akan menghormatimu. Alwi menjagamu, Nak."

"Sampai kapan?"

"Sampai dia dan kamu siap. Sampai waktunya tepat, Nak. Yang penting sekarang adalah kamu fokus pada diri kamu sendiri. Fokus untuk memperbaiki diri kamu. Kamu harus tegas, supaya Alwi juga fokus memperbaiki dirinya dan cintamu direstui oleh Rabbmu, Nak. Siapapun lelaki yang bersamamu nantinya, dia adalah orang yang Allah ridai untukmu."

Mama tersenyum hangat, lalu memelukku erat sembari membelai kepalaku. Alwi, sekarang aku mengerti. Berkat mama. Terima kasih telah berusaha menjagaku. Mama benar, saat aku dekat dengan Alwi, memang Alwi melanggar batasan itu. Seperti tak sengaja menyentuhku dan menatapku begitu lama. Aku pun tak bisa menjaga batasan itu. Keputusan Alwi untuk menjaga jarak denganku adalah tepat. Aku tersenyum untuk diriku sendiri.

...

Gara-gara omongan mama semalam, aku bertekad untuk benar-benar berubah sekarang. Aku memperbaiki pemakaian kerudungku. Kerudung segi empat yang biasanya kusampirkan di pundak, kini kuubah menutupi dada. Aku harus bisa memperbaiki diriku lebih baik dari aku yang sebelumnya. Setidaknya begitu.

Aku pamit mama untuk kuliah. Mama senang dengan perubahanku. Sampai mama bilang 'ingat, hati juga harus dijaga'. Akan kusematkan kata-kata indah itu dalam pikiran. Sampai kampus, aku langsung memasuki lift. Lift-nya kosong. Aku naik ke lantai 4. Saat lift itu terbuka, seorang lelaki yang kukenal berdiri tepat di hadapanku, Alwi.

Ia nampak memakai pakaian kuliah yang biasa dia kenakan. Kemeja ditekuk sebatas siku, celana jeans, sepatu. Dia melihatku dari ujung kaki hingga ke wajah. Dia nampak terkejut. Entah dengan perubahanku atau karena tak sengaja bertemu denganku di sini. Aku tersenyum untuknya yang langsung dibalas senyuman lembut, lalu aku menunduk dan melewatinya.

-----------------------
Jangan lupa vote dan komentar ya! Makasih... :)

Bismillah Denganmu ✔ [NEW]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz