20. Perubahan Azza

33 9 1
                                    

Teduh dan sejuknya wanita muslim itu terlihat dari cara berpakaiannya yang tertutup.

Selain itu juga dengan menjaga pandangan terhadap lawan jenis.

Selepas dosen menutup kelas, Alwi tidak langsung bangkit dan beranjak dari bangkunya. Ia masih belum selesai mencatat materi yang ditulis di papan tulis. Salah satu temannya menepuk pundaknya, izin keluar lebih dulu. Alwi hanya mengiyakan saja. Setelah kelas sepi, Alwi baru beres-beres peralatan tulis untuk ia masukkan ke dalam tas. Alwi berjalan menuju lift. Ia menekan lift lantai satu dan menunggu hingga terbuka.

Saat lift terbuka, ada satu perempuan di dalam mengenakan sepatu putih, gamis lilac, dan kerudung segi empat dengan warna senada menutupi dada. Alwi sempat melihatnya dari ujung kaki hingga wajah, ternyata Azza. Alwi terkejut. Terkejut karena Azza mengenakan kerudung dengan syari. Biasanya jika dia memakai kerudung segi empat, dia akan menyampirkan ke bahu. Tapi sore ini, dia nampak anggun dengan gaya barunya. Azza melempari Alwi sebuah senyum manisnya, lantas dibalas lembut oleh Alwi. Lalu cepat-cepat Azza menundukku pandangan. Tumben, pikir Alwi. Alwi nampak terbuai dengan cantik paras Azza, apalagi dengan perubahannya berpakaian seperti harapannya dulu.

Alwi masuk lift dengan banyak sekali pertanyaan di isi kepalanya. Azza kenapa? Apakah dia sudah sungguh-sungguh untuk berhijrah? Tapi apa yang mengubahnya tiba-tiba? Apakah ada laki-laki lain yang membuatnya berubah? Atau ia berubah karena kata-katanya di rooftop? Atau memang murni niat dari hati Azza sendiri? Alwi tersenyum untuk dirinya sendiri, merasa senang Azza berpenampilan seperti itu. Lebih sejuk, lebih teduh.

Alwi memasuki ruang basecamp IMRI dengan masih menyisakan sedikit senyuman hasil rasa senangnya melihat perubahan Azza. Ada Tirta, Fatur, Jeremy, Bima, dan Anas sedang bermain game sambil berteriak-teriak seru. Tirta yang sedang menggenggam joystick sempat-sempatnya melambaikan tangan pada Alwi, menyapanya. Alwi menyapa balik. Nilai plus dari Anas sebagai anak programmer, dia menginstallkan game PES dan Naruto di komputer basecamp. Jadi, anak laki-laki sering ke basecamp untuk main game PS gratis.

"Kenapa lo Wi, seneng banget muka," tanya Tirta yang pandangannya menuju layar komputer.

"Nggak apa. Lagi happy aja," kata Alwi asal, padahal alasannya jelas karena Azza.

"Barusan kelas?"

"Iya. Eh, ikutan dong," kata Alwi mendekati mereka, berusaha untuk ikut seru-seruan bersama mereka.

"Gantian Kak, habis aku sama Bima ya. Ntar Kak Alwi lawan Kak Fatur." kata Jeremy.

Alwi mengiyakan saja. Sambil menonton mereka bermain, Alwi tiba-tiba terbayang wajah Azza lagi. Cantik sekali, pujinya dalam pikiran. Alwi mengusap wajahnya segera sambil berucap istighfar dalam hati. Berusaha menghindarkan diri dari syahwat.

...

"Assalamualaikum!" seru Hilda dan Azza yang baru saja memasuki basecamp.

Alwi yang sedang bermain game mendadak tegang. Jantungnya berdebar-debar hebat saat melihat Azza masuk basecamp. Pikirannya sampai tidak fokus pada game sampai akhirnya Fatur berhasil mengambil kesempatan untuk mengalahkannya. Fatur berseru penuh kemenangan.

"Hei, perempuan berdua tak boleh masuk sini, keluar sana! Di sini banyak laki-lakinya," kata Jeremy dengan logat NTT-nya.

"Ya ampun... bentar doang, mau makan jajan!" jawab Hilda.

"Bolehlah Jer, yang penting kan ada temen ceweknya," bela Tirta.

"Tuh dengerin Jer kata Pak ketum!" seru Hilda penuh kemenangan dan hati yang berbunga.

Alwi mengamati Tirta. Ia merasa bahwa Tirta dan Hilda sedang dekat. Beberapa kali dalam suatu kesempatan Tirta selalu membela Hilda. Di luar itu, Tirta juga penuh perhatian dengan Gina. Namun, beda perlakuannya. Kepada Gina, Tirta akan menjadi lembut dan santun. Namun kepada Hilda, Tirta seperti suka-suka. Menurut Alwi, Tirta plin plan. Saatnya Alwi bergantian dengan Anas untuk bermain game. Alwi duduk menyaksikan yang lain, tapi lepas dari itu, Alwi curi-curi pandang kepada Azza yang asyik makan jajan dengan Hilda sambil berbisik-bisik entah apa. Tiba-tiba Hilda berseru.

"Cieee Kak Alwi!"

Alwi terkejut. "Apa?" tanyanya.

"Azza cantik ya Kak? Dilirik mulu."

"Cieee!" seru seluruh anak laki-laki di dalam basecamp.

Duh, sialan. Ketahuan bodoh! Malu banget!, batin Alwi. Azza menepuk bahu Hilda salah tingkah. Alwi benar-benar malu. Namun, bukan Alwi kalau tidak bisa menutupi rasa malunya dengan menyerang dan melempar ke orang lain. Tepatnya Azza.

"Ciee Azza... ciee...!" seru Alwi.

Seketika hening dan semuanya melihat ke arah Alwi. Azza menatapnya horror.

"Kok jadi aku sih?!" protesnya, lalu melempar botol mineralnya kepada Alwi hingga mengenai perutnya.

Meskipun gaya berpakaian Azza berubah, tapi ternyata galaknya Azza tidak hilang. Ini seru bagi Alwi. Tentu ia tidak tega melempar botol mineral itu balik kepada pemiliknya. Karena mengalah, anak laki-laki dan Hilda jadi menertawakannya.

"Mampus!" ledek Tirta pada Alwi.

"Balikin!" kata Azza mendekat pada Alwi.

Alwi melempar botolnya ke Tirta, lelaki itu menangkapnya.

"Iiiih! Nyebelin!" Azza menagih air mineralnya dari tangan Tirta.

"Ta, lempar sini, Ta!" perintah Alwi, tapi Tirta malah mengembalikannya.

"Kasihan tahu... dasar lu!" kata Tirta.

"Ah, nggak seru lu!" balas Alwi.

"Ih!" Azza memukul bahu Alwi sekali dengan botol mineralnya, lalu kembali ke tempatnya. Alwi malah terbahak.

Seruan adzan magrib berkumandang mengheningkan suasana di dalam basecamp. Para lelaki menyudahi bermain game-nya, lantas bersiap-siap ke masjid. Hilda dan Azza juga menyudahi makannya. Jeremy, Bima, Fatur, dan Anas mendahului yang lain. Tirta mensejajarkan langkahnya pada Hilda, Azza menyadari itu, lantas ia mundur ke belakang tanpa disadari oleh Hilda yang diajak bicara Tirta. Ia sengaja memberi ruang untuk Tirta bersama Hilda. Kemudian Alwi mempunyai kesempatan untuk mensejajarkan langkahnya pada Azza di urutan paling belakang.

"Ciee..." kata Alwi pada Azza.

"Apa lagi?" sewot Azza.

"Berubah karena apa?" tanya Alwi penasaran.

"Karena Allah lah. Emangnya apa," tegas Azza.

"Cielah... bahasanya... dapat cahaya dari mana sih?"

"Seseorang yang melahirkanku mengatakan, kalau mau hijrah itu... harus tulus. Bukan hanya dari fisik, tapi juga dari hati. Aku lagi belajar buat jaga lisanku Kak. Aku juga belajar untuk menjaga hatiku."

Alwi tersenyum kagum, "Hmm... istiqomah ya..."

"InsyaAllah... bimbingannya Kak," katanya lembut.

"Salam buat Mama kamu. Lama nggak ketemu."

Azza hanya mengangguk dengan senyum. Hati Alwi meleleh melihatnya sampai ia mesti membuang muka ke depan untuk meminimalisir getaran dalam dadanya yang tak karuan.

"Oh ya, salam juga buat Kak Ratna," kata Azza membalas.

Giliran Alwi yang hanya mengangguk dengan senyum. Terjadi keheningan dalam beberapa saat perjalanan sampai Alwi berpikir untuk menjahili Azza.

"Mau diimamin?" tanya Alwi bercanda.

"Iya," jawab Azza dengan senyum. Alwi tertawa mendengar jawaban Azza yang sepertinya sedang tidak sadar kalau Alwi hanya bercanda. "Eh, kan udah ada imamnya?" tanya Azza bingung dan mulai sadar. Alwi terbahak. "Ih, apaan sih Kak Alwi!" Azza nampak tersenyum malu-malu sambil mentutup sebagian wajahnya.

Alwi meliriknya sekilas, lalu tersenyum untuk dirinya sendiri. Alwi heran. Kenapa saat ia bercanda begitu, respon Azza langsung mengiyakan. Alwi jadi bahagia karena respon spontan Azza yang sepertinya jujur.

-----------------------
Jangan lupa vote dan komentar ya! Makasih... :)

Bismillah Denganmu ✔ [NEW]Where stories live. Discover now