21. Pantai dan Kenangannya

33 8 5
                                    

Berprasangka itu mudah sekali

Tapi mencintainya tidak mudah sama sekali

Dulu Tirta pernah memberikan tawaran jalan-jalan kepada Hilda, lelaki itu tidak pernah luput dalam mengingatnya. Meskipun peraturan dari TKK sudah ditetapkan untuk semua pimpinan, tapi menurut Tirta rasanya tidak adil kalau dia membatalkan tawarannya pada Hilda. Perempuan itu pasti berharap. Tirta tidak ingin membuat Hilda marah karena ajakannya yang tidak ia tepati. Oleh karena itu, pagi-pagi sekali di hari Minggu ini, Tirta sengaja mengajak Hilda jalan-jalan ke Pantai Watu Kodok.

Untuk menghindari gangguan dari orang-orang sekitar, Tirta meminta Hilda untuk mengganti mode diam dalam ponselnya dan juga dimatikan. Tirta akan melakukan hal yang sama. Mereka berdua berboncengan menuju pantai pagi-pagi sekali selepas salat subuh, berharap masih bisa mendapati sunrise di pantai. Tidak terhitung berapa lama senyum Hilda mengembang selama bersama Tirta.

"Kita nggak apa-apa ni Kak jalan berdua?" tanya Hilda memastikan dalam perjalanan.

"Nggak apa-apa. Kan cuma jalan-jalan," jawab Tirta dengan santai.

Pikir Hilda, kalau Azza tahu, dia pasti syock. Mungkin lagi-lagi Hilda harus menyimpannya sendiri dulu. Mereka memakan waktu satu jam untuk sampai lokasi. Momen sunrise yang mereka nantikan tidak terlambat. Mereka mendapatinya meski hampir terang. Tirta dan Hilda mengabadikan momen mereka berdua melalui kamera ponsel. Ingin sekali Hilda membagikan foto mereka berdua di sosial media, tapi Hilda berpikir dua kali untuk itu. Pertama, karena dirinya adalah bagian dari IMRI. Kedua, nanti orang-orang kira mereka pacaran. Hilda tidak mungkin untuk tidak menjaga nama baik Tirta sebagai Ketua Umum IMRI. Hilda mengurungkan niat untuk membagikannya ke sosial media.

"Ke sana lebih deket yuk, Hil!" ajak Tirta yang spontan menggandeng tangan Hilda menuju pinggiran bibir pantai.

Perasaan berdebar itu muncul lagi. Hilda tidak bisa menahannya. Tirta tidak melepas genggaman tangannya pada Hilda, bermaksud menjaga Hilda agar tidak terseret ombak. Mereka bermain basah-basahan di pinggir bibir pantai. Hilda tidak menyangka akan menjadi sedekat ini dengan Tirta. Tidak ada yang tahu satu pun tentang hubungan dekat mereka selama ini.

Selesai bermain di pinggir bibir pantai, Tirta meminta Hilda untuk membersihkan diri di toilet, lalu mereka akan makan pagi bersama di sebuah rumah payung yang tersedia di pinggir-pinggir warung. Mereka memesan popmie dan es teh. Sambil makan, Tirta menyalakan lagu lewat ponselnya. Lagu yang Tirta putar adalah lagu-lagu cinta yang membuat Hilda jadi terbawa perasaan. Salah satunya adalah Mata di Hatimu, lagu itu lagi. Lagu yang mengingatkannya pada hari makrab. Entah untuk mengkode Hilda atau Tirta memang suka lagu itu. Hilda tak henti-hentinya berprasangka.

"Inget lagu ini kan?" tanya Tirta.

"Nggak mungkin lupa sih," jawab Hilda yang kemudian menyeruput mienya.

Tirta tersenyum manis, "Jangan dilupain ya."

Kata-kata itu membuat Hilda makin terbawa perasaan. Maksudnya apa? Pikir Hilda.

"Kenapa nggak boleh dilupain?" tanya Hilda penasaran.

"Kamu mau ngelupain aku?" tanya Tirta balik.

"Nggak juga sih. Ini pertanyaan apa ya tolong..."

Tirta terbahak lalu mencapit hidung mungil Hilda dengan jarinya.

"Kamu lucu kalau lagi bingung," jujur Tirta sambil tersenyum manis.

Pipi Hilda otomatis bersemu merah, malu, baper, berantakan. Hilda tidak bisa menahan. Semua terjadi begitu cepat.

"Kamu malu ya?" tebak Tirta saat melihat Hilda bersemu.

Bismillah Denganmu ✔ [NEW]Onde histórias criam vida. Descubra agora