10

4.3K 423 156
                                    

Storyline
Don't plagiat ⚠

...................

Pukul dua satu lewat sepuluh, artinya tuan Barata sudah berada dirumah dilihat dari mobil hitam mewah yang terparkir di garasi rumahnya.

Menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan, meraih knop pintu dan mulai membukanya, malas sekali rasanya kembali menghadapi drama yang akan datang setelah ini. Melangkahkan kakinya dengan santai gadis itu terus berjalan lurus.

"Dari mana saja kamu Gamara? Sekolah pulang pukul tiga dan kenapa kamu baru pulang sekarang tanpa kabar? Mau jadi apa kamu? Liat  mamamu begitu khawatir padamu" Suara berat sang kepala rumah tangga menyapa indra pendengaran Gamara yang membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

Menolehkan kepalanya dan kini melihat seluruh anggotanya yang keluar dari ruang keluarga menuju kearahnya, minus Abiza dan Arsya ternyata. dengan sang putri yang bergelayut manja, letoy lebih tepatnya.

"Oh" Jawaban Gamara sontak membuat mereka semua melongo tak percaya.

"Apa maksud kamu Seperti itu Gamara?" Ucap Marita tak suka mendengar jawab putrinya yang seolah menganggap ke khawatiran mereka adalah hal yang remeh.

"Kalian khawatir sama saya, atau cuma mau pengen cepet cepet saya tanggung jawab atas kepala benjol si meleyot itu, dikira saya tidak tau? Sepenting apa saya di mata kalian? Dari seratus persen, nol jawabannya!" Ucap Gamara tenang dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku jacketnya.

"Jaga omongan kamu Gamara, memang benar mama ingin kamu tanggung jawab dengan apa yang sudah kamu lakukan sama adik kamu, tapi mama juga khawatir sama kamu"Jelas Marita yang membuat Gamara terkekeh ringan.

"Apa yang kamu lakukan pada Putriku? Cobalah untuk melindunginya dan jangan membuatnya susah Gamara!" Titah Barata membuat Gamara menoleh tak suka pada Barata.

"Cih, saya? Melindungi dia? Mana sudi"

"Jaga bicaramu Gamara, siapa yang mengajarimu menjadi pembangkang seperti ini?!" Suara Barata dipastikan lebih naik, dengan menatap Gamara marah bercampur rasah aneh yang cenderung sedih dihatinya, melihat gadis didepannya ini bertindak kurang ajar padanya.

"Kakak, kakak harus sopan sama papa, dia papa kita" Selalu saja si meleyot ini ikut campur.

"Papa kalian, bukan papa gue" Tusukan jarum sangat terasa di dada pria berkepala empat itu, terdiam menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.

"Kalau dia papa gue, seharusnya dia bilang buat kita saling melindungi, tapi lo tau? Papa selalu bilang Gamara harus selalu melindungi Mayara, ngalah sama Mayara, jangan sakiti Mayara, jaga perasaannya, sayangi dia"

"Hei! Gue itu putri keluarga Barata, atau anak asuh yang ditugasin buat jagain lo?"

Barata terdiam kaku mendengar ucapan putri sulungnya, merenungi semua ucapan sang putri yang kedengarannya terlalu menyakitkan itu.

"Berhenti bicara melantur Gamara, itu memang kewajiban kamu sebagai seorang kakak terhadap Mayara"

"Dua menit, cuma dua menit aku lebih dulu lahir dari pada dia"

Brakk

Suara pintu terbuka membuatnya semuanya menoleh, dan menatap Abiza dan juga Arsya yang memasuki rumah dengan tatapan bingung.

"Dan lo, Meleyot, gue saranin lo iku ekstra teater, acting lo jelek kayak muka sama sifat lo" Setelah itu Gamara berlalu meninggalkan Mayara yang diam-diam mengepalkan tangannya.

"Anak itu, benar-benar kurang ajar" Geram. Marita membuat Abiza menoleh.

"Ada apa ma?"

"Liat malam begini baru pulang, dan liat dahi Mayara ulah dari Gamara" Ucapan Marita membuat Mayara melotot menatap Abi takut.

STORYLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang