6. Happy daddy's day

479 78 69
                                    

Yoongi menyimpan selembaran yang berlukiskan wajahnya ke dalam tas gendong. Tidak peduli seberapa marah gadis yang saat ini sedang bersama dengan Yoongi, pria itu tetap meng-klaim lukisan itu adalah miliknya karena Jiya sudah berani melukis wajahnya.

Malam ini hujan kembali menyiram permukaan bumi, yang mana telah menambah kegelisahan bercokol di hati Yoongi.

Tadi saat Jiya melakukan panggilan pada Papa nya untuk memastikan sang Papa baik-baik saja, Yoongi juga sempat menerima panggilan dari seorang wanita. Di sebrang panggilan, wanita itu meminta Yoongi untuk menemui. Yoongi juga ingin sekali, tapi di luar hujan sangat lebat pun Yoongi juga tidak bisa membiarkan gadis kecil ini sendirian, sedangkan ia sudah di berikan amanah dari Pilnam untuk dititipkan padanya.

Tanpa sadar Yoongi terus menggigiti kuku Ibu jari karena di luputi rasa bingung. Apakah tidak apa-apa kalau dirinya memilih meninggalkan Jiya? Ditatap Yoongi wajah ayu itu sekali lagi. Menimang hal mana yang harus ia pilih.

"Jiya.." panggil Yoongi dengan hati-hati.

"Heum? Kakak butuh sesuatu?"

"Jiya, bolehkah aku pergi saat ini? Aku ingin menemui seseorang."

Hati Jiya merasa tidak rela mendengar Yoongi lebih memilih bertemu dengan orang lain daripada harus menemaninya. Tapi sekali lagi Jiya tegaskan, dirinya tidak ada hak atas apa pun yang bersangkutan dengan Yoongi.

"Dengan siapa?" Alih-alih memperbolehkan Yoongi, Jiya malah bertanya. Kebiasaan wanita, suka sekali mencari penyakit.

Keterdiaman Yoongi membuat Jiya paham kalau jawaban di dalam kepalanya saat ini sudah seratus persen benar.

"Ah, kak Sora ya.."

"Heum." Yoongi berdehem singkat.

"Maaf kalau terdengar egois, tapi saat ini kakak tidak diperbolehkan karena di luar hujan sangat deras. Kalau kakak sakit siapa yang akan mengajariku?"

Mau seberapa keras apa pun Jiya menyangkal untuk tidak boleh begini pada Yoongi, tetap saja Jiya adalah tipe perempuan yang kadang suka tidak teguh dengan pendirian nya. Maklum, suka oleng.

"Masih ada lain waktu Jiya. Kalau begitu aku pergi dulu, Hyung juga pasti akan pulang kok."

Tanpa harus mendengar jawaban Jiya, Yoongi bergegas melangkah lebar untuk segera bisa menuju pintu utama. Pria itu mengabaikan Jiya yang terus mengikuti sambil menarik kemeja yang ia kenakan. Sampai di ambang pintu pun Jiya tetap berusaha menahan lengan Yoongi agar tidak keluar rumah.

"Hujan Yoongi!!" Jiya harus mengeraskan suara karena suara kecil nya tidak digubris oleh Yoongi, dia terus mendapatkan pengabaian. Entah memang tidak dengar karena deras nya suara hujan, atau memang Yoongi sengaja tidak mau mendengarkan.

Namun agak nya Yoongi salah kaprah, menurutnya Jiya telah membentak. Hatinya sakit dibentak begitu oleh gadis yang biasanya bersikap imut di depannya. Ia menyentak tangan gadis itu yang berusaha mencegah keluar, lalu Yoongi keluar tanpa aba-aba. Menerobos hujan yang kian membasahi diri.

Tidak bisa dibiarkan, Jiya mengambil payung dan mengejar Yoongi. Gadis itu mengabaikan rasa dingin yang mulai menyerang kulit kaki telanjangnya. Baju yang dia kenakan bahkan tak mampu untuk menutupi rasa dingin yang mencekat.

Karena hari ini Yoongi tidak memakai mobil, ia terus menyusuri jalan menuju halte. Sebelum sampai halte Jiya sudah mendapatkan Yoongi, tangan kecil gadis itu terus berusaha memayungi Yoongi walaupun sudah di tepis berkali-kali. Pikiran Yoongi sudah bercabang kemana-mana.

Tidak jauh lagi dari halte, kaki jenjang Yoongi yang terbalut celana bahan itu berhenti mendadak. Mata mulai panas dan jantung berdetak gelisah, meskipun hujan ia bisa menangkap presensi seseorang yang pernah ia cap sebagai cinta pertamanya. Namun wanita itu tidak sendiri, bersama lelaki di depan mobil sembari berpelukan mesra layaknya sepasang kekasih yang berbagi kehangatan di tengah hujan seperti ini.

PAINTERWhere stories live. Discover now