9. I want you to be mine

625 77 146
                                    

Sudah ada sembilan kali Yoongi mempraktekan, membuat contoh pola abstrak pada murid kursus melukisnya ini, tetapi tidak ada satu pun ajaran yang bisa muridnya tangkap. Sudah Yoongi katakan, sesi pertemuan kali ini ia belum bisa mengajarkan lukisan abstrak pada Jiya. Karena lukisan abstrak tidak semudah apa yang kita lihat, kendati seni tersebut hanya lah seperti sebuah coretan abstrak.

Agar bisa paham dan terbiasa dengan jenis lukisan tersebut, Jiya seharusnya sudah terlatih dengan yang dasar-dasar terlebih dahulu. Namun apa lah daya Yoongi jika sudah berhadapan dengan Jiya yang keras kepala. Jiya meminta di ajarkan lukisan abstrak hari ini, diberi pengertian yang benar malah tidak mau, bersikeras dengan apa yang diinginkannya. Maka, jadi lah saat ini Yoongi bersusah payah mengajarkan Jiya dengan pemahaman semaksimal mungkin, agar murid satu-satunya ini benar-benar mengerti.

Di halaman belakang rumah, keduanya duduk di tempat yang disediakan. Yoongi tampak sekali menghadapi Jiya dengan sabar, tabah dan tawakal. Berulang kali menjelaskan materi pada Jiya yang tidak paham sedari tadi.

Gadis pemilik mata indah itu tetap merasa kesal pada Yoongi meski pria itu tampak baik hati saat ini di mata nya. Sebabnya, ia masih teringat kejadian semalam. Ketika Jiya mengatakan 'suka' pada pria itu, respon yang di dapat Jiya hanya lah Yoongi diam sampai Papa nya pulang ke rumah. Satu-satunya hal yang di katakan Yoongi malam itu hanya, 'Ya Jiya, tidak ada yang tidak suka denganku.' kemudian pria itu pergi begitu saja.

Lalu bagaimana bisa siang ini dia bersikap biasa saja pada Jiya? Benar, harusnya malam itu tidak usah ia biarkan masuk pria itu ke dalam rumah nya.

Sudah lah, Jiya kesal sekali. Akhir-akhir ini Yoongi memang suka membuat tensi darah jadi meninggi hanya dengan melihat wajah tampannya saja.

"Jiya ada apa, huh?" Yoongi bertanya karena ia terus-menerus melihat alis Jiya menekuk.

"Tidak ada apa-apa."

Kalau biasanya Yoongi suka ketus ke Jiya, maka hari ini giliran Jiya yang akan bersikap ketus ke Yoongi. Biarkan saja biar pria yang disukainya itu tau rasa.

"Lihat aku dulu kalau begitu." Tangan Yoongi menuntun bahu Jiya agar menghadap dirinya penuh.

Di dalam hati Yoongi juga bingung harus bagaimana, Jiya ini masih terlalu kecil jika Yoongi jadikan pasangan hidup. Jujur ia juga menyukai semua apa yang ada di diri Jiya. Akan tetapi, bukan nya tipe Yoongi itu adalah usia pasangan harus sepantaran dengannya?

Mana Jiya adalah anak temannya pula.
Pusing Yoongi pusingg..

Tangan Yoongi naik perlahan untuk mengusap pelipis Jiya agar gadis manis itu mau menatap matanya.

"Aku mengerti kalau kau menyukaiku sebagai seorang pria Jii, tapi maafkan ak-"

"Tidak, aku tidak mau mendengar apapun yang kakak katakan sekarang." Jiya memotong ucapan Yoongi sembari menutup kedua telinga, menggelengkan kepala.

Melihat hal itu refleks membuat Yoongi memeluk Jiya, memasukkan tubuh mungil itu ke dekapannya. "Bukan begitu Jiya, dengar dulu.."

"Kalau kakak belum menyukaiku tidak apa-apa, aku sabar menunggu."

"Tapi aku sudah menyukaimu, Shin Jiya."

Wajah Jiya total berubah merah, siapapun tolong beritau pada Jiya kalau yang di dengarnya saat ini bukanlah ilusi ataupun mimpi. Jantungnya berdetak-detak bagai alat musik drum yang sedang dimainkan. Ingin pingsan, ingin pipis di celana, ingin lari, mana yang harus Jiya pilih di antara salah satunya. Jiya tidak salah dengar 'kan, kalau Yoongi juga menyukainya?

Jiya bangkit dan beranjak dari tempat mereka duduk, tentu saja di ikuti Yoongi dari belakang dengan cepat.

"Kenapa pergi? Tanggung jawab!" Teriak Yoongi ketika mendapati Jiya masuk ke area dalam rumah melalui pintu belakang.

PAINTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang