7. Mendirikan Tenda

29 11 33
                                    

Esok paginya, Alysa bangun dalam keadaan kurang segar. Bukan hanya karena ini merupakan hari pertama ia berpisah dengan orang tuanya, tetapi suara bising kendaraan yang lalu lalang dan hajatan dekat rumah, sangat bising, membuatnya sulit tidur.

"Ternyata kota lebih bising dari pada di kampung," keluhnya dalam hati.

Usai sarapan, Alysa berangkat di antar ayahnya ke sekolah dengan mengendarai motor om Fadil. Ayah sengaja mengantar Alysa, supaya lelaki itu dapat melihat sekolahan putrinya. Setelah itu mereka berpisah

"Habis ini ayah pulang ya?"

"Iya, belajar yang rajin ya!" pesan pak Sidiq ketika Alysa mencium tangan ayahnya.

Sesampainya di sekolah, snack yang kemarin dia beli, sudah dibungkus koran, lalu ia berikan kepada kakak kelas untuk dikumpulkan. Rupanya permintaan snack yang aneh itu untuk disumbangkan kakak kelas ke panti asuhan di dekat sekolah.

Setelah itu, semua murid kelas satu, dikumpulkan di tengah lapangan untuk menerima instruksi selanjutnya. Kemudian masing-masing kelas di bagi ke dalam empat tim untuk membangun tenda.

Alysa sendiri satu tim dengan Dani, dan enam anak lainnya, Diki, Ika, Ratna, Aryo, Satrio, dan Kinan⁵. Mereka berdelapan bekerja sama mendirikan tenda.

Saat mendirikan tenda, sesekali secara sembunyi-sembunyi Alysa menoleh pada kelas 10F di ujung lapangan, tempat di mana tim Alvian mendirikan tenda.

"Sayang sekali lokasi Alvian jauh," keluh Alysa dalam hati.

Usai mendirikan tenda, jam istirahat pertama tiba. Karena setelah ini mereka masih ada pengarahan di lapangan, sebagian anak kelas sepuluh memilih beristirahat di lapangan. Lokasi kantin yang dekat dengan lapangan, membuat anak-anak tak perlu berjalan jauh untuk membeli makanan.

Kantin itu berupa bangunan panjang dengan tujuh warung di dalamnya, kini kantin tersebut disesaki oleh anak-anak yang mencari makan. Ada yang baru sarapan, ada yang sudah lapar, ada pula yang datang untuk mencari cemilan.

"Kamu udah sarapan, Dan?" tanya Alysa.

"Belum, kamu belum sarapan juga?" balas Dani dengan pertanyaan.

"Udah sih, aku cuma pingin lihat-lihat kantinnya aja," jawab Alysa.

Akhirnya kedua anak itu pergi mendatangi kantin. Meski baru jam istirahat pertama, kantin cukup ramai, membuat perasaan Alysa dan Dani tak nyaman melihatnya.

"Yuk, kita ke kantin yang lain!" ajak Dani.

Kedua anak itu berjalan menyusuri bangunan panjang itu hingga tiba di ruang ujung yang tak begitu ramai, yakni kantin tujuh. Alysa dan Dani memasuki kantin yang tak begitu ramai itu dan memesan semangkuk mie ayam. Sedangkan Alysa memesan es jeruk panas dan dua buah tempe goreng.

Setelah pesanannya datang, Alysa menuangkan sambal, saus tomat dan kecap, ke atas tempe mendoan yang masih hangat. Jemarinya mencampur dan meratakan saus racikannya di permukaan tempe. Lalu ia menjilat jarinya.

Dani menoleh pada aktivitas tak biasa yang teman sebangkunya lakukan. "Kamu ngapain, Al?"

"Bikin kreasi cemilanku, aku lebih suka makan gorengan pakai saus yang pedes-asam-manis," terang Alysa.

Kemudian gadis itu mengangkat gorengan itu ke dalam mulutnya. Terdengar suara kriuk dari tempe yang krispi, membuat Dani yang melihatnya menelan air liurnya karena ingin mencicipi menu yang terlihat unik di matanya.

"Boleh cicip nggak?" tanya Dani. "Kita tuker cicip deh! Kamu bisa cicip mie ayam punyaku," bujuknya.

"Boleh," ucap Alysa setuju. "Itu sayurnya kenapa disingkirin?" tanya Alysa sambil menunjuk caisim rebus yang Dani letakkan di piring kecil yang merupakan alas mangkok mie ayam.

"Aku nggak suka sayur," aku Dani sambil nyengir.

"Ya udah, buat aku aja ya?" tawar Alysa. Dalam hati Alysa merasa Dani rugi karena tidak suka sayur.

Di saat kedua gadis itu saling mencicipi makanan, masuklah dua pemuda bertubuh jangkung, diikuti oleh beberapa cewek kelas satu yang membuat kantin seketika menjadi ramai.

Alysa dan Dani yang tidak suka keramaian, cepat-cepat menghabiskan makanan dan minumannya dan kabur dari sana.

"Kok, mendadak ramai sih kantinnya? Untung kita udah selesai makan," keluh Alysa.

Dani yang tahu jawabannya, hanya diam saja. Sesekali ia menoleh ke belakang, melihat ke kantin di ujung yang mendadak ramai.

"Idola sekolah, mau ngedeketin kok, banyak benget pesaingnya," gumamnya mengeluh.

"Hah? Kamu ngomong apa, Dan?"

"Itu, kamu tadi nggak lihat ya? Tadi Benny dan Alvian dari kelas 10F masuk ke sana, diikutin fans-nya, makanya mendadak ramai," terang Dani.

"Ohh, aku nggak tahu, kukira jangkung-jangkung gitu kakak kelas yang masuk," sahut Alysa.

Setelah itu, semua murid kembali ke lapangan, tetapi tak disangka, tenda milik tim Alysa dan Dani ambruk.

"Kok, bisa ambruk sih?" keluh Ratna, gadis dengan kerudung segi empat.

"Kayaknya kita kurang kuat masangnya," jawab Aryo.

"Ya udah, yok kita coba dirikan lagi," ajak Kinan, gadis berlesung pipi.

Kelima anak itu pun mencoba mendirikan tenda lagi, tetapi tanpa bantuan dari dua anak lelaki, Diki dan Satrio yang membolos, tentu saja hal tersebut menjadi lebih sulit. Sedangkan Ika, beristirahat di UKS karena lemas belum sarapan, sehingga tak bisa membantu teman-teman setimnya.

Di saat Alysa dan kawan-kawan sedang mendirikan tenda, sebuah suara yang kasar dan melengking menegur mereka.

"Ada apa ini?! Belum selesai kalian mendirikan tenda?!" sentak seorang kakak kelas.

"Sudah Kak, tapi tendanya ambruk lagi," jawab Kinan.

"Kalian tadi nggak memperhatikan pas diajarin mendirikan tenda sama kakak pembina?!" tuduh kakak kelas dengan rambut panjang kuncir kuda itu.

"Memperhatikan Kak! Tapi kami nggak tahu kenapa bisa ambruk lagi," bantah Ratna.

"Heh! Jawab aja kamu!" Kakak kelas itu mempelototi Ratna.

"Ini temannya yang lain ke mana?" tanya kakak kelas satunya yang bertubuh tinggi besar.

"Yang satu sakit, sedangkan yang lain nggak tahu Kak, sepertinya mereka membolos." Kali ini Aryo yang menjawab.

"Temen satu tim kalian harusnya diperhatiin! Jangan sampai membolos!" hardik kakak kelas dengan kuncir kuda itu.

Ratna yang merasa panas dengan sikap kasar kedua kakak kelas itu, ingin sekali membalas sikap mereka, tetapi Kinan yang menyadari emosi Ratna mencegahnya. Gadis itu menahan tangan Ratna dan memberikan gelengan melarang pada gadis tempramen itu, membuatnya urung.

"Lain kali tendanya dijagain ya, Dek. Kalau udah, nanti kalian gabung ke barisan," ucap perempuan bertubuh tinggi besar itu menunjuk ke teman-teman seangkatannya yang tengah berbaris guna menerima arahan selanjutnya.

Sepeninggal kedua kakak kelas itu, barisan anak-anak yang tengah menerima instruksi selanjutnya, membuat kelima anak itu ingin cepat-cepat menyelesaikan tugas mereka. Cuaca yang panas terik, membuat pekerjaan itu semakin sulit.

"Kemana sih, perginya kedua anak itu?! Harusnya kan mereka jaga tenda! Malah ditinggalin," omel Ratna.

"Kalian perlu bantuan?" tanya sebuah suara yang tak asing.

Keempat anak perempuan yang sedang mendirikan tenda, langsung menoleh pada sumber suara itu. Tampak Alvian dan Benny berjalan mendekati mereka.

Bersambung

Catatan kaki:
5) Kelompok persami dicampur guna mendistribusikan tenaga anak laki-laki secara merata sesuai kebijakan sekolah, tentunya kemah siswa/i dipisah sewaktu tidur.

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Where stories live. Discover now