20. Peluang yang Direbut

20 6 20
                                    

Di kelas, Arman mengamati Alysa sudah mulai menyesuaikan diri dengan baik di sekolah. Ia mulai memiliki beberapa teman akrab, beberapa di antaranya adalah Kinan, Ratna dan Desi.

Di satu sisi, Arman merasa senang, tetapi di sisi lain, ia bingung bagaimana cara memberitahu Alysa. Sudah beberapa hari ini ia melihat Alysa bersama Alvian. Kabar bahwa Alysa berpacaran dengan Alvian  santer merebak tanpa perlu ia cari tahu.

Bukan karena Arman cemburu, tetapi sebagai teman masa kecil, Arman ingin Alysa menjalani kehidupan sekolahnya dengan baik.

Di saat Arman sedang memikirkan Alysa, tanpa ia duga gadis itu menghampirinya.

"Hai, Ar," sapa Alysa.

"Ada apa, Lis?" tanyanya.

"Hari ini kamu ada les ya? Berarti kamu bawa buku lesnya 'kan? Boleh aku pinjam sebentar? Nanti aku balikin," janji Alysa.

Arman melihat tak ada yang salah dengan hal itu, jadi ia meminjamkan bukunya.

"Tau darimana kamu kalau hari ini aku ada les?"

"Dari Kak Vian," jawab Alysa.

"Kalian beneran pacaran ya?" tanya Arman mengkonfirmasi.

"Iya," jawab Alysa malu-malu.

Usai menerima buku yang ia cari, Alysa membawa buku fisika dari Arman dan membahas rumus di dalamnya dengan teman-temannya. Kinan tampak antusias dengan pemecahan masalah yang Alysa kemukakan.

Tak lama kemudian, guru fisika masuk. Pelajaran fisika pun dimulai. Usai menerangkan suatu rumus, guru tersebut memberikan sebuah soal pada murid-murid, bagaimana cara penyelesaian soal di papan tulis.

Tanpa di duga, Alysa maju dan menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Guru fisika itu terkesan dengan inisiatif dan kecermatan Alysa. Ia memuji Alysa sambil membuat sebuah catatan penilaian dalam buku absensinya.

"Bagus sekali Alisa, kamu dapat menyelesaikan soalnya dengan baik."

"Iya Bu, saya mempelajarinya dari buku," jawab Alysa.

"Bagus, bermanfaat buku yang kamu beli, kalian semua harus mencontoh Alisa," puji guru fisika.

Entah kenapa, ada rasa tidak nyaman yang Arman rasakan. Pertama, rumus yang Alysa terapkan berasal dari buku les miliknya yang penjelasannya lebih mudah dipahami dari versi buku paket sekolah. Kedua, ada rasa iri dan muak yang muncul karena Arman melihat, "Seharusnya peluang itu milikku," pikirnya.

Arman berusaha bersikap santai untuk mengenyahkan pemikiran negatif itu. Ia berpikir bahwa ini memang rezeki Alysa untuk mendapat nilai tambahan dan pujian dari guru fisika, tetapi tetap saja pemuda itu berpikir bahwa peluang itu seharusnya jatuh ke tangannya. Alysa hanya beruntung meminjam bukunya.

Dan semakin tak nyaman perasaan Arman tatkala ia melihat Alysa mendapat pujian dari Kinan yang duduk di belakang Alysa, saat gadis itu kembali ke bangkunya.

"Kalau aku yang ada di posisi Alysa, pasti Kinan yang akan terkesan padaku," sesal Arman.

Peristiwa ini membuatnya teringat pada kata-kata usil Alvian ketika hari pertama les. "... Hati-hati sama orang yang ngaku keluarga, mereka suka manfaatin."

"Ke depannya, aku perlu mikir-mikir minjemin sesuatu ke anak itu," janji Arman dalam hati.

Usai pelajaran fisika, Alysa sepertinya lupa mengembalikan buku Arman. Pemuda itu menunggu dengan sabar hingga waktu pulang tiba.

Segera, Arman hampiri Alysa yang melangkah ke gerbang bersama Kinan dan Ratna.

"Alysa!" panggil Arman.

"Hai, Ar, ada apa?" sahut Alysa polos.

"Kamu belum mengembalikan bukuku tadi," ucap Arman dingin.

"Ohh, iya! Maaf Ar, lupa!" ujar Alysa yang baru menyadari kealpaannya. "Untung kamu ingetin, kapan-kapan boleh aku pinjem buku paketmu ini? Mau aku fotokopi," sambung gadis itu.

Mendengar hal itu, Arman menjadi sedikit kesal dengan tingkah Alysa. Kini di matanya gadis itu tampak bertingkah seenaknya. Sebisa mungkin ia kendalikan nada suaranya agar tak terdengar emosi.

"Kamu kan bisa meminjam punya pacarmu." Nada yang keluar justru terdengar menyindir, membuat Alysa merasa tidak nyaman.

"Ehm, iya sih. Kamu bener," ucap Alysa mengembalikan buku milik Arman.

"Makasih ya, Man, udah minjemin, membantu banget, lho!" Ucapan manis Kinan seketika melunakkan hati Arman, terutama ketika Arman melihat lesung pipi manis di senyuman gadis itu, yang sukses menawan hatinya.

"Eh, iya! Makasih udah minjemin, Man," beo Alysa kikuk dan malu.

"Kalian mau ke mana? Kok, pulang bareng?"

"Kita mau belajar bareng Alysa, sekalian nemenin dia belanja," sahut Ratna.

"Kamu belanja?" tanya Arman pada Alysa.

"Iya Ar, tanteku akhir-akhir ini nggak sehat, jadi aku yang belanja," terang Alysa.

Arman kembali bersimpati pada Alysa. "Semoga lekas sembuh tante kamu."

"Iya, makasih, Ar. Nanti aku sampein ke tante," jawab Alysa.

Setelah itu keduanya berpisah. Arman berjalan ke parkiran dan mengendarai motornya, sejauh ini ia belum melihat peluang untuk memberitahu Alysa mengenai Alvian.

"Kenapa aku yang ribet? Bukannya itu urusan dia?" pikir Arman sembari berkendara menuju tempat les.

Bersambung

Hai, teman-teman 😃🙋‍♀️
Terima kasih sudah membaca Selat Bersanding Bahu sampai chapter 20.

Bagaimana pendapat teman-teman mengenai SBB sejauh ini?

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu