22. Cewek Polos yang Dirusak

20 1 1
                                    

Sejak berpacaran, Alysa sering menghabiskan waktunya dengan menelepon Alvian. Seperti misalnya usai maghrib ini.

"Halo, Kak Vian?" sapa Alysa manis.

"Hai, malem, Sayang. Ada apa nelpon? Kangen ya?"

Alysa terkikik mendengarnya, "Nggak! Aku nggak kangen," ucapnya sok jual mahal.

"Aduh, pedih hatiku. Padahal aku kangen sama kamu."

Alysa mengabaikan gombalan Alvian. "Aku lagi butuh temen ngobrol," aku Alysa.

"Mau ngobrol apa?"

"Kakak sibuk nggak? Lagi ngapain?"

"Nggak lagi ngapa-ngapain. Memangnya ada masalah apa? Si Putri ganggu lagi?" tebak Alvian.

"Nggak, eh, iya sih," aku Alysa.

"Diapain kamu sama dia?"

Alysa terdiam sejenak memikirkan jawabannya. "Sepatuku di buang ke semak-semak waktu pelajaran TIK, terus pernah dia ngurung aku di WC. Dia juga pernah ngedit fotoku dan nyebarin di grup kelas. Terus, kalau berpas-pasan, dia pasti nyenggol aku...." Dan mengalirlah aduan Alysa.

Awalnya Alvian tak terlalu peduli akan hal ini. Namun, mengingat ia dan Putri tak ada hubungan lagi jelas Alvian merasa kebebasannya terganggu.

Memang sewaktu SMP mereka pernah pacaran. Kemudian, hubungan itu berakhir dan kini Alvian menganggap gadis centil itu sebagai teman biasa, terutama mengingat bahwa Putri yang meninggalkannya duluan.

"Ya udah, soal itu kamu nggak usah khawatir, biar aku yang nanganin," janji Alvian. "Habis ini kamu mau ngapain?"

"Aku mau ngobrol aja sama Kakak, sesorean ini aku badmood, soalnya tante tadi marahin aku karena ...."

Lalu mengalirlah cerita Alysa. Alvian menyimak sambil sesekali menanggapi.

"... aku betul-betul nggak suka sikap tante, padahal bukan aku yang ribut, tapi yang diomelin malah aku," keluh Alysa mencurahkan isi hatinya.

"Hehehe, sabar, Lis."

"Mungkin ke depannya aku bakal susah ngajak temen ke sini. Di sini nggak enak, nggak kayak waktu di kampung," keluh gadis itu.

"Oh, iya Lis, PR Bahasa Indonesia kamu udah jadi belum?" Alvian mengalihkan topik pembicaraan karena bosan.

"Udah dong!" jawab Alysa dengan bangga. "Malahan aku juga sempet nulis satu cerpen untuk website majalah sekolah. Kakak mau denger nggak?"

"Nggak, aku mau ngeces hape. Kirim aja ceritamu buat kubaca. Besok aku pinjam PR-nya."

Usai mengatakan hal itu, Alvian menutup teleponnya. Hati Alysa yang semula senang dan lega karena bisa curhat, muncul sedikit rasa tak nyaman. Dalam hal ini ia mengharapkan sebuah timbal balik dari janji meminjamkan PR, yaitu Alvian memberi pendapat mengenai ceritanya.

"Seenggaknya dia udah dengerin curhatmu, masalah sepele gitu aja kamu pikirin," tegur Alysa pada dirinya sendiri.

Sementara itu, di rumah Alvian. Pemuda itu mengakhiri telepon dengan rasa lega. "Ni cewek kalau dibiarin ngoceh bakal ngomong terus," keluhnya.

Alasan men-charge hape hanyalah dalih. Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk ke ponsel Alvian. Ketika pemuda itu mengeceknya, rupanya itu adalah tautan dari cerpen yang Alysa ceritakan.

Alvian iseng membaca cerita itu sepintas. Ia mendengkus membaca cerita yang bukan seleranya. Isinya tentang pembully-an, tetapi cerpen itu terinspirasi dari kejadian yang Alysa alami di sekolah. Selain itu penulisannya berantakan dan tak nyaman dibaca, membuat Alvian semakin merasa konyol membaca kisah kelewat jujur itu.

"Mereka berbeda ya?" pikirnya membandingkan Alysa dengan mantan pacarnya.

Putri adalah gadis yang tak terduga. Sifat pemberontaknya sangat cocok dengan Alvian yang bebas. Namun, sebagai anak perempuan, Putri tentunya tak dapat pergi sesuka hati sebebas Alvian.

Pemuda itu mengenang saat-saat ia menjemput pacarnya itu diam-diam dari rumahnya. Lalu mereka menyelinap dan berkendara bebas di jalanan sepi dengan kawan-kawannya sesama pemotor.

Putri menyukai kecepatan, adrenalin, dan jalan-jalan di malam hari. Itulah beberapa hal yang membuat Alvian nyaman dengan gadis itu disamping kecantikannya. Namun, hal yang tidak ia sukai adalah gadis itu pengecut, pengecut yang mengkhianati kepercayaannya.

Rasa takut terlibat kasus, membuat Putri meninggalkan Alvian begitu saja. Ia cuci tangan dan memberikan kesaksian palsu pada Alvian karena takut. Padahal jika Putri memberikan kesaksian yang menguatkan alibi bahwa Alvian sama sekali tak terlibat dengan narkoba dan begal, mungkin kasus itu tak begitu menjerat Alvian.

"Maaf Vin, aku takut masuk penjara, aku nggak mau dikeluarin dari sekolah," isak gadis itu ketika Alvian baru saja bebas dari tuduhan. Malam itu Alvian menyelinap ke rumah Putri.

"Memang apa beratnya bersaksi!? Kamu bukan kriminal!"

Putri semakin tenggelam dalam tangisnya. "Aku takut dimarahi orang tuaku. Maafin aku Vin."

Alvian mengembuskan napas dengan kasar. Ia mengalah pada alasan yang Putri kemukakan. Lalu ia rangkul gadis itu untuk menenangkan tangisnya.

"Aku ngerti, Put. Nggak apa-apa."

Lain di mulut, lain di hati. Perasaan Alvian tak sama lagi sejak saat itu, membuat pemuda itu menjaga jarak dari gadis yang enggan menolongnya saat sulit.

Suasana hati Alvian menjadi buruk mengingat masa lalu, membuat pemuda itu membuka sebuah website dan bersenang-senang menghibur diri melihat konten tak senonoh.

Sebuah pikiran iseng melintas di kepalanya. Tak peduli waktu mendekati tengah malam, Alvian mengirimkan sejumlah konten dewasa kesukaannya pada Alysa. Mulutnya menyeringai saat mengetik pesan yang didiktekan setan di kepalanya.

[Alisa, aku udah baca cerpenmu]
[Ceritamu nggak jelek, tapi kamu masih perlu banyak latihan]
[Untuk itu aku kirimin link cerita yang kubaca buat kamu pelajari, cerita ini bagus]
[Link]

Beberapa detik setelah Alvian menekan ikon pesawat kertas. Sejumlah pesan diterima ponsel Alysa. Saat itu Alysa sudah hampir terlelap. Nada dering lirih dari samping kasurnya, sukses membuatnya terjaga.

"Siapa nih, kirim sms malem-malem?" keluh gadis itu sebal dan bingung. Begitu melihat nama pengirimnya, perasaan sebal tadi langsung menguap, lebih-lebih ketika membaca pesan pertamanya.

"Jadi kak Vian udah baca ceritaku?"

Setelah membaca keseluruhan pesan, Alysa merasa maklum jika tulisannya masih jauh dari kata bagus. Ia menerima kritikan itu dengan lapang dada.

"Kayak apa sih, cerita kesukaan dia?" monolog Alysa meng-klik tautan yang Alvian kirim. Rupanya tautan itu membawanya pada cerita fanfiksi bergambar sebuah anime terkenal.

Perhatian Alysa tersedot oleh kisah itu. Fanfiksi tersebut memiliki kisah petualangan yang seru. Ilustrasi di setiap chapternya membuat cerita itu makin menarik dibaca.

Sayangnya, cerita itu ditujukan untuk pembaca 21 tahun ke atas, sedangkan usia Alysa belum genap 16 tahun, sehingga gadis itu tidak siap dengan adegan dewasanya. Rasa penasaran membuat Alysa menamatkan cerita itu pada jam dua pagi.

Saat akan kembali tidur, adegan tak senonoh tadi menghantui Alysa. Ilustrasi erotis dalam cerita membayangi benaknya dan menimbulkan perasaan aneh. Perasaan ini merupakan hal baru baginya.

"Cerita ini bagus, tapi ada adegan begituannya," keluh gadis itu, tetapi otak bucinnya menikmati cerita tadi, hal ini membuat imajinasinya menjadi liar dan mulai membayangkan jika adegan tadi dilakukan bersama pacarnya.

Bersambung

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]Where stories live. Discover now