14. Ekstrakurikuler

18 6 33
                                    

Minggu pertama kegiatan belajar mengajar, lebih banyak diisi dengan kegiatan perkenalan guru dan murid, pembelian buku bahan ajar, pendaftaran ekstrakurikuler, dan lain-lain.

Sekolah mewajibkan setiap murid untuk berpartisipasi pada kegiatan eskul, sekurang-kurangnya dua kegiatan. Yakni pramuka, yang merupakan kegiatan wajib, dan kegiatan pilihan.

Dari berbagai daftar ekstrakurikuler, Alysa memilih eskul jurnalistik yang cocok dengan minatnya membaca, ia juga ingin belajar menulis dengan mengikuti kegiatan ini. Di kelas 10A, selain dirinya ada Arman, Kinan, Ika, dan beberapa anak lain yang memilih eskul ini.

"Hai Ar, kamu daftar ke eskul jurnalis ya?" sapa Alysa pada jam istirahat.

"Iya,"

"Sama dong! Aku juga. Nanti sore ada pertemuan ya?"

"Iya. Selain jurnalis, kamu pilih eskul apa Lis?" tanya Arman.

"Nggak ada, aku nggak mau terlalu banyak kegiatan," ucap Alysa beralasan. "Kalau kamu, pilih eskul apa aja?" ucap Alysa balas bertanya.

"Selain jurnalis, aku ikut karate, KIR, dan sepak bola."

"Banyak juga eskul yang kamu pilih, apa nggak capek? Kamu wakil ketua kelas, lho."

Fakta yang Alysa kemukakan sudah Arman pertimbangkan ketika mendaftar. Sebab ia ingin mencari banyak kegiatan dan pengalaman di luar rumah, sekalipun sebagian waktunya sudah dipangkas oleh les tambahan.

"Justru itu, aku nyari pengalaman. Kalo nggak eskul aku disuruh jagain bocil. Kamu sendiri, apa nggak terlalu sedikit kegiatan yang kamu pilih?"

"Nggak, aku nggak mau ribet," jawab Alysa.

"Nggak tertarik masuk KIR? Lumayan, nambah temen," saran Arman.

"Emang KIR itu apa? Kenapa kamu ngerekomendasiin eskul itu ke aku?" Alysa membalas dengan pertanyaan.

"KIR itu Karya Ilmiah Remaja. Kata kakak kelas, kita bakal melakukan beberapa percobaan ilmiah, seringnya sih berkaitan sama makanan," jelas Arman mempromosikan.

"Ohh, makanan ya? Boleh juga sih," balas Alysa basa-basi.

Sebenarnya Alysa ingin mengajak Arman keluar untuk beristirahat, tetapi Arman terlihat sibuk mengatur absen dan mengisi formulir eskul, sehingga Alysa mengisi jam istirahatnya membaca buku ke perpustakaan.

Sejak Dani duduk dengan Ayu, anak itu selalu kemana-mana bersama tanpa mengajak Alysa, seolah-olah ada jarak di antara mereka. Alysa sama sekali tak mengerti, mengapa hal itu bisa terjadi?

Sayangnya, rasa enggan membuat Alysa tak ingin mengkonfirmasi hal itu ke Dani. Sehingga dia hanya bisa berasumsi bahwa ini soal lamanya waktu pertemanan, mengingat ia dan Dani memang tidak satu SMP.

Usai meminjam dua novel, Alysa melangkah keluar, menyusuri lorong sambil membaca papan pengumuman di tembok. Terdapat beberapa pamflet informasi pendaftaran ekstrakurikuler di sana.

Alysa memikirkan kata-kata Arman, anak itu benar, Alysa memang tak memiliki banyak kenalan di sini. Kemudian mata gadis itu memindai informasi di depannya, mencoba mempertimbangkan eskul lain yang akan ia ikuti.

"Woi."

Sebuah suara membuyarkan pikiran tenang Alysa, membuat gadis itu menjatuhkan sepasang buku yang ia bawa hingga terjatuh.

"Hehe, sampe jatoh. Maaf ya aku ngagetin," ucap anak itu mengambilkan buku yang terjatuh.

"Hai ...," sapa Alysa canggung.

"Kamu lagi ngapain? Mau daftar eskul?" tanya anak itu.

"Ng-nggak, cuma lihat-lihat aja," jawab Alysa. "Ngomong-ngomong, makasih ya, waktu itu Kakak udah bawa aku ke UKS maaf ngerepotin."

"Sama-sama, nggak ngerepotin. Malah badan kamu enteng, kecil kayak anak-anak," komentar Alvian.

Untuk sesaat, terdapat keheningan yang canggung, membuat keduanya merasa tidak nyaman.

"Daripada kamu bingung milih eskul, mending ikut aku aja," ajak Alvian yang langsung berinisiatif menggandeng gadis itu.

"Eh, ke mana Kak?"

"Kakak terus manggilnya. Panggil aja Vian!" protes pemuda itu.

Alysa berusaha mengimbangi langkahnya dengan langkah panjang Alvian yang jangkung. Gadis itu merasa senang diajak anak itu.

Keduanya melangkah hingga ke sebuah ruangan dekat parkiran di samping kelas seni. Rupanya Alvian mengajak Alysa ke ruang eskul band.

"Akhirnya datang juga," ucap Benny begitu melihat Alvian.

"Iya, tadi ke wc dulu."

"Itu siapa yang lo bawa?" tanya seorang pemuda yang duduk di balik drum.

"Oh ini, kita perlu vokalis cewek kan? Gue rekomendasiin anak ini buat nyanyi," jelas Alvian. "Kenalin, ini Alisa, kemaren waktu api unggun, gue denger suaranya, nggak buruk," sambungnya memperkenalkan Alysa.

"Ohh, sabilah dicoba," ujar seorang anak yang antusias sambil menyiapkan mic.

"Eh, nggak! Nggak sebagus itu kok!" sanggah Alysa. Ia sama sekali tak mengira dirinya akan direkomendasikan oleh Alvian.

"Nggak apa-apa, coba aja dulu," perintah Benny.

"Coba nyanyiin satu lagu," ucap anak laki-laki berkulit coklat memberikan mic pada Alysa.

"Lagu apa?" tanya Alysa.

"Lagu apa aja deh, terserah. Lagu kesukaanmu coba," saran anak bertubuh berisi yang memegang drum.

Meski canggung, Alysa mencoba sebaik mungkin. Suasana hatinya sedang bagus karena diajak dan dipuji oleh Alvian.

Lalu gadis itu menyanyikan lagu yang biasa ia nyanyikan sewaktu di kampung, sambil membayangkan suasana kampung yang asri, dan aktivitas yang biasa ia lakukan di kebun sewaktu membantu ayah dan ibunya.

Ia ingat selalu menyanyikan lagu ini sambil mengikat cabai ke bambu dengan tali rafia supaya tidak roboh tertiup angin, saat memanen sayuran, saat Lutfiah takut mendengar suara petir ketika mereka hanya berdua di rumah.

Alysa menuangkan semua perasaan nostalgia itu ke dalam nyanyiannya. Membuat keempat pemuda di ruangan itu, terpukau dengan nyanyian gadis itu yang penuh penghayatan.

Usai menyanyikan lagu tersebut, Benny bertepuk tangan, begitu juga dengan yang lain. Mereka terkesan dengan suara Alysa yang halus dan lembut. Begitu juga dengan Alvian. Ia tak mengira ekspektasinya melebihi realita yang ia dengar ketika acara api unggun.

"Suaramu bagus juga, bisalah buat jadi vokalis," ucap anak yang duduk di balik drum itu.

"Gimana Lis? Tertarik buat jadi vokalis?" tanya Alvian.

Alysa tak menduga respons orang-orang pada suaranya cukup bagus. Namun, Alysa menolak tawaran tersebut.

"Aku ini pemalu, nggak suka menghadapi orang banyak, atau pun jadi pusat perhatian," tolaknya.

Benny dan Alvian terlihat kecewa dengan penolakan Alysa.

"Nggak apa-apa, jadi vokalis sementara aja dulu di sini, sampai kita dapat vokalis baru, gimana?" tawar pemuda di balik drum.

"Iya Lis, nanti kamu bisa kuajarin main gitar," bujuk Benny.

"Atau keyboard," sambung Alvian.

"Kamu bisa coba main drum kalau mau," canda anak yang memberikan Alysa mic.

Alysa terdiam mempertimbangkan tawaran tersebut, ia kembali teringat dengan kata-kata Arman yang menganjurkannya untuk mengikuti eskul lain guna menambah teman.

"Untuk sementara aja kan?" tanya Alysa.

"Iya," jawab anak di balik drum.

"Iya deh. Ngomong-ngomong aku tertarik untuk belajar alat musik itu." Tunjuk Alysa pada sebuah instrumen musik.

Bersambung

Coba tebak, alat musik apa yang kira-kira dipilih Alysa?

Selat Bersanding Bahu [Proses Revisi]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें