10. Ten [ gengsi ]

43.3K 7.4K 3.1K
                                    

🌟 Happy reading 💘

Absen pake emot yang kamu suka ->

Gimana kabar hari ini?

Enjoy ya!<3

Lama bgttt wkwkw sampe lumutan ni lapak.

Oh, ya. Di sini tetep ada war, ya!❤️‍🔥

Ini pemanis saja ya.

💝

****

Drystan melangkah masuk ke markas Dragonlions karena mendengar kabar semua saudaranya sedang berkumpul. Begitu masuk, ia langsung diterjang pelukan hangat dari Calista. Hal ini sudah biasa terjadi dalam keluarga mereka, pelukan sebagai sapaan. Oh, ya, Calista adalah adik dari Andrew, berbeda dua tahun.

Drystan terkekeh geli sembari membalas pelukan. "Miss you so bad ...," bisiknya lirih. Mereka memang dekat karena pernah tinggal di Melbourne bersama.

"Bisa remuk gue," gumamnya merasakan eratnya pelukan Calista.

Calista mendengus geli, mendongak untuk bisa beradu tatap oleh Drystan. "Lemah amat dipeluk gini aja remuk," remehnya.

Drystan tertegun melihat raut ceria di wajah cantik ini, sudah lama ia tak melihatnya.

"Kita udah berapa hari nggak ketemu? Makin cantik ya bayi gede kita ini," puji Drystan.

"Halah nyenyenye," kompor Kenan tak terima langsung ditoyor oleh Andrew.

Calista masih erat memeluk badan kekar Drystan, mencium wanginya yang terasa candu di hidung.

"Pake parfum berapa botol, Bang?" tanya Calista.

"Emang dasarnya gue wangi," balas Drystan.

Andrew melirik sinis orang yang sedang pelukan itu, mengganggu matanya saja. "Apaan orang wangi bangke gini," hinanya menciptakan tawa keras di markas.

Andrew mendengkus kesal karena mereka seakan tidak menghiraukannya. Ditambah ia iri karena pelukan itu masih berlanjut.

Drystan dengan tampang tak berdosanya malah mengecupi puncak kepala Calista berulangkali dengan tujuan membuat Andrew panas. Memang selalu seperti ini, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dari cewek itu.

"WOI!" seru Andrew tak terima sembari menarik rambut Calista agar mundur. "Udah bau jigong rambut lo pasti."

"Nanti juga lo bakal ketularan virus negatif Drysetan, Baby Girl," fitnah Andrew dengan mimik muka serius.

Sebagian dari mereka menahan tawa. Mulut beracun Andrew memang tak pernah gagal kalau menyebarkan fitnah.

Drystan tak menghiraukannya, ia memilih menyapa Defan, adik sepupunya juga yang punya trauma ketika melihat darah. "Apa kabar?"

Lelaki dengan rambut berwarna coklat itu terlihat paling kalem dari yang lain. Senyumannya mengembang tipis.

"Lo tau sendiri, semenjak kejadian itu gue nggak pernah baik-baik aja," balas Defan membuat suasana langsung hening. Gadis yang dicintainya meninggal karena bunuh diri, dan sialnya ia yang menemukan mayat bersimbah darah itu pertama kali.

Drystan mengulas senyuman menenangkan.  Ia lalu merangkul Defan untuk menyalurkan kekuatan. "Semua udah takdir, Def. Semangat, Bro!"

Defan hanya mengangguk saja. Sebanyak apapun kata semangat rasanya tak mempan, ia masih sakit hingga detik ini.

Drystan : Sweet But Fierce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang