17. Seventeen [ Hah? ]

36.6K 6.5K 2K
                                    

Halloooo!!!

Kabar gimanaaa? Aku harap baik yaaaa!

Happy reading ♥️

****

Cemburu. Satu kata yang mewakili perasaan Drystan sekarang, ketika melihat Crystal begitu khawatir pada keadaan Vander.

Mungkin... kalau dia yang ada di posisi Vander, Crystal malah tertawa terbahak-bahak kesenangan.

"Bukannya dia sabuk hitam karate?" tanya Drystan memastikan.

Keduanya masih berada di gudang sekarang. Lagian, Drystan juga tak tega jika harus meninggalkan Crystal dalam keadaan seperti ini.

Crystal mengangguk. Ia juga heran kenapa Vander bisa terluka parah, padahal cowok itu jago bertengkar.

"Mungkin pelakunya pake ilmu kebal," duga Crystal ngawur.

Drystan memalingkan wajahnya, menahan tawa.

"Katanya parah lukanya."

"Tega banget, sih..." lirih Crystal sendu, matanya sudah berkaca-kaca. Kepalanya mendongak bertujuan menghalau air mata yang akan turun. Ikut sakit mendengar musibah ini.

"Mau ikut?" tawar Drystan. "Gue mau ke sana sekarang."

Crystal menggeleng lemah- menolaknya, ia takut histeris jika nanti melihat Vander. "Nggak mau."

"Daripada lo nangis nggak berenti karena khawatir di sini."

Crystal mendengkus kesal. "Udah sana deh, lo, Kak!" usirnya. Ia butuh waktu sendiri.

"Oke." Drystan menurut, tangannya langsung membuka pintu gudang. Kewajibannya sebagai ketua OSIS juga tak boleh dilalaikan begitu saja karena perempuan.

"Puas-puasin nangis," gumam Drystan.

Crystal tak menanggapi.

"Hati-hati juga. Di sini banyak setan," kata Drystan menakut-nakuti.

"NGGAK TAKUT! UDAH BIASA GUE NGADEPIN SETAN TIAP HARI."

****

Drystan sudah menjalankan tugasnya sebagai ketua OSIS dengan benar. Setelah ikut mengantar Vander ke rumah sakit, cowok itu juga langsung memeriksa TKP. Ditemukan banyak cipratan darah Vander di sana, membuat ruangan itu berbau amis.

Drystan tak terganggu dengan itu, karena ia juga sudah biasa mencium aroma darah.

Netra tajamnya menatap intens segala sudut toilet yang terbengkalai ini. Melihat banyaknya kayu bekas darah di sini, ia bisa membayangkan sebrutal apa pelaku ini menyerang Vander.

Drystan berdecih sinis. "Miskin pelakunya. Pake kayu."

"Kalung rantai?" gumam Drystan ketika melihat ada kalung rantai tergeletak bercampur dengan darah. Ia menghampirinya dan mengambil kalung itu.

"Damn," umpat Drystan begitu tahu ada liontin berbentuk naga melilit pedang di sana. Ini ciri khas seorang Andrew.

"Ah, Andrew nggak mungkin sepengecut ini nyerang orang pake kayu," monolognya sambil manggut-manggut. Bibirnya mengulum senyuman.

Sedetik kemudian ia terkekeh sarkas lalu meremas kuat kalung itu ke dalam genggaman tangannya. Ia tahu ini pasti jebakan dari pelakunya yang asli.

Drystan paham betul kalau Andrew tidak mungkin menggunakan kayu untuk menyerang Vander.

Seorang Andrew akan lebih puas jika menghabisi musuhnya dengan tangan atau belatinya sendiri.

Dering ponsel memecahkan keheningan. Drystan langsung merogoh saku celananya, dan mengambil ponsel itu. Buru-buru mengangkatnya ketika tahu Bundanya yang menelpon.

Drystan : Sweet But Fierce!Where stories live. Discover now