25. twenty five

34.6K 4.1K 1.1K
                                    

Py reading ✎ (❁ᴗ͈ˬᴗ͈) ༉‧ ♡*.✧

Meminta maaf dengan sangat amat tulus🙏🙏🙏🙏🙏

****

Drystan mengerjapkan matanya pelan. Jemarinya langsung memijat pelipis karena merasakan pening yang hebat, efek mabuk semalam.

"Arghhh," geramnya sambil berusaha mengembalikan kesadaran dari sisa mabuk semalam.

"Bagus," sarkas Andrew sambil bertepuk tangan, senyuman sinisnya terukir. "Siapa yang ngajarin lo mabuk begini?"

Drystan berdecak kesal. "Ya, lo kan?"

Netranya sudah bisa melihat jelas sekitar. Begitu kagetnya Drystan ketika melihat ayahnya ada di sini, menatapnya tajam dengan bertopang dagu. Jelas saja ada yang mengadukan perbuatannya di sini, ia lalu melirik Kenan sinis, bocah itu malah cengengesan.

"Anak lo tuh, Om," kompor Andrew, dengan santai lalu mengisap vape. Asap-asap itu mengepul di udara, menambah kesan mengerikan di tempat ini.

"Go home," titah Gilgey menyeramkam.

Andrew tampak kecewa dengan itu. Jujur saja, ia yang mengadukan tingkah Drystan dengan berharap Drystan di hukum tepat di depan matanya, hitung-hitung hiburan 'kan? Malah disuruh langsung pulang oleh Omnya.

Drystan tampak malas-malasan. Hembusan napas terdengar berat. Cowok itu lalu menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari.

"Minum berapa banyak? Segalon? Sampe kaya orang mati begini?" sarkas Gilgey tak habis pikir.

"Udahlah, Pa. Drys udah gede juga."

"Itu bokap lo malu anjing. Lo mabok ampe kaya gini. Mabok kok tepar," sahut Andrew menggebu-gebu. "Cemen amat."

"Ya terus? Lo berharap gue kalo mabok sholawatan?" balas Drystan menohok. Ia tahu Andrew selalu mengejeknya alim karena tidak pernah neko-neko.

Andrew berdecih sinis. "Lama-lama anjing juga anak lo, Om."

"Hem."

"Pfffttt," Kenan menahan tawa. "Mana di hem in lagi, berarti iye anaknya anjing."

"Mulut, Ken." Gilgey memperingati, dengan ekspresi galak membuat nyali Kenan ciut.

"Bangkrut, Om?" tanya Andrew membuat semua yang di sana bingung tentang apa maksudnya.

Apalagi Gilgey, ia sangat tersinggung dengan itu. Untung ini keponakannya, kalau tidak—mungkin sudah ia hajar mulutnya.

"To the point, Andrew," tegas Gilgey, ia tak suka bertele-tele.

Andrew mununjuk Drystan dengan dagunya. Entah kenapa ia antusias sekali mengadukan Drystan. "Anak lo tuh, mabuk cuman karena mau makan cupcake, tapi nggak terkabul."

"Miskin asli, beli cupcake aja nggak mampu," imbuh Andrew lalu tersenyum sinis. "Malu-maluin Calzeylions."

Drystan mendengkus, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak ingin menatap ayahnya, karena hanya ayahnya lah yang tahu apa makna "Cupcake" sebenarnya.

"Iya. Malu-maluin banget. Cowok keren makannya kok cupcake," cibir Kenan.

"Emang harusnya apa?" tanya Andrew sembari mengernyitkan dahi.

"Ya apa kek, yang penting jangan cupcake." Kenan menjawab. "Lo bayangin aja mulut Drystan belepotan karena makan cupcake yang ada creamnya. Kan auranya jadi gemoy letoy gitu, Bang."

Andrew bergidik ngeri, membayangkan muka kalem Drystan belepotan cream seperti bocah. "Geli, fuck!"

Kenan terkekeh geli.

"Benar, Drystan?" tanya Gilgey, yang langsung dijawab anggukan oleh Drystan karena malas mendebat. Toh, imagenya sudah jelek.

"Ck. Miskin!" sarkas Andrew.

"Seenak itukah cupcake? Perasaan biasa aja dah. Bikin eneg malah." Kenan benar-benar bingung, sampai Drystan sebegitu sukanya.

"Ya, enaklah, manis. Ngerendahin selera gue banget lo?" tanya Drystan sedikit emosi.

"Udah gue beliin seratus cupcake, dari macem-macem toko. Habisin, oke?" titah Andrew membuat Drystan menelan salivanya susah payah.

"Lo beneran, Ndrew?" tanya Drystan, sambil dalam hati mengumpat tak ada henti.

"Ya. Cupcake yang paling mahal, biar lambung lo bagusan dikit."

Andrew lalu bertepuk tangan dua kali. Kemudian gerombolan maid datang sambil membawa nampan berisi cupcake bermacam jenis. Kemudian menaruhnya tepat di meja Drystan.

Sialan! Bukan cupcake ini yang ia mau.

Andrew— lo anjing! batin Drystan sambil memijat pelipisnya karena pening.

****

Terhitung sudah 8 kali Drystan ganti nomor handphone hanya untuk mengirim pesan Crystal berisi deretan kata maaf. Setiap beberapa bubble chat terkirim, nomornya pasti diblokir.

Ini mungkin terakhir kalinya Drystan ganti nomor handphone. Kalopun tetap diblokir, akan ia culik gadis itu. Persetan dengan apapun, ia tak takut.

Crystal, lo boleh hajar gue sepuas lo.
Asal jangan diem kaya orang bisu beginilah.
Hampir gila gue ngadepin cewek kaya lo.

Pesan sudah terkirim. Drystan hanya perlu menunggu nomornya diblokir lagi.

1 menit.

10 menit.

Satu jam.

Tetap tidak ada balasan.

Drystan seperti orang tolol yang satu jam fokus menatap ponselnya.

Menyedihkan.

****

"Kamu itu ... kenapa Drystan?" tanya Gilgey penuh penekanan, menghampiri putranya yang ada di balkon. Akhir-akhir ini ia memperhatikan Drystan yang makin hari makin tidak enak dilihat.

"Kaya mayat hidup."

Drystan melirik ayahnya sekilas, ia langsung sembunyikan vape ke dalam saku.

"Berkacalah. Saya malu mengakui kalau kamu anak saya." Gilgey geleng-geleng kepala melihatnya. Rambut yang acak-acakan, celana yang lututnya sobek, juga tatapan mata yang kelam, dan—astaga! Ini bukan Drystan sekali.

"Bunda jangan sampai tahu," peringat Gilgey lagi. Istrinya pasti sedih melihat Drystan acak-acakan seperti ini.

"Iya. Drys juga nggak mungkin bikin Ndaa sedih," jawab Drystan ketus. Drystan lalu meraup wajahnya frustasi.

Gilgey benar-benar geli sekali melihat putranya seperti ini. "What do you want?" tanyanya pada akhirnya.

"Crystal."

Jeda sebentar. "I just want her..."

Gilgey berdecih sinis. "Alay."

"Culik, Pa."

"Udah gila!" sinis Gilgey lalu berniat pergi. Walaupun dalam hatinya ia berkata, "yash, that's my son." Drystan mengingatkan dirinya waktu muda.

Drystan terkekeh pelan. "Yes, i am."

****

Next gaaaa.

Terima kasih 🙏🌾

Drystan : Sweet But Fierce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang