Part 23 "Demam"

5.9K 715 77
                                    

Hello, maaf ya kemarin malam gak update, tpi malam ini aku update agak panjang dari biasanya, semoga kalian terima part ini dengan ikhlas, sekian terima voment❤

🦋🦋🦋🦋

Rupanya kejadian sore tadi membuat tubuh Aiden ambruk, cowok itu memang tidak kuat berlama-lama dibawah hujan, sejak kecil Aiden akan sakit sehabis bermain hujan dan sejak saat itu pula Bunda nya membatasi waktu dirinya bermajn hujan, mungkin hanya lima menit atau jika Aiden protes sepuluh menit sudah maksimal.

Hachuu!

Srottt!

Aiden menggosok hidung mancungnya setelah mengeluarkan ingus, sungguh itu adalah hal yang paling menyebalkan untuknya. Kepalanya sakit, tubuhnya panas dingin dan hidungnya banyak lendir yang membuat tersumbat hingga sulit untuk bernapas. Biasanya Aiden akan menangis tapi dia tidak mau di marahi Ayah nya lagi karena tadi saat pulang dia sudah mendapat tausiyah.

"Cupu banget jagoan gue, kehujanan dikit langsung lemes." celetuk sosok Regan sembari duduk di ranjang yang di tiduri Aiden.

Pria paruh baya itu membawa semangkuk sup jagung kesukaan Aiden dan segelas susu hangat, disaat-saat seperti ini Regan teringat dengan masa kecil Aiden yang sangat aktif dan menggemaskan, meskipun anak itu lumayan menguras kesabarannya tapi baginya Aiden adalah yang paling berharga dibanding apa pun. Aiden istimewa untuknya mengingat dia hampir kehilangan putra pertamanya dulu.

Aiden mendengkus tak suka, bisa-bisanya sang Ayah menyebut dirinya cupu? Hei, kebiasaannya ini juga menurun dari Ayah nya. Dulu semasa kecil hingga beranjak dewasa Ayah nya itu akan sakit setelah kehujanan, jadi apa boleh hukumnya orang tua sok tampan itu mengejek dirinya?

"Ayah kalau mau ngejek Abang doang, mending gak usah disini." ketus Aiden.

"Loh, ngusir gue? Ini rumah gue, bebas dong gue mau kemana aja." jawab Regan meremehkan.

Aiden memalingkan wajah, dia malas dengan orang tua sok gaul itu. Kenapa tidak sang Bunda saja yang ke kamarnya dan malah menyuruh Ayah nya yang super narsis dan sok gaul itu, Aiden juga bingung, kadang Ayah nya itu seolah lupa jika sudah berkepala tiga dan memiliki tiga orang anak yang anak pertamanya saja sudah duduk di bangku SMA.

Regan terkekeh melihat putranya meringkuk di bawah selimut sambil memalingkan wajah, dia yakin sekali jika putranya itu sedang sebal. Pria itu tidak akan menggoda anaknya lagi, dia segera membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh Aiden dan menyuruhnya duduk dengan benar.

"Makan dulu, baru tidur lagi habis minum obat."  ujarnya.

Aiden menatap tak berselera semangkuk sup yang masih mengepul itu. "Gak napsu, Yah..."

Regan tersenyum tipis, pria itu mengambil alih mangkuk dan mulai menyuapi Aiden dengan telaten, entah lah Aiden juga tidak tahu kenapa jika Ayah atau Bunda nya yang menyuapi selera makannya langsung bangkit. Tidak sampai sepuluh menit makanannya habis, Aiden meminum obatnya dan kembali menyender di kepala ranjang, masih ada Ayahnya disana dan kedua lelaki yang sangat mirip itu memutuskan untuk bercerita.

Cerita di dominasi oleh Regan sedangkan Aiden hanya menyimak sambil tidur di pangkuan Ayahnya. Saat sedang sakit Aiden memang akan selalu manja kepada orang tuanya, sosok yang begitu ketus dan dingin tidak lagi berlaku ketika sedang sakit. Aiden tertidur setelah mendapatkan elusan di kepala dari sang Ayah, Regan sendiri mulai membenarkan posisi Aiden sebelum meninggalkan putra silungnya.

"Sebesar apa pun kamu, kamu tetap bayi kecil kesayangan Ayah, Bang," ucap Regan pelan dan lembut.

Pria itu mematikan lampu kamar Aiden dan menggantinya dengan lampu tidur setelah menutup korden, dia memandang seisi kamar Aiden yang kini sudah berubah drastis, 10 tahun lalu kamar ini masih berisi mainan bayi dan robot-robot milik Aiden, hanya ada ranjang kecil dan tenda mainan di pojok ruangannya, lukisan dinding bertemakan antariksa pun kini sudah hilang. Putranya benar-benar sudah besar, sudah tidak ada lagi suara tangis Aiden dan teriakan sebalnya ketika dia jahili.

READENWhere stories live. Discover now