Part 33 "Papa"

6K 790 209
                                    

Heloo selamat siang, btw sorry banget buat yang udah nungguin dari kemarin atau habis sahur tadi, telkom sinyal gangguan bgt dan super lelet. Aku keriwehan mau update.

Happy reading ya, semoga suka♡

*****

Minggu sore, tepat di hari ulang tahun Nadira. Makam dingin berhiaskan bunga-bunga segar yang baru saja diletakkan itu tampak menyesakkan, banyak yang mencintai gadis itu meskipun jiwa dan raganya telah lama memeluk bumi.

Aruna datang tepat setelah Aiden pergi dari sana, dia ingin menyapa saudara tirinya yang sudah lama berpulang. Tidak banyak doa dari Aruna, gadis itu hanya berdoa meminta kedamaian untuk Nadira serta mengucapkan selamat hari lahir perempuan itu. Setelahnya Aruna pergi ke suatu tempat, tempat yang sudah lama tidak dia kunjungi.

Sekarang disini lah Aruna berada, rumah lamanya. Rumah yang dia tinggalkan selama 13 tahun lalu, rumah yang menyimpan banyak kenangan masa kecilnya bersama sang Papa. Aruna menyentuh benda-benda disana dengan dada bergemuruh, rasanya sesak dan dia ingin berteriak sekencang mungkin ketika bayang-bayang masalalu hadir di benaknya.

Banyak cerita disini, tapi tempat ini juga menyakitkan buat aku yang sekarang.

Papa, aku sakit, sakit sekali...
Rasanya kalau boleh memilih, aku memilih untuk mati daripada hidup seperti mati, sakit...

Aruna menarik selembar kain yang menutupi sebuah figura yang masih terpajang di dinding, disana ada foto keluarga yang di ambil sekitar 14 tahun lalu. Aruna kecil dalam gendongan Papanya, Damian memakai baju seragam TK, serta Mamanya yang tengah tersenyum lebar dalam pelukan sang Papa.

Aruna tersenyum melihatnya, gadis itu mengusap foto itu seiring turunnya buliran bening yang tidak bisa dicegah. Sakit dan sesak, muak rasanya harus mengingat kalau sekarang semuanya sudah berbeda, harapan-harapannya putus seiring berjalannya takdir. Entah dirinya akan berakhir bagaimana, biarlah Tuhan yang mengatur nanti.

Matilah kau mati...

Bunuh, kau ku bunuh!

Tubuh Aruna melemas tiba-tiba, gadis itu terjatuh dan mulai menangis. Tidak ada yang bisa Aruna lakukan selain menutup telinganya, sampai kapan ini semua akan berakhir Aruna jelas tidak tahu. Tapi sebisa mungkin dia tidak akan menyakiti diri sendiri, ingin sekali Aruna terjun kedalam jurang agar tidurnya nyenyak tanpa gangguan. Suara itu, suara seorang perempuan yang terus membayang-bayanginya sangat menjengkelkan, wanita keparat itu sangat memuakkan.

"A-aiden..." lirih Aruna dengan napas tersenggal-senggal.

Aruna mencoba merogoh handphonenya dari tas, gadis itu ingin menelfon Aiden sebelum dirinya hilang akal dan mulai menyakiti diri. Aruna tahu, dia semakin parah dan Dokter Wila sudah memintanya untuk berhati-hati. Kesal, dia tidak bisa menekan handphonenya dengan benar dan malah melempar handphonenya sendiri saat benda pipih itu berhasil di genggamnya.

"AAARRGHHHH!!!" raung Aruna histeris, gadis itu menangis dan mulai mencakar dirinya sendiri.

Suara pintu terbuka membuat Aruna semakin hiateris, gadis itu menangis semakin kencang karena emosinya menggebu-gebu. Seorang pria dengan pakaian formal serba hitam masuk dengan tatapan bingung, dia bertanya-tanya siapa gadis dengan pakaian warna serupa itu, kenapa dia berteriak dan menyakiti dirinya sendiri.

READENWhere stories live. Discover now