Part 32 "Kemarin yang sangat lama"

4.3K 666 113
                                    

Selamat malam, yang muslim sudah pulang Terawih? Tadarus gak? Kalau iya udah sampai juz berapa? Puasanya udah ada yang bolong belum? Btw selamat menunaikan ibadah Puasa ya saudaraku, yang semangat♡

I sincerely apologize to all of you, untuk kemarin yang sangat lama♡

Happy Reading^^

******

Setelah apa yang mereka lalui tadi Aiden berniat menjelaskan apa yang terjadi, tentang Nadine, tentang Nadira, dan apa yang tidak Aruna mengerti. Dia mulai menjelaskan siapa Nadine kepada Aruna, lalu menjelaskan alasan cewek setengah bule itu datang lagi ke Indonesia.

"Jadi dia bakal menetap di sini?" tanya Aruna.

Aiden mengangguk. "Cuma dia satu-satunya saudara Nadira, sekarang dia jadi anak tunggal."

"Kamu senang nggak dia datang?" tanya Aruna lagi, kali ini nada bicaranya sangat santai.

"Kenapa tanya kaya gitu?" tanya Aiden balik.

"Nggak apa-apa, cuma mau tau aja."

"Gue nggak senang, karena dengan adanya dia hubungan lo sama gue bakal renggang. Buktinya banyak yang mencaci maki lo, padahal lo nggak ngapa-ngapain," kata Aiden.

Aruna tertawa. "Tapi yang mereka bilang ada benarnya, kamu lebih cocok sama di-"

"Gue nggak suka lo bahas itu, Run. Gue nggak peduli, ayo tutup telinga dan kita jalani kaya biasa, jangan dengar mereka, lo sempurna di mata gue." potong Aiden serius, mata cowok itu berkilat tidak suka ketika Aruna membahas Nadine lagi.

"Makasih ya, Aiden. Selain kak Damian ternyata aku punya kamu, laki-laki yang bisa aku andalkan saat lagi sedih." kata Aruna.

"Makasih juga karena lo udah bersabar sejauh ini, padahal punya hubungan sama gue bisa di bilang nggak mudah." balas Aiden.

Keduanya menikmati suasana malam minggu dengan bercerita, cerita masa kecil mereka, berdebat kecil-kecilan, menatapi bintang sambil menebak rasi-rasinya serta tertawa membahas sesuatu yang lucu. Aruna dan Aiden sama-sama menikmati malam minggu pertama mereka, di tempat yang tidak terlalu ramai ini mereka bisa dengan bebas berbicara, bercerita dan tertawa tanpa takut menganggu atau diganggu.

Tepat pukul setengah sembilan mereka meninggalkan tempat itu dan kembali ke kota, keduanya masih asyik menyusuri jalanan yang masih ramai meskipun waktu sudah mulai larut. Aiden mengajak Aruna lagi mengelilingi pusat kota yang sudah tidak terlalu macet kemudian pergi ke jembatan besar, tempat dimana Aiden duduk seorang diri biasanya.

Aiden tahu tempat ini dari Ayahnya, dulu saat Bunda sedang mengandungnya kedua orang tuanya itu sering kemari hanya untuk menikmati pemandangan gedung-gedung kota yang menjulang tinggi dengan lampu yang mempercantik tampilannya.

"Mau bakpao?" tawar Aiden sambil menunjuk pedagang bakpao yang sedang sibuk melayani pembeli.

Aruna menggeleng. "Aku kenyang tau."

"Iya, yaudah sini duduk," ajak Aiden sambil menepuk tempat di sebelahnya.

"Nggak mau." tolak Aruna mentah-mentah.

"Lo mau berdiri aja, nggak capek?" tanya Aiden memastikan.

"Capekk..." rengek Aruna, jujur saja kakinya pegal.

"Yaudah sini duduk," ajak Aiden.

"Takut..." cicit cewek itu.

Aiden menghela napas. "Takut apa, hm?"

READENWhere stories live. Discover now