Yarrow~35

2.4K 118 2
                                    

Bukannya melepaskan seperti yang Rala minta, Arlo justru memeluk gadis itu erat. Isak tangis Rala semakin terdengar di telinga Arlo, menyatu dengan suara air hujan.

Sesekali Rala memukul, punggung kokoh Arlo guna melampiaskan semua perasaanya yang selama ini pendam, Arlo membiarkan gadisnya melakukan hal itu.

Mereka berdua berpelukan di tengah guyuran air hujan. "Nangis Sayang, nangis sekeras yang kamu mampu. Luapin semua yang kamu rasain." bisik Arlo tepat di telinga kiri Rala. Sesekali Arlo mencium singkat puncak kepala Rala.

Dapat Arlo lihat, punggung Rala yang bergetar hebat dalam pelukannya, 20 menit mereka ada di posisi itu. Hingga akhirnya suara Rala mulai terdengar. "Aku pembawa sial ya Arl?"

"Apa aku hidup cuma ditakdirin buat orang celaka?"

"Apa kehadiran aku cuma bikin orang di dekat aku merenggang nyawa?" tanya Rala tak beraturan. Nafas dia terlihat tersendat. Suaranya yang terdengar sendu serta tatapan matanya kosong penuh keputusasaan.

Harus Arlo akui, ini pertama kalinya dia melihat Rala dalam kondisi sekalut ini.

"Duduk di sana dulu yuk." Dirinya mengajak Rala untuk berteduh di depan halte, yang kebetulan tidak ada orang sama sekali.

Dengan perlahan Arlo menuntun kekasihnya, tangan Arlo sengaja dia taruh di atas kelapa Rala bermaksud untuk menghalau derasnya air hujan yang membasahi tubuh gadisnya.

Mereka berdua saat ini sama-sama tengah berteduh. Didudukinnya Rala di sebuah kursi panjang yang tersedia di sana. Tak lupa dia melepas jaketnya, dan di pindahkan ke tubuh Rala, untuk sedikit memberi gadis itu kehangatan.

"Kamu kenapa sayang? Cerita sama aku."

Bukannya menjawab pertanyaan Arlo, tangis Rala justru semakim pecah. "Kita udahan aja ya Arl?" kalimat yang keluar dari mulut Rala tentu membuat Arlo mematung di tempat. Namun, dirinya sadar bahwa apa yang Rala katakan tidaklah sungguh-sungguh dari hati.

"Kenapa mau udahan? Hem?" dengan lembut Arlo menanyakan hal itu, sorot matanya terlihat ikut sakit menatap kondisi Rala sekarang.

Arlo mengamati wajah Rala, dipandanginya setiap inci wajah gadis yang sangat di cintainya. Tangan dia terulur untuk menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi muka Rala.

"Abang deket sama aku terus meninggal gara-gara jadi korban tabrak lari."

"Rayza sekarang juga kritis, waktu tadi pergi keluar sama aku."

"Satu persatu orang yang aku sayang, pasti nyawanya dalam bahaya kalau terus-terusan ada di samping aku Arlo."

"Aku....aku nggak mau, kamu juga terkena terkena sial kaya mereka."

Arlo masih terdiam, mendengarkan kata demi kata yang Rala ucapkan, tangan dia terulur untuk mengudap lembut kepala Rala, bermaksud memberikan ketenangan untuk kekasihnya.

Tiba-tiba tawa Rala terdengar sendu, menyayat hati siapapun yang mendengarnya. "Bahkan tanpa kamu sadari, kamu udah berulang kali kena sial gara-gara aku. Ketumpahan minyak panas, kejatuhan pot dari lantai 2, dan tadi mobil kamu juga kecelakaan."

"Kita udahi aja ya Arl hubungan ini? Kamu udah jangan deket-deket sama aku lagi. Aku takut kamu semakin kenapa-napa." lirih Rala mulai putus asa.

"Ssssuutttttttt"

"Sayang, tenang yah." dia menarik Rala kedalam pelukannya.

"Kamu bukan pembawa sial Sha, kamu justru anugrah terindah dari Tuhan, yang dia kirim buat aku."

"Tolong berhenti berfikir seperti itu yah,"

"Tapi...."

Belum juga Rayla menyelesaikan ucapannya, Arlo lebih dulu meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Rala, guna menghentikan ucapan gadis itu.

"Sha, kamu nggak perlu dengerin ucapan orang-orang jahat itu, kamu emang nggak bisa bungkam mulut mereka satu persatu, tapi kamu bisa tutupin kedua telinga kamu, biar nggak dengar apa yang mereka katakan."

"Aku bingung Arl, aku cape. Aku juga iri sama kehangatan keluarga kamu. Kenapa kalian bisa ngerasain itu? Kenapa aku nggak?"

"Kamu lupa sayang? Mama dan Papa juga udah anggap kamu kaya putri mereka sendiri. Tau kan seheboh apa Mama, kalau aku bilang kamu mau datang?"

"Aku pengen pulang, pengen ketemu sama Abang. Aku nggak mau di sini lagi." racau Rayla tanpa sadar. Punggung Rayla terlihat semakin bergetar. Isak tangisnya menyatu dengan suara hujan.

Arlo terdiam, hatinya terasa sesak, kalau bisa dia ingin memindahkan rasa sakit yang Rayla alami selama ini, harus Arlo akui, dunia terlalu jahat memperlakukan Rayla.

"Abang nggak suka kalau kamu pulang sekarang Sha, kalau mereka jahat sama kamu, biar aku yang hapus semua luka yang kamu dapetin. Biar aku yang munculin senyum itu di bibir cantik kamu."

Tanpa Arlo sadari setetes air mata, jatuh dari sudut matanya. Dia menarik Rayla ke dalam pelukannya, diletakkannya dagu Arlo tepat di atas puncak kepala gadis itu. Arlo menutup matanya rapat-rapat. "Tolong jangan berfikir seperti itu Sha," gumam Arlo lirih.

********

Setelah hujan reda, Arlo mengantarkan Rayla pulang, bukan dengan mobilnya. Namun, dia sengaja pesan Grab. Perduli setan dengan kondisi mobilnya yang sudah tidak berbentuk bagian depannya. Yang Arlo utamakan kali ini adalah kekasihnya.

"Kamu beneran nggak mau pulang kerumah aku aja Sha?" tawar Arlo untuk kesekian kalinya. Saat ini mereka sudah sampai di depan rumah Rayla.

"Aku pengen pulang aja ke rumah." sahut Rayla menolak tawaran Arlo.

Arlo yang paham jika Rayla membutuhkan waktu sendiri, hanya menganggukkan kepalanya. "Kamu nggak mau temenin?"

Rayla menggelengkan kepalanya. Tatapan mata gadis itu benar-benar terlihat kosong.

"Yaudah, kalau ada apa-apa hubungi aku. Aku bakal langsung datang ke rumah kamu." sebelum Arlo pergi, dia mengusap lembut bekas jejak air mata di pipi dan sudut mata Rayla.

"Aku masuk ya," pamit Rayla meninggalkan Arlo sendirian di depan pintu rumahnya.
Perlahan tubuh Rayla menghilang di balik pintu, yang kembali gadis itu tutup. Seolah tidak mengizinkan siapapun masuk termasuk Arlo, cowoknya sendiri.

"Jangan ngerasa sendiri sayang, ada aku. Ada rumah aku yang bisa kamu jadiin tempat pulang." gumam Arlo.

Ya setulus itu perasaan yang Arlo punya untuk Rayla, buat Arlo Rayla adalah semestanya. Dan melihat kondisi Rayla sekacau tadi membuat dirinya ikut merasakan sesak yang tidak bisa dia jelaskan.

Dengan langkah lunglai, Arlo pergi meninggalkan rumah Rayla, masih dengan mobil yang sebelumnya Arlo pesan. Akhirnya mobil itu berjalan menjauh membawa Arlo.

Jika bisa ingin rasanya dia ada di samping Rayla untuk saat ini. Namun, sepertinya Rayla benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapapun.

"Aku harap besok senyum itu udah muncul lagi di wajah cantik kamu sayang. Aku harap ini terakhir kalinya aku lihat kamu nangis kaya tadi."

"Aku nggak tau gimana jadinya kalau bukan aku yang nemuin kamu di jalan."

Tepat setelah menggumamkan kalimat itu, Arlo seketika tersadar. Terlebih saat dia melihat ponsel Rayla tertinggal di dalam mobil.

"Pak puter balik ke tempat yang tadi." ujar Arlo tegas. Yang segera dituruti oleh sang supir.

*********

17/12/22




Yarrow [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora